Gerimis tipis-tipis turun dari langit malam ini, namun acara tahlilan cukup dipenuhi tetangga yang hadir mengikuti acara tahlilan untuk mendoakan arwah almarhumah.
Yanto sendiri yang masih terlihat terpukul terlihat duduk di sudut ruangan dengan sesekali masih menitikkan air mata.
Bukan apa-apa, Yanto kali ini mengingat bagaimana saat-saat terakhir Mirna akan pergi.
Saat ia mengusap kepalanya, dan Mirna sempat menatap Yanto sembari menitipkan kedua anaknya.
"Aku titip anak-anak Mas."
Yanto merasa begitu pedih, mengingat wajah Mirna yang begitu pucat karena telah kehilangan banyak darah itu masih memikirkan anak-anak.
Sungguh kasih Ibu tak terhingga nyata adanya.
Hingga pukul setengah sembilan malam, acara tahlilan selesai, dan para tetangga pulang satu persatu.
Tinggalah Rahmat yang duduk menemani Yanto kemudian di kursi ruangan tamu yang diletakkan di teras depan rumah, karena di dalam masih digelar karpet dan tikar untuk acara tahlilan sampai tujuh hari ke depan.
"Munir tidak datang?"
Tanya Yanto pada Rahmat,
Tampak Rahmat menggeleng.
"Iya tidak tahu Yan, tadi padahal pas nunggu kamu di parkiran yang wanti-wanti terus padaku agar jangan sampai tidak datang."
Ujar Rahmat.
"Hp nya juga tidak aktif."
Tambah rahmat pula, yang semakin membuat Yanto jelas merasa penasaran.
"Nanti coba aku ke rumahnya wis, jangan-jangan sakit."
Kata Rahmat.
"Tidak usah Mat, sudah malam, mungkin dia capek. Besok saja gampang aku ke sana,"
Kata Yanto.
Rahmat pun mengangguk setuju.
"Ya baiklah."
Ujar Rahmat akhirnya.
Yanto tampak menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, sementara Rahmat yang duduk tak jauh darinya tampak mengambil satu batang rokok dari dalam bungkusan rokok yang ia bawa.
"Eaaa... Eaaa.. Eaaaaa..."
Terdengar suara dede bayi, anak Yanto.
Dede bayi yang memang di tempatkan di kamar depan itu suaranya begitu memilukan hati.
"Ibumu yang ngurus kan Yan?"
Tanya Rahmat.
Yanto mengangguk.
"Ibu sama Mbak Ukha. Mereka sangat telaten kalau untuk mengurus anak."
Ujar Yanto.
"Tita juga pindah ke sini berarti?"
Tanya Rahmat.
Yanto menggeleng.
"Tidak Mat, Tita akan ikut denganku di rumah sendiri, aku tidak mungkin tinggal sendirian di rumah itu, terlalu menyedihkan rasanya langsung sepi tanpa siapapun."
Ujar Yanto.
Rahmat mengangguk setuju.
"Ya Yan, lagipula Tita juga pasti butuh sosok orangtua di sampingnya. Setelah kehilangan Ibunya, ia secara otomatis akan membutuhkanmu dua kali lipat karena peranmu saat ini adalah menggantikan Ibu juga."
Kata Rahmat.
Yanto mengangguk,
"Kamu harus kuat Yan, demi mereka."
Kata Rahmat pula.
Yanto kembali mengangguk.
Tak lama berselang Tita yang sedang dibicarakan keluar rumah, ia tampak celingak-celinguk, Yanto dan Rahmat yang melihat Tita seperti sedang mencari sesuatu akhirnya memanggil.
Tita, gadis kecil itu pun menoleh ke arah Ayahnya yang duduk bersama Paman Rahmat.
"Kenapa Ta? Ada apa?"
Tanya Yanto pada Tita.
Tampak Tita mendekat.
Kini gerimis tipis-tipis berubah menjadi hujan, meskipun tidak begitu deras.
"Di dalam saja Tita, di luar dingin, nanti masuk angin."
Ujar Rahmat pada anak sahabatnya itu, yang telah ia anggap seperti keponakannya sendiri.
Tita tampak berdiri di samping pegangan kursi yang untuk duduk sang Ayah, ia menatap Ayahnya, lalu akhirnya berkata...
"Ayah... apa Ayah tidak dengar?"
Tanya Tita.
Yanto mengerutkan kening,
"Dengar? Dengar apa Ta?"
Tanya Yanto bingung.
Tita tampak menatap halaman rumah Neneknya yang kini diguyur hujan,
"Mama... suara Mama."
Lirih Tita.
**-------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ🇸 🇺 🇱 🇱 🇾🍒⃞⃟🦅
bukannya bayii ituu oeek ooekk
pantes ada yg ketawa ,
wong bayii nangisnya eaa eaaa ,
mama pulang nengok Dede
sampai 40 hari ya , bener ngga
2025-03-26
0
N___vt
langsung ngakak bacanya 🤣🤣
2025-02-21
0
novita setya
tita..😭😭😭mbok ojo ngono nduk..haduuh ra kuat q
2024-04-16
0