Di Balik Peristiwa

Bu ida yang duduk di sebelahku, menutup bacaan yasinnya dengan alfatihah.

Acara yasinan yang di pimpin oleh bu ida, dilanjutkan dengan makan malam setelah do'a bersama.

"Mirna kemana lis", bisik bu ida padaku.

"Di rumah bu, masih ada tamu", jawabku.

"Si bapak yang bawa mobil avanza yang dateng", tanya bu saodah yang duduk di sebelah bu ida.

"Iya", jawabku singkat.

"Itu pacar mirna atau saudaranya", tanya bu ida.

"Rekan kerja tante mirna aja bu, biasanya dateng untuk bahas kerjaan aja", jawabku menutupi aib tante mirna.

Bu ida dan bu saodah menerima jawabanku, dan mungkin berusaha mempercayainya.

Om ridwan sesekali memang datang kerumah untuk menemui tante mirna membawa mobil avanzanya.

Tak jarang mereka lebih memilih untuk janjian bertemu di luar rumah, karena om ridwan khawatir, tante mirna akan menjadi bahan gunjingan di sekitar perkampungan.

Tante mirna boleh saja masa bodoh dengan kelakuannya, tapi aku khawatir tante mirna akan menui apa yang dia tabur dengan menjadi selingkuhan pria milik perempuan lain.

"Seli panggil lis suruh makan di rumah", ujar yoga padaku.

"Belum pulang dia", jawabku.

"Yaudah nanti bawa besek buat seli sama bian ya", ujar yoga.

"Oke", jawabku.

Setelah yoga berlalu dari belakangku, aku mengikuti ibu-ibu peserta yasinan untuk makan malam bersama.

Gurauan, gosip terbaru, harga sembako, menjadi topik utama pembicaaan sambil makan malam.

Aku hanya mendengar cerita mereka, karena aku tidak mengenal orang-orang yang mereka bicarakan.

Pukul delapan malam, semua ibu-ibu pamit pada yoga dan keluarganya untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.

Tinggalah aku yang membantu yoga dan ibunya untuk membereskan ruang tamu.

"Lis sini", ujar babe yoga memanggilku untuk duduk di sofa ruang tamu yoga.

Babe adalah kakek yoga dari pihak ayah yoga.

Dia jarang di rumah yoga, lebih seringnya dia tinggal di rumah anak pertamanya yang ada di serang.

Aku mendatangi babe yoga sambil tersenyum.

Babe kemudian mengatakan kalau menurut yoga, aku selalu diganggu makhluk yang menghuni rumah tante mirna.

"Iya be", jawabku.

"Coba sini babe lihat tangan lisa", pinta babe.

Aku mengulurkan tanganku, dan sambil memejamkan mata, babe membaca doa, dan menggenggam tanganku.

Mimpi tentang hutan yang ku alami tiga hari lalu, kembali menghiasi benakku.

Kali ini versinya lebih lengkap dari mimpi yang ku alami.

Peristiwa tersebut dimulai sekitar pukul dua siang, setelah makan siang, nenek memintaku untuk memanggil kakek di danau.

Rumah keluarga kakek, letaknya persis di bibir hutan.

Jalan setapak yang kulalui untuk menuju danau, tidak jauh, hanya sekitar lima menit.

Sebab itu nenek tidak khawatir membiarkaku berjalan sendiri menuju danau.

Hutannya juga bukan hutan lebat, sehingga matahari bisa bersinar terang.

Sesuai mimpiku, setelah aku sampai di danau, aku melihat kakek.

Satu hal yang kulupakan dari nasehat kakek, kalau aku tidak boleh memutari danau melewati area sebelah kanan.

Aku harus melewati bagian kiri danau untuk sampai di tempat kakek bersemedi.

Di ujung danau, kakek memang membuat jembatan dan tempat santai yang terbuat dari kayu, untuk kita bisa melihat air danau lebih dekat dan supaya kita yang masih kecil, tidak mudah terperosok masuk ke dalam ke danau.

Selain untuk kita bermain dengan air danau, tempat tersebut memang selalu kakek gunakan untuk bersemedi.

Rumah nenek, ada di tepian hutan sebelah kiri, hutan sebelah kanan jauh lebih lebat dan lebih dalam dari hutan sebelah kiri.

Kakek dan nenek selalu menasehatiku dan cucunya yang lain, untuk tidak pernah masuk ke hutan sebelah kanan.

"Kenapa kek", tanyaku saat itu ketika kakek menasehatiku dan sepupu-sepupuku.

Kakek menjawab, kalau hutan tersebut sangat lebat dan dalam, kalau sampai masuk ke hutan, kakek khawatir, kita akan tersesat.

Aruni sepupuku bertanya pada kakek, "kakek sudah pernah jalan-jalan di hutan itu", ujar aruni pada kakek sambil menunjuk hutan sebelah kanan.

"Sudah, tapi hanya sebentar", jawab kakek.

"Kalau runi pingin masuk ke hutan itu terus sama kakek bisa", tanya aruni.

"Nanti, kita bisa masuk hutan itu, saat aruni sudah dewasa ya", ujar kakek sambil mengusap kepala aruni.

Kakek kemudian berlalu dan meninggalkan kita yang masih penasaran akan hutan sebelah kanan.

Aku yang lupa akan nasehat kakek, berlari ke arah kakek memutari danau, melewati hutan sebelah kanan.

Kakek yang biasanya tidak terganggu saat bersemedi, langsung kaget saat mendengar suaraku dari sebelah kanan.

Sekencang mungkin kakek berlari untuk menangkapku, tapi aku menginjak rotan yang ada di pintu masuk hutan sebelah kanan.

Selanjutnya aku melayang terseret masuk ke dalam hutan.

Tubuh kecilku menggigil ketakutan saat aku sudah di depan pohon besar.

Selama lima menit aku hanya menangis sambil bergumam memanggil kakek.

Suara kakek kemudian terdengar, dan aku tidak sadarkan diri setelah itu.

"Lis, lis, lisa", suara yoga mencoba memanggilku untuk kembali.

Aku langsung tersentak, dan kulihat babe tersenyum padaku.

"Kamu ingat yang kamu lalui", tanya babe padaku.

"Bukannya itu mimpi be", tanyaku.

"Bukan lisa, itu adalah hal yang kamu lalui saat kamu kecil", jawab babe.

Menurut babe, peristiwa itu membuat aku lebih sensitif terhadap makhluk dari dunia lain.

"Pohon yang kamu lihat adalah portal masuk ke dunia mereka", ujar babe.

"Untung kamu nggak lihat sampai pintu itu terbuka lebar, kalau sampai pintu itu terbuka lebar untuk kamu, akan lebih sulit untuk kamu kembali ke dunia kamu sendiri", ujar babe yoga lagi, menjelaskan mengenai penyebab yang membuatku bisa dengan mudah mendapat gangguang.

Menurut babe, gangguan itu bisa aku alami ketika aku tinggal di suatu tempat yang memiliki portal yang sama, untuk masuk ke dunia lain.

"Tapi rumah tante mirna bukan portal be, itu rumah biasa", ujarku meyakinkan babe.

"Kata siapa", jawab babe.

Babe kemudian beranjak dari ruang tamu, dan masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di rumahnya.

Babe keluar membawa sebuah album foto, dan menunjukkan album tersebut padaku.

Album foto yang babe tunjukkan, merupakan album foto kuno, warnanya juga masih warna seperti album foto yang kakek dan nenekku punya.

Babe menjelaskan kalau foto itu di ambil saat dia masih kecil, dan lingkungan perkampungan masih asri, masih banyak pepohonan.

Babe kemudian menyerahkan sebuah foto padaku.

Foto yang babe tunjukkan, adalah foto sebuah pohon besar dan ranting-ranting yang menjuntai.

Jenis pohon yang sama persis, seperti pohon yang aku lihat, saat aku terseret masuk ke dalam hutan yang ada di sebelah kanan danau, hanya saja tidak ada pintu yang terlihat di antara pohon tersebut.

Pohon yang sangat serupa seperti ingatan yang kumiliki.

"Pohon in be yang saya lihat di dalam hutan", ujarku pada babe.

"Pohon ini dulu ada di seberang rumah, yang sekarang jadi rumah yang kamu tempati", ujar babe menjelaskan padaku.

"Jadi rumah tante mirna portal", tanya yoga pada babenya.

"Iya, tapi yang tunggu portalnya udah pergi, jadi semua makhluk bisa bebas keluar masuk", ujar babe.

"Alasan lain kenapa kamu bisa melihat beberapa dari mereka, karena pundakmu pernah di tepuk oleh penunggu portal", ujar babe.

Aku pada kesimpulan bahwa yang menepuk pundakku dan mengatakan "pulang", saat aku di hutan adalah si penunggu portal.

"Jejak tangan itu akan selalu menempel di pundak kamu lis, jadi kamu akan lebih mudah lihat makhluk halus saat kamu tinggal di tempat yang ada portalnya", ujar babe.

"Kalau tempat yang saya tinggali bukan portal, saya nggak bisa lihat mereka atau diganggu oleh mereka be", tanyaku pada babe.

"Enggak, karena dari kecil, kamu dijaga oleh kakek kamu, kakek kamu juga kirim penjaga buat kamu", ujar babe.

"Maksudnya ada makhluk lain yang jagain saya be", tanyaku pada babe.

"Iya, dan itu adalah sahabat kakek kamu lis, sangat baik makhluk itu pada kamu, kalau kamu tidak ada yang jaga, mungkin kamu akan mengalami peristiwa yang lebih parah", ujar babe.

Rasa lega menyelimuti hatiku, karena aku tidak perlu takut untuk mengalami peristiwa yang lebih buruk dari yang aku alami di rumah tante mirna.

"Kakek masih sehat lis", tanya babe.

"Udah wafat be, lima tahun lalu", jawabku.

Babe hanya menganggukkan kepalanya, dan meminum kopi yang ada di depannya.

"Sekarang yang penting kamu doa aja, selama kamu nggak tunjukkin rasa takut kamu, mereka secara perlahan, pasti akan berhenti gangguin kamu", ujar babe.

Aku kemudian mengucapkan terimakasih pada babe, karena sudah memberiku penjelasan mengenai peristiwa yang kualami.

Babe lalu pamit untuk istirahat ke kamarnya, dan aku langsung pulang kerumah dengan bingkisan plastik hitam berisi makanan, memenuhi tanganku.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!