Menari

Aku tidak membenarkan mengenai tingkah laku tante mirna, tapi aku juga tidak ingin menghakimi, atau mengoreksi tante mirna.

Aku yakin tante mirna punya alasan tersendiri kenapa dia melakukan hal itu.

Subuh di hari sabtu, aku sudahi dengan sedikit berolah raga.

"Mau beli sarapan di bawah nggak", ajak tante mirna padaku.

"Tante ajalah, aku bungkus aja", pintaku sambil tetap membuat gerakan perenggangan otot.

Setelah menanyakan pesananku, tante mirna kemudian keluar dari rumah.

Pagi masih belum sepenuhnya terang, matahari juga baru akan terbit sembilan puluh menit lagi.

Aku melihat tante mirna keluar dari rumah, membuka pagar, lalu berbalik ke kanan dan terpaku dengan tatapan ke atas.

Aku penasaran dengan tante mirna yang terlihat membeku, lalu aku keluar dari rumah.

Begitu aku dekat dengan pagar rumah, aku bisa melihat yoga yang ada di depan rumah, menatap ke arah yang sama seperti tatapan tante mirna.

Aku yang heran, kemudian mengikuti tatapan mereka.

Sebelah rumah tante mirna, adalah halaman kosong, sebelahnya lagi adalah gang masuk menuju warung sayuran, yang sudah menjadi langganan kami.

Di sebelah gang, ada rumah tua, yang hanya di huni oleh sepasang lansia.

Di depan rumah tua ada pohon mangga yang sangat lebat.

Tatapanku terkunci, saat aku melihat, sosok dengan pakaian putih, melayang dan menari di atas rumah tua sambil tertawa, dengan tawanya yang khas.

Rambutnya panjang, wajahnya pucat, pakaiannya putih panjang, kakinya tidak terlihat.

Setelah dia tertawa dan menari selama dua puluh detik, dia lalu melompat ke atap rumah sebelah rumah tua, lalu tertawa lagi dan menghilang di pohon mangga.

Aku langsung menutup mataku, dan menggerakan pundak tante mirna.

"Te, tante", teriakku pelan.

Tante mirna akhirnya mengedipkan matanya, begitupun dengan yoga.

Kita lalu bertiga saling tatap, dan langsung lari masuk ke dalam rumah masing-masing.

"Kunti ya", tanya tante mirna padaku saat kita sudah di dalam rumah.

"Iya te", jawabku.

Aku dan tante mirna yang masih ketakutan, akhirnya hanya duduk di sofa ruang tamu.

"Anjirr", gumam tante mirna.

"Padahal udah terang ya te", ujarku pada tante mirna.

"Maka dari itu, kok bisa-bisanya masih cekikikan di atas pohon", ujar tante mirna.

Aku kemudian beranjak dari sofa, dan berjalan ke dapur untuk membuat teh.

Aku kembali ke ruang tamu, dengan dua cangkir teh, dan satunya ku berikan pada tante mirna.

"Kok lingkungannya jadi horor ya", ujar tante mirna padaku.

Aku hanya terdiam sambil menyesap teh hangat yang ada di tanganku.

"Emang dulu nggak tante", tanyaku pada tante mirna.

"Dulu enggak, pas aku baru pindah, baru tahun yang kedua ini, rasanya banyak gangguan", jawab tante mirna.

"Besok kamu ikut ke pondok pinang aja ya", pinta tante mirna padaku.

Aku mengangguk dan menyetujui tante mirna.

Peristiwa pagi ini, jelas mengubah pikiranku untuk selalu menolak ajakan tante mirna ke pondok pinang.

Dua kali, aku mengunjungi tante maudy di pondok pinang, selama hampir satu tahun ini aku tinggal di rumah tante mirna.

Rumah tante maudy, di tinggali oleh lima orang.

Tante maudy, anak, dan suaminya, serta kedua orangtua tante maudy, yang juga orang tua tante mirna.

Ibu astuti, yang merupakan nenek dari bian dan seli, memperlakukanku dengan sangat kasar di pertemukanku yang kedua dengannya.

Hal itu membuatku trauma, dan selalu menolak ajakan tante mirna untuk ke pondok pinang.

Bukan hanya denganku, tapi dengan bian dan seli, dia juga sangat kasar, tapi entah kenapa seli tidak kapok untuk datang kerumah tante maudy setiap akhir minggu.

"Ma udah beli sarapan belum", ujar seli yang baru bangun, dan kembali melempar tubuhnya di sofa.

"Kamu ketinggalan tontonan dek", ujar tante mirna pada seli.

"Tontonan apa", tanya seli.

"Mama sama kak lisa baru aja lihat penari di atap rumah tua sebelah gang", jawab tante mirna.

"Maksudnya", ujar seli, sambil duduk.

Tante mirna kemudian menceritakan sosok kuntilanak yang kita lihat tadi pagi pada seli.

"Yang bener ma", tanya seli tidak mempercayai tante mirna.

"Kalau adek nggak percaya, tanya aja yoga, dia juga tadi liat", jawab tante mirna.

"Sel mau aku dulu apa kamu dulu yang mandi", teriak bian dari arah dapur.

"Kamu dulu aja", jawab seli dengan setengah berteriak.

Setelah seli dan bian rapi dan siap berangkat sekolah, tante mirna langsung bersiap untuk mengantar mereka sampai angkutan umum.

Aku mengantar mereka bertiga sampai depan pagar, dan langsung menyapu garasi setelahnya.

"Lis", panggil yoga dari depan rumahnya.

Aku lalu menghentikan kegiatanku dan menjawab panggilan yoga.

"Tadi lihat nggak", tanya yoga padaku.

"Iya", jawabku.

Aku kemudian membuka pagar, dan berjalan ke arah rumah yoga.

"Kamu sering lihat kunti di pohon itu", tanyaku pada yoga.

"Enggak, baru kali ini aku liat, suer", jawab yoga.

"Kata tante mirna kalian sering di ganggu ya di rumah", tanya yoga padaku.

"Iya nih, aku sampai capek banget, kaya kekuras gitu energiku, terus jadi mikir, aduh malam ini apalagi ya", ceritaku pada yoga.

"Kamu kan udah lama tinggal di lingkungan ini, kok bisa sih ga, rumah kontrakan tante mirna jadi serem", tanyaku pada yoga.

"Aku juga nggak tau, nanti coba deh aku tanya sama babeku", jawab yoga.

"Kalau rumah kamu gimana ga", tanyaku lagi pada yoga.

"Rumah mah aman, nggak ada yang aneh-aneh, tapi malah aku suka serem liat orang-orang yang kumpul di rumah hijau itu", ujar yoga, sambil menunjuk rumah bercat warna hijau di dalam gang.

Aku kemudian menjelaskan mengenai perasaan yang sama, setiap aku berpas-pasan dengan salah satu dari mereka setiap aku pergi ke warung sayur.

"Mereka itu setiap natap serem", ujar yoga padaku.

"Iya ga, aneh ya, padahal harusnya kita adem kalau ngelihat orang yang pakai cadar dan agamis gitu, tapi kok ngelihat mereka langsung merinding ya", ujarku pada yoga.

Yoga hanya bergidik, entah mengingat apa.

Aku kemudian menceritakan peristiwa yang aku alami setelah melihat sosok di kamar bian.

"Masa sih lis", tanya yoga tidak percaya.

"Suer ga, jam sebelas malam, terus si bapak, yang pakai baju sama persis, yang aku lihat pas seli pulang sekolah, dia cuma berdiri, diam sambil kayak komat kamit gitu", jawabku menjelaskan pada yoga.

"Kamu nggak coba tanya aja ke mereka, mungkin mereka tau", ujar yoga sambil menunjuk salah satu perempuan bercadar yang berjalan di dalam gang.

"Enggak ah, nggak berani aku", jawabku pada yoga.

Obrolanku dan yoga, kuakhiri, saat aku melihat tante mirna berjalan ke arah kita sambil membawa plastik hitam.

"Pagi-pagi udah ngegosip aja", ujar tante mirna padaku dan yoga, saat dia sudah dekat dengan kami.

"Ceritain yang nari tadi pagi te", ujar yoga pada tante mirna.

Tante mirna lalu mengajakku masuk ke dalam rumah, untuk sarapan bersama, sebelum beberes rumah.

***

Terpopuler

Comments

Lexjulia

Lexjulia

terimakasih

2022-07-26

0

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Sumpah....horor banget

2022-07-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!