Mereka Kembali

Baru sebentar tante mirna dan kedua anaknya berangkat ke pondok pinang, tak terasa langit sudah gelap.

Malam ini aku berencana untuk menonton drama korea yang lagi ramai di perbincangkan.

Bayu menemaniku di telvon saat aku makan malam.

Dia menceritakan mengenai penyesalan dia, yang dulu memilih untuk tidak melanjutkan kuliah.

"Ku bilang juga apa, coba dulu kamu kuliah, kamu udah bisa jadi engginer sekarang yu", ujarku pada bayu.

"Itu dia, nyesel banget aku sekarang, kenapa dulu nggak dengerin kamu", jawab bayu.

Bayu kemudian mulai bercerita soal rumah tangganya yang hampir karam.

Menurut bayu, istrinya tidak bisa mengerti bayu.

"Pertahaninlah, itukan perempuan yang kamu pilih, kasihan anak kamu kalau kamu cerai", ujarku menasehati bayu.

"Nggak tau lah, setiap aku pulang, kita pasti berantem terus, capek aku", ujar bayu.

Bayu bilang, kalau istrinya mengeluh karena bayu jarang ada di rumah, karena harus sering bekerja dari satu proyek ke proyek lainnya.

Menurut bayu, istrinya juga tidak akur dengan ibu ataupun kakaknya, hal itu membuat bayu ada di posisi sulit.

"Ya kamu belain istri kamu lah", ujarku pada bayu.

"Kalau dia bener ya pasti aku belain, kalau dia cari ribut terus sama ibu sama kakakku, masa aku nggak belain ibuku yang udah ngelahirin aku", jawab bayu dengan sewot.

"Ya kan istri nomer satu", ujarku lagi pada bayu.

Bayu hanya diam dan tidak menjawab.

Telvon ku akhiri dengan bayu, karena bayu mulai merasa menyesal, karena dulu sudah memilih perempuan lain.

Aku tidak ingin terlarut dengan penyesalan masa lalu dari bayu.

Aku juga tidak ingin memiliki rasa iba pada bayu akan permasalahan rumah tangganya.

Menyalakan komputer bian, kulakukan setelah aku membereskan makan malamku.

Setelah komputer menyala, aku langsung membuka facebook, dan mulai menulis status di halaman facebookku.

Setelahnya, aku membalas twitter teman-temanku.

Kemudian aku mulai membuka portal website untuk menonton film, atau drama korea.

Episode yang aku tonton, baru berjalan tiga puluh menit saat aku mendengar bunyi barang jatuh dari ruang tamu.

Tanpa perasaan curiga atau apapun, aku berjalan ke ruang tamu sambil membawa handphoneku.

Di ruang tamu rumah tante mirna, memang ada lukisan laut dengan ukuran lumayan besar, menempel di tembok sebelah kanan.

Aku khawatir kalau yang jatuh adalah lukisan itu, karena mungkin talinya sudah tidak bisa menahan beban bingkai lukisan tersebut.

Begitu aku masuk ke ruang tamu, lukisan laut yang aku kira jatuh, masih utuh, hanya berayun sedikit.

Aku lalu melihat sekeliling, dan tidak menemukan benda apapun yang jatuh di lantai.

Suaranya yang kencang, tidak mungkin datang dari benda kecil yang jatuh.

Aku kemudian teringat semua gangguan sebelumnya, aku langsung berlari masuk ke kamar tante mirna dan mengunci kamarnya.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam saat aku melihat handphoneku.

Selama satu jam terdiam di kamar tante mirna, aku tidak mendengar suara apapun lagi, tapi aku masih belum berani keluar dari kamar.

Dua jam berlalu, aku kemudian memberanikan diri keluar dari kamar, untuk mematikkan komputer bian.

Sambil berlari aku ke kamar bian untuk mematikan komputer bian.

Begitu aku ingin kembali ke kamar tante mirna, pintu dapur belakang di gedor dengan sangat kencang.

Aku langsung berlari ke kamar tante mirna dan mengunci pintunya.

Aku berusaha menelvon tante mirna, bian, dan seli, tapi tidak ada satupun yang menjawab telvonku.

Akses untuk masuk ke dapur belakang, hanya dari dalam rumah, jadi mustahil kalau manusia yang menggedor pintu dapur belakang.

Kalaupun itu binatang, dia sepintar apa sampai bisa membuat suara gedoran pintu yang sangat kencang.

Aku terdiam di kamar tante mirna sambil berusaha mengingat semua doa yang mungkin bisa menenangkan isi rumah.

Setelah dua bulan tenang, mereka kembali memberikan malam yang mencekam untukku.

Rasa takut yang membuncah mulai merayap di setiap denyut nadiku.

Tiga puluh menit kemudian, lampu kamar tante mirna mati, ruangan menjadi gelap gulita.

Suara besi yang di tarik dari lantai mulai terdengar.

Aku langsung menutup telingaku, karena suara tersebut, seperti berderit persis di dalam telingaku.

"Mungkin itu meja panjang yang di tarik", pikirku dalam hati.

Suara tarikan besi, terdengar sampai lima belas menit, kemudian di susul dengan suara seperti piring yang berjatuhan dari rak lemari.

Semua suara itu terasa hanya sejauh lima sentimeter dari telingaku.

Semuanya kembali tenang, seolah-olah seperti semua piring seluruhnya sudah terjatuh.

Hening kemudian datang, dan aku langsung melepaskan tangan dari telingaku.

Rasa lelah menyergapku, aku yang semula duduk di tengah tempat tidur, mulai mengambil bantal, memeluknya lalu aku berbaring.

Fisikku terasa sangat lelah, tapi mataku masih segar dan terbuka lebar, jiwaku juga masih siaga.

Dua puluh menit dalam keheningan, yang aku harap gangguan itu berakhir, suara benda jatuh kembali terdengar.

Kali ini di susul dengan suara seperti meja yang di lempar.

Di tengah kebisingan suara di ruang tamu, juga mentalku yang mulai jatuh, handphoneku kemudian berbunyi.

Suara di ruang tamu langsung berhenti, dan keheningan kembali menyeruak, saat aku melihat layar handphoneku.

Ibuku yang menelvon, dan aku langsung menjawab telvon darinya.

Aku mendengar suara tangis ibuku, kemudian aku melihat jam di handphoneku, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

"Iya bu", jawabku pada ibuku yang masih menangis.

"Kamu dimana, ibu barusan mimpiin kamu jatuh ke sumur yang dalem banget", ujar ibuku sambil terisak.

"Aku di kontrakan, ini udah malam bu, ibu tenang ya", ujarku pada ibu dengan lembut.

Ibu masih terus menangis, aku dengan lembut berusaha menangkan ibuku.

"Ibu istirahat ya, aku baik-baik aja kok", pintaku pada ibu.

"Kamu kapan mau pulang", tanya ibu padaku.

"Secepatnya aku pulang", jawabku pada ibu.

Setelah ibu berhenti menangis, aku meminta ibu untuk kembali beristirahat karena sudah larut malam.

Kelegaan langsung menyapa hatiku, dan nafas berat langsung ku hembuskan.

Tak lama, aku mendengar suara yang datang dari rumah sebelah.

Suaranya persis seperti di balik tembok kamar tante mirna.

Malah menurutku, suaranya terdengar seperti kita ada di satu ruangan yang sama, dan hanya disekati oleh papan kayu.

Suara pintu tua yang berderik karena di buka, di ikuti dengan suara seorang wanita.

"Pak udah malam, matiin tv nya", ujar suara ibu tersebut.

Suara televisi dengan siaran sepak bola mulai kudengar.

"Iya nanti bu", jawab si bapak.

Percakapan kedua orang yang aku asumsikan sebagai suami istri, membuatku merasa sangat lega.

Paling tidak aku merasa memilki teman yang menemaniku, meski hanya dari balik tembok.

Kelelahan akibat gangguan selama lima jam, membuatku tertidur dengan cepat.

"Please aku capek banget", gumamku sambil memejamkan mataku.

Hawa kamar tante mirna yang cukup panas, dan terangnya lampu kamar tante mirna yang kembali menyala, membuatku tak berpikir ulang untuk menidurkan pikiranku yang lelah.

***

Terpopuler

Comments

Lexjulia

Lexjulia

iya ini 70% true story

2022-07-30

0

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Duh,aku gak bayangin aku di posisi Lisa bisa pipis di celana aku kali 😖🙄

2022-07-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!