Seperti yang aku katakan ke Nita, aku sudah mendaftar untuk melanjutkan magister di Universitas terdekat untuk jurusan Magister Sains Manajemen, linier dengan ijazah sarjanaku. Aku memang tidak tertarik dengan bisnis, tetapi aku ahli dalam marketing —secara teori karena aku belum pernah memperaktekannya secara langsung dalam dunia kerja— walaupun aku pernah magang di perusahaan papa.
Aku lulus dengan summa cum laude yang membanggakan. Jadi, kenapa aku selalu gagal dalam wawancara dan masih menjadi pengangguran? Jawabannya sangat gampang sekali, karena aku tidak berminat menjadi pebisnis seperti papa dan abangku. Manajemen bukan prodi pilihanku, itu pilihan mama, jadi aku merasa tidak memiliki gairah untuk bekerja kantoran seperti abang yang gila kerja. Aku keluar dari rumah karena mama memaksaku untuk bergabung di perusahaan papa, tanpa aku pun perusahaan sudah aman terkendali di bawah pengawasan abang.
Sekarang aku hanya ingin kuliah lagi kemudian mencoba untuk mengikuti seleksi pegawai negeri yang terkenal susah di tembus karena harus bersaing dengan ribuan orang hanya untuk memperebutkan satu posisi jabatan. Kalau memang rezeki, aku akan mendapatkan posisi itu.
Aku sedang membaca buku manajemen pemasaran ketika teringat dengan aplikasi yang sudah di install Nita di ponselku. Aku benar-benar penasaran dengan aplikasi jodoh itu, apa hebatnya aplikasi itu hingga Nita terus mempromosikannya? Aku benar-benar ingin mencobanya. Kalau memang aku bertemu belahan jiwaku disana, aku akan berterima kasih dengan Nita dan membelikannya tas chanel impiannya yang berharga puluhan juta.
Aku membuka aplikasi itu lalu mengisi data diri sesuai petunjuk yang ada. Ketika memilih foto profil, aku memasang gambar sekuntum bunga tulip ungu, bunga kesukaanku. Tetapi gagal. Ternyata aku harus memasang foto wajahku supaya bisa dikenali orang yang akan berkenalan denganku secara daring. Aku mulai mencari fotoku yang paling jelek dan tidak menarik di galeri, foto yang diambil abang secara candid saat aku baru bangun dari tidur siang dan duduk dipinggir kolam renang dengan kaki menjuntai kebawah dan menggunakan T-shirt lusuh. Aku mulai paham cara menggunakan aplikasi ini setelah beberapa kali mencoba, aku hanya perlu like or dislike dengan Foto profil yang ada di layar.
Aku masih tidak percaya aku melakukan ini dan menuruti nasihat Nita untuk mencari pacar melalui daring. Sungguh, aku meragukan aplikasi ini, apa mungkin aku bisa berkenalan dengan laki-laki seperti Rogi disini? Sumpah deh, di dunia ini tidak hanya ditinggali dengan laki-laki baik-baik seperti Rogi tapi juga ditinggali dengan laki-laki penuh tipu muslihat seperti Rudi si buaya darat penghancur hati wanita, jangan sampai aku bertemu laki-laki seperti itu.
Aku terus menggeser beberapa foto yang ada di layar, beberapa ada yang aku suka dan ada juga yang tidak. Sebelum aku memberikan tanda like, aku membaca profilnya terlebih dahulu dari orang tersebut, terutama dari pekerjaannya. Aku tahu aku pengangguran, tapi aku tidak mau calon pacarku juga pengangguran. Kebanyakan pekerjaan yang aku temui influencer, entrepreneur, polisi, guru, dosen dan masih banyak lagi.
Buku yang aku baca sudah sepenuhnya terabaikan dan teronggok di sampingku karena terlalu asik memilah-milah calon pacar yang memiliki potensial hingga lupa waktu. Aku melirik jam di layar yang menunjukan pukul sebelas malam dan mata ini masih betah melek hingga larut malam.
Aku putuskan untuk menunda berburu calon pacar hingga besok dan mulai membuat konsep naskah baru yang tertunda, tapi lagi-lagi memang harus tertunda karena ketika aku ingin mengambil laptop di atas nakas, tanpa sengaja aku melihat layar ponselku yang lain menampilkan WhatsApp dari Haris dan pesan itu terkirim lima menit yang lalu.
Haris : Halo Riana, kamu Sudah tidur?
Riana : Belum.
Haris : Kenapa belum tidur? ini sudah larut malam loh.
Rian : Nggak bisa tidur
Haris : Besok kamu nge-gym?
Rian : Besok kan bukan weekend.
Ini orang gimana sih, bukannya sudah tahu aku ngegym tiap akhir pekan saja. Perasaan aku pernah bilang sama dia deh.
Haris : Aku males latihan sendiri, kamu mau nggak nemenin aku latihan?
Rian : Hmm…
Haris : Besok kamu ada acara?
Rian : Nggak ada sih tapi…
Haris : Tapi kenapa?
Rian : Aku males ngegym di hari kerja, biasany kan saat weekend.
Haris : Aku jemput di kosan kamu deh, temenin aku latihan ya
Rian : Lho bukannya besok kamu kerja.
Haris : Setelah pulang kantor, sekitar jam 5. Gimana? Mau ya
Rian : Baiklah.
Haris : Makasih sudah mau nemenin aku latihan besok aku traktir makan malam deh.
Rian : Sama2
Haris : Sudah malam, tidur gih. Besok kamu harus kuat nemenin aku latihan.
Rian : Oke.
Aku menutup percakapan dan merebahkan diri di kasur yang empuk. Benar kata Haris, besok aku harus kuat untuk menemaninya latihan dan aku tidak mau tiba-tiba pingsan karena tidak memiliki waktu tidur yang cukup jadi malam ini aku harus tidur nyenyak. Aku berusaha memejamkan mata dan tidak memikirkan apa-apa lagi, beberapa saat kemudian aku sudah memasuki alam mimpi yang indah.
∞∞∞∞
Setelah Nita pulang ke Jakarta, Haris mulai menghubungiku lagi. Beberapa kali dia mengirim pesan untuk menanyakan kabarku karena saat weekend kemaren aku latihan di sore hari jadi kami tidak bertemu. Saat itu aku memang sibuk sekali karena tenggak waktu yang sudah aku tetapkan untuk mengirimkan naskah dan aku memang tidak memiliki banyak waktu untuk nge-gym. Aku sangat menghargai usahanya untuk menghubungiku dan aku menganggap Haris ingin berteman denganku jadi aku iyakan saja ajakannya nge-gym hari ini.
Aku sedang mengenakan sneaker ketika Haris menelpon dan memberitahuku dia sudah berada di bawah. Aku segera menyampirkan tas fitness ke bahu lalu mengunci pintu kamar dan mulai menuruni tangga menuju pintu depan. Haris sudah bertengger manis diatas motornya di depan pagar saat aku mendekatinya dengan helm di tangan.
“Hai” sapaku setelah mengenakan helm di kepala.
“Ayo, nanti keburu malam” Haris menstater motor merahnya.
Aku menatap jam tangan “Ini sudah terlalu sore untuk nge-gym, kamu nggak capek? Kenapa milih latihannya jam segini?”
Haris membantuku untuk naik ke jok belakang dengan memegangi tanganku “Biasanya aku latihan sekitar jam tujuh tapi karena aku latihan bareng kamu lebih baik sekarang saja. Nanti pulangnya malah kemalaman kalau mengikuti jadwalku yang biasa, aku juga pengen mentraktirmu makan malam”
“Kamu baru saja pulang kantor kan? Nggak baik terlalu memaksakan diri. Kamu nggak kasihan sama badan kamu yang dipaksa-paksa untuk bergerak terus, bukannya malah bisa bikin kamu sakit” kataku setelah duduk manis di jok belakang.
Haris menatapku sambil tersenyum “Riana, badanku juga capek kalau duduk terus seharian di belakang meja. Aku perlu bergerak dan mengeluarkan keringat untuk menjaga kesehatanku, latihan sejam dua jam bukan masalah, aku sudah melakukannya bertahun-tahun”
“Terserah kamu saja deh, itu kan badan kamu”
“Pegangan di bahuku supaya kamu nggak jatuh” kata Haris lalu mulai melajukan motornya di jalan raya.
Selama perjalanan kami saling bercerita tentang kegiatan masing-masing. Dia akhirnya tahu kegiatanku cuma makan dan tidur di kos, sedangkan dia sibuk membanting tulang di tempat kerja. Aku juga bercerita dua bulan lagi aku bukan pengangguran yang nggak jelas kerjaannya karena aku sudah resmi menyandang status mahasiswa lagi.
Sekarang aku juga tahu pekerjaan Haris, dia seorang PNS yang bertugas di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota Yogyakarta. Haris tidak menceritakan secara lengkap job description dari pekerjaannya, tapi dilihat dari ceritanya sepertinya dia memiliki jabatan yang lumayan penting di kantornya.
Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di tempat parkir, kami berjalan bersisihan menuju escalator yang akan membawa kami ke lantai dua di salah satu mall di dekat rumahku.
“Sudah berapa lama kamu menjadi member di Fitness Center yang ada di sini?” tanyaku sambil memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarku. Walaupun sudah sore, mall ini tetap saja ramai dengan pengunjung.
“Sudah enam tahun”
“Lama juga ya” sahutku.
“Sebenarnya tempat itu usaha patungan dengan teman-temanku” kata Haris sambil melirikku.
Pandanganku langsung berputar 180 derajat kearahnya dan ekspresiku membuat Haris tertawa “Kamu bercanda!” seruku tak percaya.
“Yang bilang aku bercanda siapa?” ucapnya sambil tertawa.
“Bukan begitu, maksudku kamu beneran yang punya tempat itu?” tunjukku kearah Fitness Centre yang ada di depan kami.
“Yang punya tempat itu bukan aku, aku hanya ikut berpartisipasi saat membuka usaha ini”
“Tetap saja kamu salah satu owner nya walaupun itu usaha patungan” aku masih tak percaya sekarang aku sedang berbicara dengan pemilik Fitness Center tempatku berlatih.
Tiba-tiba saja sikap Haris berubah formal “Nona Riana, apakah anda memerlukan personal trainer untuk membantu anda berlatih?” tanya Haris sambil membukakan pintu seperti pelayan restoran “Kalau anda memerlukannya saya bisa merekomendasikan seseorang yang bisa membantu anda berlatih dan membantu anda untuk tetap sehat dengan kebiasaan anda yang jarang berolahraga” lanjutnya seperti mbak-mbak resepsionis saat menawarkan jasa.
“Tidak perlu, bapak. Saya bisa berlatih sendiri”aku tersenyum lalu melewatinya menuju loker dan meletakkan tasku di dalamnya. Aku mengganti sneaker yang aku pakai dengan sepatu olahraga yang sudah aku bawa dari rumah kemudian keluar dari ruangan loker.
Ternyata Haris sudah menungguku di luar, dia bersandar di dinding sambil memainkan ponselnya. Dia mendongak saat aku menghampirinya “Anda sungguh tidak tertarik dengan penawaran saya tadi?” ucapnya sambil menjajarkan langkah denganku.
“Saya benar-benar tidak tertarik pak, saya bisa berlatih sendiri”
“Kalau berkenan, saya bisa menjadi trainer anda” katanya tanpa memperdulikan penolakanku.
Aku menghadap kearahnya saat kami tiba di area treadmill “Jadi kamu sekarang sedang berperan sebagai owner nih ceritanya? Aku belum pernah melihat pemilik gym berkeliling menyapa pengunjung dan menawarkan jasa?”
“Kamu yang pertama” jawabnya kalem.
Aku hanya melengos menanggapinya lalu mulai melakukan pemanasan. Lima menit kemudian aku berdiri diatas treadmill untuk berjalan kemudian berlari sampai kehabisan nafas, kali ini aku berlari lebih lama dari biasanya. Aku melirik Haris yang sedang melatih otot perutnya dengan sit up dan push up.
Aku mulai menurunkan kecepatan untuk berjalan selama lima menit lalu berhenti, aku tepuk bahu Haris untuk menarik perhatiannya lalu menunjuk kearah bangku angkat beban, dia hanya mengangguk kemudian meneruskan latihannya.
Aku duduk di bangku lalu meminum suplemen yang aku bawa dari rumah. Aku memperhatikan Haris, dia terlihat sangat menikmati berolahraga.
Kenapa setiap aku melihat Haris berolahraga dan berkeringat, dia terlihat sangat seksi? Aku sampai terpesona dibuatnya. Apa karena aku sudah kelamaan menjomblo hingga setiap melihat Haris berolahraga membuatku menganga? Aku menepuk-nepuk pipiku yang memerah. Sungguh, aku bukan remaja labil yang sedang terpesona dengan cinta pertama, masa-masa itu sudah lama berlalu.
Haris menghampiriku sambil menyeka keringat dengan handuk lalu duduk di bangku yang lain “Kamu sudah menyerah atau masih mau menggunakan alat yang lain?” dia melihat jam tangannya “Kita masih punya waktu 20 menit”
“Aku ingin menggunakan static bicyle” aku sengaja memilih menggunakan alat itu karena jaraknya jauh dengan cable machine, Haris biasanya menggunakan cable machine untuk melatih otot punggungnya. Itu benar-benar berbahaya untuk kesehatan jantungku yang mulai bermasalah sejak berkenalan dengannya.
“Oke aku menggunakan alat itu saja” Haris menunjuk palang besi untuk melakukan pull up tidak jauh dari static bicyle yang akan aku gunakan. Waduh, alarm di kepalaku langsung berbunyi memberikan tanda bahaya.
Aku langsung berjalan kearah yang aku sebutkan tadi dan memilih alat yang paling jauh dari palang besi yang dipilih Haris. Aku mulai mengayuh pedal dengan kecepatan sedang, tapi mataku mulai jelalatan dan berharap melihat pemandangan bagus dari jarak pandangku.
Benar saja, aku melihat Haris melompat dan meraih palang besi itu, dengan mudah dia menggerakkan badannya naik turun bergelantungan pada palang besi itu. Itu sungguh pemandangan yang tak tertahankan, aku berusaha mengalihkan perhatian sebelum menjadi cewek dungu yang labil lalu menyoraki Haris saat tangannya bekerja pada palang itu.
Aku terus mengayuh pedal dengan sekuat tenaga dan menambah kecepatan untuk mengalihkan perhatian dari pemandangan yang baru saja aku saksikan. Ini sungguh penyiksaan, aku menyesal sudah menerima ajakan Haris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments