Lukman tampak terburu-buru meminum air teh di meja makan, lalu mencomot satu gorengan tahu isi yang ada di piring.
Di punggungnya tampak ransel hijau tua sudah menggantung, melengkapi penampilannya sebagai seorang siswa yang akan segera berangkat sekolah.
"Tita berarti belum akan berangkat sekolah ya Bu?"
Tanya Lukman sambil menghampiri Ibunya dan menyalaminya.
Mulutnya terlihat penuh oleh kunyahan tahu hingga bicaranya tak jelas.
"Ngomong opo sih kamu itu."
Kata Ibu jadinya.
"Lah dah, itu Tita belum akan berangkat sekolah."
Ujar Lukman.
Biasanya memang Tita berangkat sekolah dibonceng oleh Lukman, meskipun waktu Mirna masih hidup, dan rumah mereka terpisah, Lukman biasanya akan menjemput Keponakannya itu sekalian ikut sarapan di rumah Kang Mas nya karena masakan Mbak iparnya jauh lebih bervariasi dibanding Ibunya.
"Nanti saja kalau sudah lebih baikan, ditinggal Mamanya, Tita tampaknya terpukul sekali."
Kata Ibu.
"Yo wis, aku berangkat, Bu."
Pamit Lukman, Ibu mengangguk mengiyakan.
Lukman melesat keruang samping rumah untuk mengeluarkan motornya.
Di luar Mbak Ukha terlihat sedang menggendong dede bayi.
"Mbak, berangkat yo."
Kata Lukman pamit sambil naik ke atas motor.
"Pulangnya belikan kuota Man, nanti uangnya diganti."
Ujar Mbak Ukha.
"Iya Mbak, beres, yang enam puluh ribu to?"
Tanya Lukman sambil menyalakan mesin motornya.
"Iyo,"
Sahut Mbak Ukha.
Brremmm... Brrrmmmm...
Lukman pun lantas pergi dengan motornya, menjauhi halaman rumahnya.
Untuk menuju sekolah, Lukman memang biasa melewati rumah Kang Mas nya yang sudah dua hari ini tidak ditempati karena semua boyong ke rumah Ibu.
Rumah Kang Mas nya yang kebetulan ada di pinggir jalan begitu Lukman lewat pagi ini terlihat ada beberapa orang yang sedang bergerombol di depannya.
Lukman jelas jadi penasaran dengan apa yang mereka sedang lakukan di depan rumah Kang Mas nya.
Mengabaikan hari yang sebetulnya sudah mulai beranjak siang dan bisa saja Lukman akan terlambat masuk kelas, pemuda itupun membawa motornya mendekati rumah Kang Mas nya.
Melihat kedatangan Lukman, yang notabene para tetangga juga tahu betul Lukman adalah adik Yanto, maka segerombolan orang-orang itupun langsung menyapa Lukman.
Lukman turun dari motor setelah diparkirkannya motornya tak jauh dari jalan dan tepat di depan pagar rumah Kang Mas nya.
"Ada apa ini Bapak-bapak, Ibu... Ibu?"
Tanya Lukman yang menangkap ekspresi kurang enak dari mereka.
"Ini Mas,"
Salah satu tetangga bersuara,
"Mas Yanto apa tidak akan mengadakan pengajian juga di rumah ini?"
Tanya sosok laki-laki kurus berkacamata itu.
Lukman mengerutkan kening.
Sejatinya ia memang tidak terlalu paham rencana Kang Mas nya nanti soal pengajian di rumah nya sendiri ini.
"Soalnya ini Mas, kalau tidak diadakan pengajian takutnya nanti kuntilanaknya ke mana-mana."
Kata salah seorang lagi di antara mereka, sosok perempuan gemuk yang wajahnya sedikit judes.
Lukman mendengar kata kuntilanak tentu saja jadi tersinggung.
Apa maksudnya?
Kuntilanak apa?
"Maaf Bu, yang dimaksud kuntilanak itu siapa? Kenapa jadi bawa-bawa kuntilanak?"
Tanya Lukman agak kesal jadinya.
Sudah jelas kata kuntilanak itu tertuju untuk Mirna, mendiang kakak ipar Lukman yang begitu ia hormati.
Melihat Lukman sewot, akhirnya laki-laki kurus berkacamata itu kembali mengambil alih,
"Maaf Mas, bukan maksudnya kami lancang, hanya saja memang, semalam ada gangguan di sekitar sini, termasuk anak Ibu Erma ini katanya juga melihat penampakan."
Lukman menatap laki-laki kurus berkacamata itu,
Penampakan?
Penampakan apa?
Mbak Mirna?
Lukman rasanya tak ingin percaya, tapi...
**-------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Bambang Setyo
Nah jadi gosip kan
2023-12-27
0
Bintang kejora
Knp Mirna jd kuntilanak bgtu ya?! Kan kasian jdnya keluarga yg ditinggalkan 🙉🙉..
Mgknkah ada sesuatu yg diberatkan almarhumah shg msh gentanyangan?!
2022-07-07
0
juwita
mak otor tanggung jawab mak
2022-06-26
0