Bulan juni

Bulan ramadhan jatuh di bulan juni tahun 2015.

Rumah sepi, hanya ada aku dan tante mirna, tapi tante mirna baru pergi ke rumah tante maudy dua hari lalu.

Ada rasa takut saat aku sendiri di rumah, tapi aku tidak punya pilihan, selain menelan rasa takutku.

Semenjak bian melihat sosok yang ada di kamarnya, kami selalu tidur bersama di kamar tante mirna.

Saat aku di rumah sendiri, aku juga lebih memilih tidur di kamar tante mirna, daripada harus tidur di kamar seli.

Bulan ramadhan biasa aku isi dengan sahur mepet waktu imsak, dan berbuka puasa dengan hunting jajanan ramadhan di sekitar rumah.

"Sendiri lagi di rumah", tanya yoga pemilik lapak jajanan ramdhan.

"Iya", jawabku.

"Tante kemana", tanya yoga lagi, sambil membungkus jajanan yang aku tunjuk.

"Biasa ke pondok pinang", jawabku.

Aku lalu mengucapkan terimakasih pada yoga, dan berjalan kembali ke rumah.

Perkampungan di area rumah tante mirna, memang sangat ramai, karena kebanyakan adalah penduduk lokal yang tinggal.

Yoga sendiri tinggal di rumah, yang ada di sebelah kebun kosong, di seberang rumah tante mirna.

Ayahnya berjualan bakso di rumahnya, dan yoga berjualan jajanan di pertigaan, yang tidak jauh dari rumahnya.

Begitu sampai rumah, aku langsung menyalakan lampu garasi dan teras.

Tak lama adzan maghrib berkumandang, aku langsung berbuka puasa, dan setelahnya langsung sholat maghrib.

Malam sebelum tidur, aku membaca novel di kamar tante mirna.

Mataku masih belum lelah, padahal sudah hampir tengah malam.

Kemudian aku mulai mendengar suara seperti pajangan yang jatuh di ruang tamu, tapi aku tidak berani keluar untuk melihat, dan memastikan apa yang terjadi.

Aku memilih untuk mulai berdzikir, dan menutup mataku.

Selama satu jam, suara barang berjatuhan terus terdengar dari arah ruang tamu.

Aku juga mendengar kaki besi penyangga meja panjang berderit.

Aku berulang kali membaca ayat kursi, sampai akhirnya aku tertidur.

*

Aku terbangun saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

"Nggak sahur deh", gumamku dalam hati.

Aku tidak tahu pukul berapa aku tidur, sampai aku kesiangan, melewatkan sahur dan sholat subuh.

Aku beranjak dari tempat tidur, membuka kunci pintu kamar tante mirna, lalu keluar dari kamar.

Setelah mematikan semua lampu, aku langsung berjalan ke ruang tamu.

Ruang tamu terlihat tertata rapi, masih sama seperti terakhir kali aku lihat, sebelum masuk ke kamar tante mirna.

Tidak ada barang yang berserakan, ataupun yang berjatuhan.

Hanya piring biru yang jatuh dari penyangganya, pajangan yang lain, masih di tempat yang sama.

Malam mencekam yang harus aku lalui semalam, sudah terjadi beberapa kali, terutama saat aku sendiri, ataupun saat tante mirna sendiri di rumah.

Saat kami berdua di rumah, atau saat seli dan bian ada di rumah, rumah selalu tenang di malam hari.

Keributan itu mulai terjadi, setelah bian melihat sosok yang ada di kamarnya.

Biasanya terjadi setiap kamis malam, atau senin malam, hari lainnya selalu tenang.

Semenjak seringnya gangguan saat tengah malam, aku selalu masuk kamar tante mirna setelah sholat isya.

Aku menyiapkan mental, dan juga keperluanku supaya aku tidak perlu keluar dari kamar, lewat jam delapan malam.

Setelah meletakkan piring biru kembali, aku langsung menuju dapur, dan mulai bersih-bersih rumah.

Aku masuk ke kamar bian, sekitar pukul satu siang, tak lupa aku menyalakan lampu kamarnya.

Aku tahu, sosok itu ada di kamar bian, tapi sosok itu tidak pernah memperlihatkan dirinya di siang hari.

Aku biasanya hanya memakai komputer bian sampai jam lima sore, lalu menutup pintu kamarnya sepanjang malam, begitu aku selesai.

Saat aku sendiri, semua lampu juga aku nyalakan, karena itu, token listrik jadi lebih boros.

"Permisi", teriak suara dari luar rumah.

Aku langsung beranjak dari kamar bian, dan berjalan keluar rumah, untuk melihat siapa yang datang.

"Cari siapa ya", tanyaku pada anak remaja yang ada di depan rumah.

Remaja itu bernama edwin, dan dia memang sering tante mirna pakai jasanya, untuk mengantar tante mirna ke stasiun kereta, atau ke pasar modern bintaro.

"Tante mirna ada", tanya edwin padaku.

"Belum pulang tante mirna, ada apa ya", tanyaku.

"Tante mirna belum bayar ojek saya kak udah dua minggu", ujar edwin.

Setelah menanyakan nominal hutang tante mirna pada edwin, aku langsung masuk ke dalam rumah untuk mengambil uang.

"Ini, terimakasih ya", ujarku, sambil mengulurkan uang pada edwin, yang masih berdiri di pagar rumah menungguku.

"Kakak sendiri di rumah", tanya edwin padaku.

"Iya", jawabku singkat.

"Kak kalau bisa minggu depan, kakak jangan sendiri ya di rumah", ujar edwin.

"Kenapa memang", tanyaku pada edwin sambil mengerutkan keningku.

"Pokoknya jangan aja", ujar edwin dengan misterius.

"Oh itu tante mirna", ujar edwin lagi sambil menunjuk ke arah sebelah kanan.

Aku kemudian menjulurkan kepalaku keluar dari pagar, dan kulihat tante mirna sedang berjalan ke arah rumah.

"Ngapain win", tanya tante mirna pada edwin, saat tante mirna sudah di depan pagar rumah.

"Nagih", jawab edwin sambil memperlihatkan uang yang aku kasih pada edwin.

"Yaudah aku jalan dulu ya", ujar edwin lagi.

Edwin langsung berlari ke rumahnya, yang ada di belakang kebun kosong depan rumah tante mirna.

"Ni lis token listriknya", ujar tante mirna padaku, sambil mengulurkan secarik kertas.

"Semalam tenang", tanya tante mirna padaku, sambil melihatku memasukan token listrik di meteran.

"Masih sama te", jawabku pada tante mirna.

"Semalam aku mau pulang, tapi bian malah minta nonton jadi kemalaman", ujar tante mirna.

"Minggu depan tante ke rumah tante maudy lagi", tanyaku pada tante mirna, sambil mengikuti tante mirna masuk ke dalam rumah.

"Enggak, emang kenapa", tanya tante mirna padaku.

"Tadi si edwin aneh banget, masa katanya aku nggak boleh di rumah sendiri minggu depan", jawabku pada tante mirna.

Tante mirna hanya menghembuskan nafasnya, lalu masuk ke dalam kamarnya.

Aku kemudian kembali ke kamar bian untuk bermain dengan komputernya.

"Lis yoga jualan apa", tanya tante mirna padaku, sambil berdiri di depan pintu kamar bian.

"Macem-macem", jawabku.

Tante mirna kemudian berlalu dari pintu kamar bian, dan berjalan ke arah ruang tamu.

Pukul lima sore, aku dan tante mirna berjalan melihat sekeliling perkampungan, dan membeli jajanan untuk buka puasa.

Malamnya, aku menemani tante mirna di ruang tamu, dan mendengar cerita tante mirna saat dia masih remaja dulu.

*

Alarm handphoneku berbunyi, pukul empat dini hari.

Aku lalu membangunkan tante mirna untuk sahur bersama, tapi tante mirna tidak ingin sahur, dan memilih tidur kembali.

Aku keluar dari kamar tante mirna, lalu berjalan ke dapur.

Setelah mengambil makanan sahurku, aku langsung menuju ruang tamu.

Aku duduk di kursi kayu, lalu meletakkan makananku di atas meja yang berbentuk gentong, yang lubangnya di tutupi dengan kaca bundar.

Letaknya ada di ruang tamu, yang sering kita fungsikan untuk meja makan.

Aku baru meletakkan piringku, kemudian piringku bergeser sendiri ke sebelah kanan, di depan mataku.

Aku lalu mengembalikan piringku ke posisi semula, dan piringku langsung kembali bergeser sepanjang lima sentimeter lagi.

Aku kembalikan piringku seperti semula lagi, sempurna di depan mataku, lalu aku duduk, dan mulai makan.

Mentalku sudah mulai terbentuk, asalkan aku tidak melihat wujudnya, aku tidak masalah, pikirku dalam hati.

***

Terpopuler

Comments

andhis andhiz

andhis andhiz

kl aku jd c lisa, udh aku marahin tu setan. woi, laper? ambil sndiri sono, jgn maen tarik2 piring org donk😅pdhl kl kjadian bnr, yg ada lgsg ngacir aku😂

2022-07-28

0

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Gilaaaaaaaaaaaaa parah si Lisa mentalnya luar biasa loh kalo aku udah lari atau pingsan di tempat beberapa kali piring makanku di geser begitu

2022-07-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!