Bian Berkenalan

Dua minggu berlalu, setelah aku melihat sosok yang sama, seperti yang seli lihat.

Aku belum menceritakannya pada siapapun, termasuk tante mirna.

Jumat malam itu, aku baru bisa tertidur setelah adzan subuh berkumandang.

Aku bangun saat matahari sudah tinggi, lalu mematikan semua lampu rumah yang menyala.

Saat aku masuk ke ruang tamu, aku melihat piring berwarna biru yang terpajang di meja panjang ruang tamu, jatuh dari penyangganya.

Aku kemudian melihat sekitar, dan mencari tahu penyebab piring biru itu, bisa jatuh dari penyangganya.

Aku kemudian menggerakan kaki meja panjang yang terbuat dari besi, tapi gerakan yang kulakukan, tidak membuat pajangan yang ada di meja panjang, berpindah atau bergoyang.

Aku tidak ingin berpikir terlalu dalam, dan memilih berjalan ke dapur untuk membuat makanan.

Aku menutup pintu kamar bian, saat aku melewati depan kamarnya, ketika aku menuju dapur.

**

Hari ini, hari selasa, aku dalam perjalanan pulang menggunakan kereta jabodetabek, dengan tante mirna, dari pertemuan kami, dengan rekan kami di bekasi.

Kereta penuh sesak, aku yang bertubuh kecil, hampir kesulitan bernafas saat berdesakan dengan penumpang lain.

Ketika aku dan tante mirna menatap satu sama lain, kami langsung tertawa, karena kami terjebak di lautan manusia.

Kami turun di stasiun jurangmangu, lalu naik taksi.

Aku kemudian menceritakan peristiwa yang kualami dua minggu lalu, saat aku dan tante mirna dalam perjalanan pulang ke rumah.

"Jam sebelas malam lis", tanya tante mirna padaku.

"Iya te, haduh takut banget aku waktu itu", jawabku sambil bergidik mengingat peristiwa yang ku alami.

"Kamu yakin, bapak yang liatin kamu, yang tinggalnya di gang sebelah", tanya tante mirna.

"Aku nggak tau tante, dia tinggal di rumah itu atau nggak, tapi dia orang yang sama yang nutup pagar, pas seli baru pulang ke rumah", ujarku, menjelaskan pada tante mirna.

Tante mirna kemudian tenggelam dalam pikirannya.

Aku bisa menangkap kekhawatiran di wajah tante mirna.

"Sering-sering baca yasin aja bu", nasehat bapak sopir taksi pada kami.

"Lis, kamu kalau sholat, di kamar bian aja ya, biar aku sholat di ruang tamu", ujar tante mirna padaku.

Aku kemudian menyetujui tante mirna, dan taksi akhirnya berhenti di depan rumah.

Seli langsung keluar dari rumah dan membukakan pintu pagar untuk aku dan tante mirna, karena seli memang di beri pesan oleh tante mirna, untuk mengunci pagar rumah.

Setelah membayar argo taksi, kami kemudian turun, dan seli tersenyum sambil menanyakan oleh-oleh untuknya.

Aku langsung mengangkat lenganku yang membawa plastik hitam, yang berisi jajanan yang aku beli di stasiun bekasi.

Seli kemudian mencium tanganku dan tante mirna, lalu mengambil plastik hitam dari tanganku.

"Bian udah pulang sel", tanya tante mirna pada seli.

"Udah ma", jawab seli.

"Kalian udah makan", tanya tante mirna lagi pada seli.

"Aku udah ma, tapi bian katanya nunggu mama pulang, dia pengen beli nasi goreng pakdhe", jawab seli.

Begitu kita masuk ke dalam rumah, bian langsung menyapa aku dan mamanya, lalu bian meminta uang ke tante mirna, untuk membeli makan malamnya.

Setelah aku mandi dan berganti pakaian, aku kemudian sholat maghrib di kamar bian.

Aku sholat maghrib cukup mepet waktu, jadi aku menunggu adzan isya sekalian berkumandang.

Dzikir tak luput ku ucapkan, juga aku membaca surat yasin sesuai anjuran bapak supir taksi.

Bian masih makan malam di ruang tamu dengan seli, tante mirna masih di kamarnya.

Setelah salam dari sholat isyaku, aku mengucap al fatihah, kemudian aku mendengar langkah kaki bian berjalan mendekat.

Bian dengan tingginya yang hampir menyentuh pintu, berjalan sambil membawa piring kotor ke arah dapur, dia kemudian melihat ke arahku yang baru selesai sholat.

Baru dua detik bian melihatku, bian langsung berlari kembali ke ruang tamu, sambil memanggil mamanya.

Aku kemudian mengambil sajadahku, dan berjalan menghampiri bian.

Bersamaan dengan itu, tante mirna keluar dari kamarnya, dan juga masih menggunakan mukena.

"Kenapa bian", tanya tante mirna yang sudah ada di ruang tamu.

"Ma itu di kamarku apaan", tanya bian pada mamanya.

Muka bian terlihat panik dan ketakutan, dia juga masih menggenggam piring di tangannya.

Aku kemudian membuka mukenaku, dan melipatnya, lalu meminta seli untuk mengambil piring dari tangan bian.

"Ma, sumpah tadi itu apaan di belakang kak lisa", ujar bian yang akhirnya duduk.

Seli langsung berdiri di sampingku, dan berbisik padaku, kalau mungkin bian melihat sosok yang sama, seperti yang seli lihat.

"Kamu liat apaan bian", tanya tante mirna pada bian.

Tante mirna mengelus punggung bian dan berusaha menenangkan bian.

"Item semua ma yang aku lihat, di belakang kak lisa pas dia sholat", ujar bian dengan ketakutan.

Tante mirna kemudian berjalan ke arah kamar bian.

"Tolong jangan ganggu keluargaku ya, kita hidup sama-sama nggak masalah, yang penting kamu jangan ganggu", ucap tante mirna pada kamar bian yang terlihat kosong.

Bian tidak berani berjalan ke arah dapur, atau masuk ke kamarnya sepanjang sisa malam.

Kami berempat, kemudian tidur di kamar tante mirna bersama, baik aku atau bian, tidak berani tidur sendiri.

**

Satu minggu menjelang bulan ramadhan, tante mirna mengatakan kalau seli dan bian, akan puasa di pondok pinang, di rumah tante maudy, adiknya tante mirna.

"Jadi kita berdua aja dong te di rumah", ujarku pada tante mirna.

"Iya rumah tenang, nggak ada dua bocah itu", ujar tante mirna sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Mereka memang nggak papa di sana, kan yang lainnya puasa", tanyaku pada tante mirna.

Bian dan seli memang beragama nasrani, mengikuti agama almarhum ayahnya, sementara tante mirna, dia masih beragama muslim.

Dulu dia dan suaminya, menikah secara agama islam, tapi itu hanya formalitas saja, karena suami tante mirna tetap memeluk agama nasrani.

Meski tante mirna beragama islam, dia sering mendampingi suami dan kedua anaknya dulu, saat harus ibadah setiap minggu di gereja.

Setelah suami tante mirna meninggal, seli dan bian hanya ke gereja saat ada perayaan natal saja.

"Adikku santai lis, anaknya kan juga masih kecil, belum puasa, jadi biasanya mereka makan sama-sama", jawab tante mirna dari pertanyaanku.

Aku pernah menyakan pada tante mirna soal seli dan bian, kenapa tidak di tarik untuk memeluk islam.

Tante mirna menjawab, kalau itu adalah hak seli dan bian untuk membuat keputusan.

Tante mirna ingin, saat mereka sudah dewasa nanti, mereka bisa memutuskan sendiri agama apa yang ingin mereka peluk, dan mereka yakini, tanpa inervensi dari pihak manapun.

Aku sangat senang mendengar jawaban dari tante mirna saat itu, karena artinya, tante mirna tidak memonopoli keputusan kedua anaknya.

***

Terpopuler

Comments

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷

Tante Mirna sungguh bijaksana

2022-07-25

1

Martini Ayat

Martini Ayat

Krn memang tidak ada paksaan dlm agama, tp kita bisa mengarahkan dg sikap dan perbuatan

2022-07-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!