Habis sholat isya, aku dan tante mirna berangkat ke rumah pak RT untuk mengikuti yasinan.
Seli dan bian tidak sendiri di rumah, ada om wondo menemani mereka.
Sampai rumah pak RT, ibu-ibu sudah berkumpul, dan acara yasinan langsung di mulai.
Yasinan rutin di wilayah rumah tante mirna, memang selalu di adakan setiap dua kali dalam sebulan.
Lokasinya ditentukan setelah acara yasinan selesai.
Selama tante mirna tinggal di wilayah ini, tante mirna baru mendapat giliran sekali, dan itupun sebelum aku pindah ke rumah tante mirna.
Hanya acara yasinan, dan makan malam bersama, setelah itu langsung pada pulang kerumahnya.
Aku dan tante mirna memilih tinggal sejenak untuk berbincang dengan pak RT.
"Udah dua malam", tanya pak RT, setelah kita menceritakan hal yang mengganggu kita selama dua malam pada pak RT.
"Iya pak, kita jadi nggak tenang tiap malam kalau ada orang yang usil gangguin", ujarku pada pak RT.
"Bukan yanto kali bu, soalnya kemaren saya tanya ke ibunya yanto, katanya kalau malam yanto nggak pernah keluar", ujar ibu pemilik warung sayuran yang menjadi langganan kita.
Namanya bu eli, dan aku juga baru tahu malam ini, karena selama ini kita hanya memanggilnya ibu warung.
"Kalau bukan yanto siapa ya", tanya tante mirna.
"Yanto itu sekarang udah minum obat dari dokter bu, jadi udah tenang", ujar bu eli lagi.
"Yaudah, nanti malam kalau suara itu muncul lagi, ibu langsung telvon saya, nanti saya minta anak-anak yang ronda untuk ke rumah ibu", ujar pak RT pada tante mirna.
"Nggak bisa ronda di dekat rumah saya aja pak", pinta tante mirna.
"Ya nanti kita minta mereka untuk nunggu tidak jauh dari rumah ibu setelah berkeliling", ujar pak RT.
Aku dan tante mirna lalu pamit, setelah pak RT meyakinkan kita, kalau dia akan bertanggung jawab penuh akan keselamatan warganya.
"Mudah-mudahan aja udah nggak ganggu lagi te nanti malam", ujarku pada tante mirna, saat kita berjalan pulang.
Tante mirna hanya terdiam sepanjang jalan.
Sampai rumah, ternyata om wondo sudah pulang.
Bian masih bermain game, dan seli makan indomie sambil membaca komik di kamarnya.
Aku lalu meletakkan makanan yang di bawakan oleh bu RT ke dapur, lalu tiduran di kamar seli.
Aku membaca novel romance yang menceritakan tentang sistem match making di tahun 1881.
Latarnya adalah kehidupan bangsawan di london inggris pada masa itu.
Aku ketiduran di kamar seli setelah membaca setengah halaman dari novel yang ada di tanganku.
"Dok dok dok dok", suara ketukan dari palu besar terdengar lagi.
Aku langsung tersentak dan bangun dari tempat tidur.
Tante mirna langsung terlihat keluar dari kamarnya, diikuti seli di belakang tante mirna.
Tante mirna kemudian menelvon pak RT, kalau suaranya terdengar lagi.
Bian berjalan dari kamarnya dan duduk di sofa ruang tamu.
Aku mengawasi dari kamar seli, sambil melihat arah luar dengan lampu kamar seli yang kumatikan.
Ketukan berhenti setelah satu menit, dan tak lama orang-orang yang beronda datang ke rumah.
Tante mirna lalu membuka pagar dan meminta mereka untuk masuk.
Salah satu dari orang-orang yang datang, adalah teman bian.
Bian langsung ngobrol dengan temannya.
"Yanto ada di rumahnya tuh bu", ujar pak RT yang ikut datang ke rumah.
"Iya tadi kita cek dulu sebelum kesini", ujar salah satu pemuda yang ikut datang.
Aku kemudian masuk ke rumah untuk membuatkan minuman buat peronda yang datang.
Tante mirna dan seli ngobrol di luar dengan peronda.
"Dok dok dok dok", suara itu datang lagi.
Aku langsung berlari keluar untuk melihat siapa yang sudah usil.
Semua pemuda yang beronda, langsung melihat sekeliling rumah.
Begitupun pak RT yang langsung menyinari senternya ke atas atap rumah.
Tidak ada siapapun, tapi suara ketukan itu tetap terdengar keras meski rumah dalam kondisi ramai.
Pemuda yang mengelilingi rumah juga kembali datang, dan mengatakan tidak ada siapapun.
Aku dan tante mirna langsung saling melihat satu sama lain.
Hanya tujuh kali ketukan dan langsung berhenti.
Setelah semua orang bubar, dan mengatakan kalau itu bukan ulah manusia atau binatang, kita langsung masuk ke dalam rumah.
Baik seli, bian, aku, dan tante mirna, tidak mengucapkan sepatah katapun.
Kita memilih untuk diam, dan menyadari kalau gangguan dari makhluk lain datang lagi.
"Undang ustadz aja te minta doain, seminggu gitu", pintaku pada tante mirna.
"Iya ma, biar kita nggak di ganggu lagi", ujar bian.
"Yauda besok aku coba tanya ke bu ida, siapa yang bisa bantu kita", ujar tante mirna.
Malamnya, kita isi dengan perasaan gelisah di hati masing-masing, kemudian tertidur karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.
Esoknya, tante mirna dan seli langsung pergi ke rumah bu ida untuk meminta tolong.
Mereka baru kembali sekitar pukul sembilan pagi.
"Bu ida sama suaminya yang akan bantu kita doa mulai nanti malam", ujar tante mirna saat aku menanyakan hasilnya.
"Syukur deh, sampai berapa hari te", tanyaku pada tante mirna.
"Seminggu lis", jawab tante mirna.
Karena sebelumnya aku hanya ke warung bu eli untuk membeli keperluan makan kita berempat, akhirnya aku berjalan kembali ke warungnya, untuk membeli bahan makanan, untuk menjamu bu ida dan suaminya nanti malam.
Seli meminta ikut, karena dia ingin membeli jajan.
Aku kemudian berjalan bersama seli, melewati gang samping rumah, juga rumah bercat hijau yang akhir-akhir ini selalu sepi.
Pintu juga selalu tertutup, seperti tidak ada aktifitas penghuninya, meski aku masih sering melihat tamu lalu lalang saat ada jadwal berkumpul.
Malamnya, bu ida dan suaminya datang sekitar pukul delapan malam.
Kita kemudian mulai membaca yasin bersama.
Seli dan bian yang beragama kristiani, membaca kitab injil mereka di kamar masing-masing.
Setelah membaca yasin, bu ida mengajakku dan tante mirna untuk bersholawat bersama.
"Mudah-mudahan, rumahnya kembali tenang ya bu setelah kita yasinin", ujar bu ida pada kita.
"Amin bu", jawabku dan tante mirna.
Bu ida dan suaminya baru pulang sekitar pukul sembilan malam, setelah makan malam, dan mengobrol dengan kita.
Aku dan tante mirna juga menceritakan mengenai gangguan yang terjadi sebelumnya.
Bu ida kemudian meminta kita untuk membaca ayat kursi sebelum tidur, dan juga meminta kita untuk selalu bersholawat setelah selesai sholat.
Aku dan tante mirna mengucapkan terimakasih pada bu ida, lalu mengantar bu ida dan suaminya sampai pagar rumah.
Ada perasaan tenang yang menyelimuti setelah kembali masuk ke dalam rumah.
"Jadi tenang ya lis", ujar tante mirna.
"Iya perasaanku juga lebih enteng", jawabku pada tante mirna.
Kita langsung tidur setelah membereskan ruang tamu, dan menyimpan sisa makanan ke dalam kulkas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments