Kamar Bian

Pagi di bulan april, menandai tepat tiga bulan aku tinggal di rumah tante mirna.

Setiap hari senin sampai jumat, seli dan bian selalu berangkat ke sekolah sekitar pukul 06.15 pagi.

Sebelum pukul enam pagi, rumah selalu ramai dengan teriakan dari tante mirna yang membangunkan kedua anaknya, kemudian mereka bergegas berangkat.

Aku terbangun sekitar pukul enam lewat lima belas pagi, di hari senin minggu pertama.

Keributan yang biasa kudengar di pagi hari, tidak terdengar pagi ini.

Aku keluar dari kamar seli dan berjalan ke dapur, mataku menatap sosok seli yang sedang duduk di depan komputer bian.

Aku kemudian menghampiri seli yang masih sibuk dengan tulisannya di blog miliknya.

"Kamu nggak sekolah sel", tanyaku pada seli.

"Guru lagi rapat jadi libur", jawab seli.

"Mama kemana", tanyaku lagi.

"Nggak tau, di kamarnya mungkin", jawab seli.

Aku kembali ke arah dapur, dan kulihat banyaknya piring kotor di tempat cuci piring.

Setelah membersihkan semua piring kotor, aku cuci muka dan membersihkan diri.

Kemudian aku berjalan ke kamar tante mirna, dan kulihat tante mirna masih tidur di kamarnya.

Aku lalu kembali ke kamar, dan membalas pesan yang masuk ke handphonku.

"Kak mau masak apa hari ini", tanya seli padaku, sekitar pukul delapan pagi.

"Terserah sel", jawabku singkat.

Seli kemudian menanyakan pada tante mirna.

"Bikin bubur manado aja dek gimana", tanya tante mirna pada seli.

Seli langsung menyetujui, lalu mengajakku untuk belanja bahan masakan di warung dekat rumah.

Untuk sampai ke warung, kita hanya perlu keluar dari pagar rumah, lalu ke arah kanan, kemudian masuk ke gang pertama, dan berjalan sekitar lima ratus meter.

Wanita dengan busana cadar komplit, serta pria dengan celana cingkrang, terlihat hilir mudik, masuk ke dalam rumah bercat hijau, yang letaknya tidak jauh dari warung yang aku dan seli tuju.

Di depan warung sudah ada tiga ibu-ibu yang juga sedang berbelanja.

Aku kemudian menawarkan seli jajanan pasar, sambil mendengar obrolan ibu-ibu di warung

"Itu kumpul lagi yah", tanya ibu pertama.

"Iya nih, aduh bikin takut aja", jawab si ibu pemilik warung.

"Lapor pak RT bu, takutnya kan mereka kegiatan sesat", ujar ibu kedua.

"Nggak berani saya, takut bikin keributan", ujar ibu pemilik warung.

"Mereka baru satu bulan pindah, tapi rumahnya selalu ramai setiap hari senin dan jumat", ujar ibu ketiga.

"Mau beli apa neng", tanya ibu pemilik warung padaku dan seli, yang hanya berdiri menunggu antrian sambil makan jajanan pasar.

Aku kemudian menyebutkan semua bahan untuk membuat bubur manado.

"Pengajiannya juga aneh, mereka kayak baca kitab gitu, tapi nggak kedengeran seperti bacaan al-quran, kayak kalau kita pengajian kamis sore di masjid bu", ujar ibu kedua.

"Yang sewa rumah juga nggak pernah nyapa tetangga sekitar", ujar ibu pertama.

"Kalau mereka kumpul aduh hawanya serem bu", ujar ibu si pemilik warung.

"Ini neng", ujar ibu si pemilik warung padaku.

Aku kemudian membayar belanjaanku, serta jajan yang aku dan seli makan, lalu menggandeng seli untuk keluar dari warung.

Saat perjalanan kembali ke rumah, seli melihat ke arah sekumpulan bapak-bapak dengan celana cingkrang di depan rumah, yang ibu-ibu di warung maksud.

"Jangan di lihat sel", pintaku pada seli.

"Ih bener deh kak, mereka serem banget", ujar seli padaku.

Aku dan seli yang memakai celana pendek dan kaos, merasa kalau salah satu dari mereka, terus memandangi kami saat kami berjalan.

Bulu kuduk langsung meremang di lenganku.

"Lari aja gimana kak", ajak seli padaku.

"Nggak usah sel, nanti malah ketahuan kalau kita takut sama mereka", jawabku pada seli.

Begitu aku sampai di ujung gang, hatiku langsung lega dan aku bisa kembali bernafas dengan normal, setelah merasakan hawa mencekam saat aku melewati rumah dengan cat hijau tadi.

Sampai di rumah, seli langsung bercerita pada tante mirna soal obrolan ibu-ibu di warung, mengenai perkumpulan orang-orang yang ada di rumah cat berwarna hijau.

"Kamu itu ngapain sih dek dengerin orang gosip, biarin ajalah, jangan terlalu berburuk sangka", ujar tante mirna pada seli.

Tante mirna kemudian membantuku membereskan belanjaan, dan kita mulai memasak.

"Emang serem banget ya di gang sebelah", tanya tante mirna padaku.

"Serem sih nggak tante, tapi aku langsung merinding pas lewat rumah itu", jawabku pada tante mirna.

Setelahnya kita memilih untuk diam, dan fokus untuk masak.

Bubur manado yang tante mirna buat, bagiku sangat enak.

"Resep dari mami", jawab tante mirna saat aku bertanya, mengenai rasa yang sangat istimewa dari bubur manado buatannya.

Mami yang tante mirna maksud, adalah ibu mertuannya yang tinggal di bandung.

Suami tante mirna sudah meninggal tiga tahun yang lalu, karena sakit paru-paru yang sudah dia derita sangat lama.

Sebelumnya mereka tinggal di area bintaro, tapi tante mirna menjual rumahnya setelah suaminya meninggal.

Tante mirna juga baru tinggal di pondok aren sekitar tahun lalu.

Tante mirna mengontrak rumah yang sekarang dia tinggali, selama dua tahun, dan ini sudah pertengahan tahun kedua.

Dalam enam bulan, tante mirna sudah harus memiliki uang untuk membayar sewa rumah yang dia kontrak.

Aku sendiri juga bingung, tante mirna dapat penghasilan dari mana, karena selama ini, pekerjaan yang aku dan tante mirna geluti, masih belum memberikan hasil.

Begitu bubur manado sudah matang, kita langsung makan bersama, dan setelah makan, aku kembali memulai aktifitasku untuk mendapat penghasilan.

Bian sampai rumah sekitar pukul tiga sore, dan dia langsung mengusir seli dari kamarnya.

Seli dengan menggerutu masuk ke kamar tante mirna, dan meminta mamanya untuk menyalakan ac.

Pukul enam sore, aku menyalakan lampu teras, lalu menutup pintu dapur belakang, karena tikus selalu masuk ke rumah melalui got yang ada di dapur kotor.

Pukul delapan malam, biasanya aku dan tante mirna di ruang tamu.

Tante mirna selalu punya cerita yang dia bagikan untukku.

Aku melihat seli keluar dari kamarnya, dan berjalan ke arah dapur sambil bersenandung.

Tak lama, seli berlari ke ruang tamu, dengan wajah pucat dan tangan gemetar.

"Kenapa sel", tanyaku pada seli yang masih berdiri di ruang tamu.

"Kak itu", ujar seli dengan terbata sambil menunjuk ke arah dapur.

"Kenapa dek", tanya tante mirna pada seli.

Aku kemudian beranjak dari sofa, dan berjalan ke arah dapur, tapi tidak ada apa-apa.

"Bian seli kenapa", tanyaku pada bian.

"Nggak tau, tadi dia di depan kamar terus lari", jawab bian.

Aku kemudian mengambil air putih dan kembali ke ruang tamu.

Di ruang tamu, seli sudah duduk dan di peluk oleh tante mirna.

Aku lalu menyerahkan gelas berisi air putih dan meminta seli untuk meminumnya.

Tangan seli masih dingin, dan dia terlihat ketakutan.

"Kenapa sel", tanyaku lagi.

Setelah lima belas menit diam, seli mulai membuka suaranya.

Seli bercerita, kalau dia baru saja ingin membuka kulkas untuk mengambil susu, tapi dia menangkap ada sosok lain saat dia melihat ke arah kamar bian.

"Sosok apa sel", tanyaku pada seli dengan bulu kuduk di lenganku yang mulai berdiri.

Seli kemudian bercerita, kalau dia melihat sosok dengan baju hitam, dan rambut panjang sampai lantai, sedang duduk di tempat tidur bian, sambil menatap bian yang ada di depan komputer.

"Kamu lihat wajahnya", tanya tante mirna.

Seli hanya menggeleng, dan dia bilang bahwa yang dia lihat, hanya rambut yang menjulur dari kepala sampai kaki.

Mendengar cerita seli, ketakutan langsung menyelimutiku, tapi tante mirna menenangkanku.

Tante mirna juga minta padaku, supaya tidak menceritakannya pada bian.

***

Terpopuler

Comments

Nuke Nurmalina

Nuke Nurmalina

Mulai mencekam...

2022-07-27

0

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Duh,siapakah itu ????

2022-07-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!