Sosok baru

Tahun 2015 akan berakhir dalam tiga hari lagi.

Semua orang sibuk menyusun acara untuk merayakan tahun baru, kecuali aku.

Tahun baru aku mulai dengan perasaan biru, karena aku gagal dalam banyak hal, terutama dalam pekerjaanku.

Selama satu tahun aku berjuang untuk menjadi broker yang profesional, selalu berakhir dengan kegagalan.

Aku sadar kalau relasi yang aku milki, tingkatnya masih jauh di bawah pemiliki keputusan, karena itu aku selalu gagal.

Hatiku enggan untuk menyerah, dan masih ingin berusaha.

Aku yakin bahwa suatu saat nanti aku akan berhasil, dan aku bisa melunasi hutangku, serta bisa memiliki kehidupan yang baik.

Tante mirna dan seli memaksaku untuk ikut mereka, merayakan tahun baru di rumah tante maudy.

Meski aku enggan, tapi aku terpaksa ikut.

Aku tidak ingin di rumah sendiri, setelah semua peristiwa yang terjadi.

Aku juga punya sinisme terhadap orang-orang yang terlihat senang merayakan tahun baru.

Perasaan itu kumiliki, karena aku tidak bisa bersenang-senang seperti mereka.

Aku menyalahkan hidupku yang sulit dan kacau, serta tuhan yang tidak adil padaku.

Angkutan umum yang kita naiki pertama, berwarna putih dengan cat hijau membingkai jendela mobil.

Aku duduk di paling ujung, sambil melihat mobil yang ada di belakang angkot.

Mobil merci warna putih, menarik perhatianku.

"Aku ingin punya mobil seperti itu", gumamaku dalam hati.

"Eh kak mobil yang warna biru bagus deh", ujar seli yang duduk di depanku.

"Mana", tanyaku pada seli.

Saat mobil merci berwarna putih melaju mendahului angkutan umum yang kita tumpangi, aku melihat mobil yang seli maksud.

Mobil sport merk porche, dengan warna biru cantik, melaju di belakang angkutan umum kita.

Mataku langsung berbinar melihat mobil tersebut, begitupun dengan seli yang membuka lebar matanya, dan merasa kagum.

"Apaan sih", tanya tante mirna pada kita.

Seli kemudian menunjuk mobil porche di belakang kita.

"Oh porche", ujar tante mirna.

"Dulu mama pernah naik mobil porche sel pas kuliah", ujar tante mirna lagi.

"Mobil siapa ma", tanya seli.

"Mobil temen mama dulu pas kuliah", jawab tante mirna.

"Mama masih punya contactnya", tanya seli.

"Udah nggak", jawab tante mirna.

"Jadi aku nggak bisa konfirmasi dong mama bohong atau nggak", ujar seli.

"Kalau nggak percaya yaudah", jawab tante mirna dengan wajah kecewa.

Aku dan seli kemudian melihat kembali lalu lalang mobil dan motor di belakang kita.

Setelah turun di bawah flyover, kita langsung berganti angkutan umum berwana biru untuk sampai di rumah tante maudy.

Kita sampai rumah tante maudy sekitar pukul tiga sore, dan langsung makan.

Nenek dan kakek sedang pulang ke rumahnya di bogor.

Saudara tante mirna yang lain juga tidak datang.

Hanya ada aku, seli, bian, tante mirna, dan anak tante mirna yang masih kecil di rumah.

Tante maudy dan suaminya masih bekerja, jadi kita merasa bebas di rumah tante maudy.

Selesai makan, bian bermain playstasion dengan anak tante maudy.

Seli sibuk dengan handphonenya, sementara tante mirna, sibuk merokok di samping rumah.

Aku kemudian menyalakan tv yang ada di ruang tamu tante maudy, dan menonton film di channel tv kabel.

**

Tiga hari di rumah tante maudy berakhir dengan waktu yang berjalan seperti siput.

Tante maudy dan keluarganya, pergi ke rumah orangtua suaminya saat malam tahun baru.

Jadi rumah hanya ada aku, tante mirna dan kedua anaknya.

Malam tahun baru, kita isi dengan makan malam, lalu menonton kembang api di luar rumah saat tengah malam, kemudian tidur.

Hari kedua di bulan januari 2016 aku sendiri di rumah, karena seli pergi dengan temannya ke mall untuk nonton.

Bian juga ada kegiatan di gereja yang harus dia ikuti.

Tante mirna pergi dengan om ridwan entah kemana.

Pukul empat sore, aku mengambil jemuran yang sudah kering, lalu melipatnya di kamar seli.

Aku duduk di karpet yang ada di tengah ruangan kamar seli, dan melipat semua baju penghuni rumah dengan perlahan.

Di depan rumah, ramai dengan canda tawa anak-anak yang sedang bermain bersama.

Aku bisa melihat keramaian itu dari jendela kamar seli.

Jendela kamar seli sangat lebar, dan hanya di tutup oleh vitrase, jadi aku bisa melihat suasana di luar rumah dengan jelas.

Aku baru selesai melipat kemeja milik tante mirna, kemudian melihat kembali ke anak-anak yang memenuhi jalanan.

Mataku menangkap sosok lain di antara kerumunan anak-anak.

Sosok itu berjalan dengan kedua tangannya yang panjang, juga kakinya yang panjang dan tertekuk.

Sosok itu mengingatkanku pada karakter golum di film the lord of the ring.

Hanya kulit tanpa bulu, tanpa benang yang menutupi tubuhnya.

Matanya hampir memenuhi wajahnya, giginya bisa terlihat di antara senyum lebarnya.

Dia berjalan dengan kedua tangannya yang panjang dengan cara seperti mendayung.

Sosok itu seperti tahu kalau aku sedang melihatnya.

Dia berbalik dan masuk ke dalam garasi rumah tante mirna, lalu berjalan mendekat padaku.

Sosok itu kemudian melihatku, dan berhenti di samping mesin cuci yang ada di dalam garasi.

Dia tersenyum sambil melihatku, lalu menghilang, tapi aku bisa merasa kalau dia masuk ke dalam rumah dengan cara menembus tembok.

Aku kemudian berdiri dan memeriksa seluruh rumah, tapi aku tidak melihat sosok itu lagi.

Hatiku tidak merasa gentar atau takut, aku merasa kalau makhluk itu malah membuatku penasaran.

"Lisa", teriak suara dari luar rumah.

Aku langsung membuka pintu dan berjalan keluar.

Kulihat yoga dengan senyumnya yang memanggilku.

"Kenapa", tanyaku pada yoga.

"Nanti malam ada acara yasinan di rumahku, kamu datang ya", pinta yoga padaku.

"Yasinana bulanan ya", tanyaku pada yoga.

"Iya, nanti ajak tante mirna sama anak-anaknya juga, makan di rumahku aja", ujar yoga.

"Jam berapa ga", tanyaku.

"Habis isya lah", jawab yoga.

Aku mengiyakan yoga, dan ingin kembali masuk ke dalam rumah, tapi aku ingat sosok makhluk yang sebelumnya aku lihat.

Aku kemudian menceritakan dan mendeskripsikan bentuk makhluk tersebut pada yoga.

"Tuyul", tanya yoga.

"Nggak tahu aku, tuyul atau bukan, tapi kaki sama tangannya panjang banget", jawabku.

"Ati-ati aja lis, takutnya tuyul terus nyuri barang-barang berharga", ujar yoga.

"Kenapa ya ga, di rumah ini aku di lihatin makhluk aneh-aneh terus", keluhku pada yoga.

"Nanti tanya aja sama babe habis yasinan, mungkin babe tahu", ujar yoga.

Yoga kemudian pamit kembali ke rumahnya, dan aku masuk ke dalam rumah.

Aku memeriksa sekali lagi isi rumah, tapi tak menemukan sosok makhluk tadi.

Kemudian aku kembali ke kamar seli, untuk meneruskan melipat baju dan merapikan di lemari.

Senyum dari makhluk kurus tadi, masih enggan untuk keluar dari benakku.

Senyum lebarnya, serta lambaian tangannya sebelum dia menghilang membuatku penasaran.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!