Dua Lilin

Dia menangis. “Aku tak percaya kau ternyata juga bisa menangis." Dia tak menggubris ucapanku.

“Mengapa kau menangis?” tanyaku. Aku benar-benar tak percaya ia menjadi menangis seperti ini. Apa mungkin hanya karena kuberikan kue coklat dia jadi begitu terharu dan air matanya meluncur? Rasanya sungguh tidak mungkin. Begitu sulit untuk percaya bahwa gadis cerewet yang selama ini kulihat begitu tegar dan keras bisa menangis di hadapanku saat ini.

“Kau punya masalah?” tanyaku heran dan ia tak mengatakan apa pun. Ia segera mengusap air matanya.

“Ini, pakailah!” Aku memberikan sapu tanganku padanya.

Tapi, ia lebih memilih untuk terus mengusap air mata dengan kedua tangannya. Sedikitpun ia tak membiarkan air mata mengalir di pipinya. Namun, sepertinya percuma karena air matanya yang deras tak bisa berhenti menetes.

“Jika ingin menangis, menangislah!” ucapku. “Tak perlu malu. Aku tak akan menceritakannya pada siapa pun.”

“Lagipula, sekarang sedang hujan. Takkan ada orang yang akan mendengar suara tangisanmu,” lanjutku saat menyadari suara hujan yang makin keras.

“Mengapa kau menangis?” tanyaku kemudian. “Apa ucapanku tadi melukai atau menyinggung perasaanmu?” tanyaku lagi.

“Aku tak bermaksud buruk,” jelasku. “Aku hanya ingin memberikan kue ini padamu. Aku kira kau akan senang.”

“Aku senang,” ucapnya segera. “Tak pernah ada orang lain selain nenek yang memberikan kue tart kepadaku sebelumnya. Kau orang pertama yang melakukannya.” Ia berkata dengan begitu serius dan aku masih tak mengerti mengapa ia menangis.

“Lalu, mengapa kau menangis?” tanyaku. “Apa kau terharu? Seorang pria tampan paripurna memberikan hadiah kue di ulang tahun ketujuh belasmu. Sweet sekali bukan? Ayo mengaku saja!” Aku berusaha membuatnya tersenyum.

“Ya, aku memang terharu,” jawabnya pelan di antara deraian air matanya. “Tapi, aku tidak menangis karena terharu olehmu,” jelasnya. “Sejujurnya aku memang ingin menangis sejak awal sebelum melihatmu. Lalu, tiba-tiba kau datang dan memberikan kue ini padaku. Kau membuatku tersentuh dan tiba-tiba aku pun tak bisa lagi menahan air mataku.”

“Aku memang cengeng,” ucapnya lalu segera menghapus air mata terakhir di sudut matanya. “Aku tak ingin menangis... Tapi, ternyata... aku selalu menangis di setiap hari ulang tahunku.”

Ucapannya membuatku segera bertanya, “Jadi, ini hari ulang tahunmu?”

“Hemhh ....” Ia tersenyum lirih lalu mengeluarkan lilin-lilin kecil dari dalam tasnya. “Tadinya aku ingin membeli kue tart ini,” ucapnya. “Tapi, ternyata aku hanya mampu membeli lilin-lilin ini.”

“Kau bisa meletakkannya di atas kue ini,” ucapku sambil segera menyodorkan kantong kue itu padanya.

Lalu, dengan sedikit ragu ia pun menerima kantong itu. "Kau sungguh-sungguh memberikannya padaku?" tanyanya.

"Ya." Aku mengangguk.

Ia pun membuka kantong itu dan mengeluarkan kue tart coklat dari dalam kotaknya. “Terima kasih,” ucapnya padaku setelah menatap kue itu.

“Tak perlu sungkan,” ucapku. “Anggap saja ini hadiah ulang tahun dariku.”

Ia terdiam sejenak. Entah apa yang dipikirkannya.

“Ayo letakkan lilin-lilin itu di atasnya!” ajakku.

Lalu, kami berdua pun meletakkan satu per satu lilin di atas kue itu dan aku pun menghitung jumlah lilin itu. “Tujuh belas,” ucapku.

“Tujuh belas tahun,” ucapnya. “Ini ulang tahun ke-17 untukku.”

“Bagaimana kita bisa menyalakan lilinnya?” tanyaku seolah tak peduli pada ucapannya.

“Aku membawa korek api.” Gadis cerewet itu  mengeluarkan korek api dari dalam tasnya.

“Wahh, kau berani sekali membawa korek api ke sekolah,” ucapku spontan. “Bagaimana jika ada rahazia?” tanyaku cemas. “Kau merokok, ya?” tuduhku.

“Tidak,” jawabnya santai. “Hanya kali ini aku membawa korek ke sekolah. Aku mempersiapkannya untuk praktek di laboraturium kimia tadi pagi,” jelasnya.

“Hehh ... Anggap saja kau sedang beruntung hari ini karena tidak ada rahazia. Jika tadi ada rahazia di sekolah, pasti namamu akan dicatat di dalam buku hitam,” ucapku sepanjang ia berusaha menyalakan seluruh lilin di atas kue.

“Berhentilah menceramahiku!” ucapnya ketus. “Lebih baik kau bantu aku menyalakan lilin-lilin ini.”

“Haaahh ... Kau ini menghidupkan lilin saja tidak bisa,” ucapku sambil merebut korek api dari tangannya.

Lalu, aku segera berusaha menyalakan lilin itu satu per satu. Tapi, ternyata sulit sekali karena suasana sedang hujan dan angin cukup kencang. Lilin-lilin itu segera padam kembali begitu berhasil dinyalakan.

“Bagaimana?” tanyanya seolah mengejekku yang sempat meremehkannya tadi.

“Jangan diam saja!” ucapku sedikit kesal. “Ayo cepat bantu aku menghalangi angin memadamkan lilin-lilin ini!”

Gadis cerewet itu pun bergegas melindungi nyala api lilin dengan kedua tangannya agar tidak padam tertiup angin. Tapi, tetap saja beberapa nyala api lilin itu segera padam. Sehingga, hanya ada dua lilin yang masih menyala dan aku terus berusaha menyalakan lilin-lilin yang lainnya.

“Sudahlah!” ucap gadis cerewet itu tiba-tiba. “Dua lilin juga sudah cukup,” ucapnya.

“Tapi ....” ucapku. “Lilin-lilin ini melambangkan usiamu.”

“Itu tidak terlalu penting,” ucapnya. “Anggap saja dua lilin ini melambangkan jumlah orang yang merayakan ulang tahunku saat ini.”

“Maksudmu kau dan aku?” tanyaku sedikit gugup.

“Ya, kita berdua. Siapa lagi?” ucapnya.

“Kita berdua,” gumamku. Entah mengapa aku merasa ada perasaan yang sedikit aneh saat aku mengatakan, “... kau dan aku.”

 “Wajahmu memerah,” ucapnya tiba-tiba.

“Akhh....” Aku terkejut dan mendadak gugup. “Itu pasti karena pantulan panas nyala api lilin ini,” ucapku berusaha menutupi rasa gugupku. “Ayo cepat tiup lilin-lilin ini sebelum angin memadamkannya!”

Gadis cerewet itu pun segera meniupnya. “Wusshh!” Api kedua lilin itu padam seketika dan aku tercengang.

“Kau tidak berdoa mengucapkan permintaan dulu?” tanyaku.

“Sudah, aku sudah mengucapkannya di dalam hati sejak tadi,” jawabnya.

“Apa?” tanyaku penasaran. “Apa permintaanmu?” Aku begitu ingin tahu.

“Hehh… Kau mau tahu saja,” ucapnya sinis.

“Hahh, tanpa kau beri tahu pun aku sudah tahu isi permintaanmu,” ucapku. “Kau pasti minta agar Tuhan menjadikanmu gadis yang cantik, populer, sukses, kaya raya, mendapatkan jodoh tampan, hidup bahagia, punya anak yang lucu-lucu, panjang umur.”

“Tidak,” ucapnya.

“Hahh, sudahlah. Mengaku saja! Aku sudah tahu.” Aku begitu yakin dengan ucapanku.

“Kau sok tahu. Kau salah besar. Aku sama sekali tidak meminta seperti itu,” tegasnya.

“Permintaanku masih sama seperti dulu. Setiap tahun aku mengucapkan permintaan yang sama.”

"Apa?" Aku begitu penasaran.

“Aku meminta … agar Tuhan menyatukan kedua orang tuaku, melimpahkan cinta kasih di antara mereka, membuat mereka hidup harmonis, saling mencintai, dan bahagia selamanya.” Ucapannya terdengar lirih.

“Hmmm, mengapa kau membuat permintaan seperti itu?” tanyaku heran. “Ini kan hari ulang tahunmu, bukan hari ulang tahun pernikahan kedua orang tuamu. Mengapa membuat permintaan seperti itu setiap tahun?”

Gadis cerewet itu hanya diam.

“Permintaanmu itu tidak sesuai tempatnya, tidak tepat pada waktunya,” gurauku. “Ini kan hari ulang tahunmu, seharusnya kau membuat permintaan untuk dirimu sendiri, bukan untuk hubungan kedua orang tuamu.”

“Lagipula, tak perlu khawatir. Orang tuamu pasti saling mencintai,” ucapku. “Apalagi kau selalu mendoakan agar hubungan mereka terus harmonis setiap berulang tahun. Tuhan pasti sudah mengabulkan permintaanmu.”

“Mungkin belum,” ucapnya pelan.

“Apa maksudmu?” tanyaku segera.

“Ibu dan ayahku tak pernah saling mencintai sejak dulu,” ucapnya.

“Hahh! Bagaimana bisa mereka menikah?” tanyaku spontan.

“Mereka dijodohkan,” jawabnya singkat dan dalam sekejap ingatannya segera tertuju pada kenangan bersama neneknya dulu.

Saat itu adalah hari pertama lebaran ketika usianya menginjak tujuh tahun. Hati kecilnya yang masih polos begitu gembira hari itu karena kesempatan untuk bisa berkumpul dengan kedua orang tuanya jarang sekali terjadi. Kesempatan itu cuma terjadi satu kali dalam setahun.

Sejak balita hanya dua hari dalam setahun gadis cerewet itu bisa berkumpul dengan kedua orang tuanya. Hanya dua hari, yakni hanya pada hari lebaran yang selalu dinanti-nantikannya.

Saat lebaran tiba kedua orang tuanya akan pulang untuk berlebaran di rumah. Setelah itu, mereka akan pergi dan tak pernah kembali lagi hingga lebaran berikutnya tiba. Selalu begitu setiap tahun. Karena itulah, gadis cerewet itu sangat bahagia hari itu dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja. Hari itu ia berencana mengajak kedua orang tuanya berkeliling bersilahturahmi bersama-sama.

“Kau sudah cantik sekali,” puji neneknya sambil mengikatkan pita di baju polkadot merahnya.

Gadis cerewet itu tersenyum. Ia sudah bersiap-siap sejak pagi. “Aku ingin jalan-jalan bersama ayah dan ibu,” ucapnya lugu.

“Iya,” ucap neneknya.

Tapi, tiba-tiba, “Prangg!” Suara pecahan kaca menghantam dengan keras.

Teriakan dan makian pun terdengar dengan jelas. Gadis cerewet dan neneknya pun bergegas menuju kamar di dekat tangga. Kedua orang tua gadis cerewet itu bertengkar hebat. Pecahan kaca berhamburan dimana-mana.

Episodes
1 Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2 Benar-Benar Cinta
3 Tangkai Pohon
4 Kakak Sepupu
5 Rumah Kenangan
6 Pria atau Wanita?
7 Pria Bodoh
8 Anak Mama Tersayang
9 Master Chef dan Asisten Koki
10 Cincin Putih
11 Ingin Pulang Bersamamu
12 Berlari Menggenggam
13 Misi Pencarianku Demi Dia
14 Tak Perlu Bertemu Lagi
15 Tidak Untuk Menjadi Teman
16 Jatuh
17 Berbohong pada Guru
18 Hati yang Patah
19 Kue Coklat
20 Dua Lilin
21 Sad Seventeen
22 Tea Timeee
23 Namamu dan Namaku
24 Senyum Pertamamu
25 Secarik Kertas
26 Bukit Sampah
27 Wanita Pertama
28 Membela Salah
29 Aku Normal
30 Tidak Suka
31 Mengecewakanmu Lagi
32 Restu Mama
33 Pernyataan Cinta
34 Tidak Kusangka
35 Seperti Mumtaz Mahal
36 Setangkai Mawar
37 Cinta Pertama
38 Paket Komplit
39 Menatap Bendera
40 Gara-Gara Gorengan
41 Tidak Mengerti Cinta
42 Kencan Pertama
43 Lelaki Manis
44 Membuat Perhitungan
45 Bunga di Taman
46 Berhati Batu
47 Menikmati Hidup
48 Rindu dan Haru
49 Pria yang Baik
50 Air dan Minyak
51 Kebingungan Rasa
52 Bergetar Hebat
53 Menikmati Kopi
54 Sebuah Kebohongan
55 Luka Sayat Hati
56 Ujian Perasaan
57 Mengakhiri
58 Coklat Perpisahan
59 Ketuk Pintu Hati
60 Aku Kakak Sepupu
61 Sedikit Bocoran Hati
62 Tidak Waras
63 Pertemuan Pandangan
64 Jangan Ganggu!
65 Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66 Kenangan Model Gandum
67 Terjebak Rasa
68 Mengikat Erat
69 Sesuatu yang Hilang?
70 Pasangan Memasang Dasi
71 Dinding Putih
72 Kemana?
73 Pria Pertama
74 Canggung
75 Seragam Putih Abu-Abu
76 Ingin Bersama
77 Pertengkaran Pertama
78 Seragamku
79 Perpisahan dan Pertemuan
80 Sebuah Permintaan
81 Pertemuan Daster dan Kemeja
82 Undangan Pernikahan
83 Mantan Terindah
84 Tembok Pagar Sekolah
85 Playboy
86 Bertahan
87 Rindu yang Tak Kutahu
88 Tiga Puluh Sembilan
89 Rakus
90 Bukan Anak Kecil
91 Wanita Bergaya
92 Masa Depan dan Masa Lalu
93 Bayi Merah
94 Sakit
95 Hanya Mimpi
96 Hidup Bahagia Tanpa Aku
97 Restoran Romantis
98 Garis Merah
99 Menagih Janji
100 Pengantinku
101 Tidak Menikah
102 Permintaan Balas Budi
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2
Benar-Benar Cinta
3
Tangkai Pohon
4
Kakak Sepupu
5
Rumah Kenangan
6
Pria atau Wanita?
7
Pria Bodoh
8
Anak Mama Tersayang
9
Master Chef dan Asisten Koki
10
Cincin Putih
11
Ingin Pulang Bersamamu
12
Berlari Menggenggam
13
Misi Pencarianku Demi Dia
14
Tak Perlu Bertemu Lagi
15
Tidak Untuk Menjadi Teman
16
Jatuh
17
Berbohong pada Guru
18
Hati yang Patah
19
Kue Coklat
20
Dua Lilin
21
Sad Seventeen
22
Tea Timeee
23
Namamu dan Namaku
24
Senyum Pertamamu
25
Secarik Kertas
26
Bukit Sampah
27
Wanita Pertama
28
Membela Salah
29
Aku Normal
30
Tidak Suka
31
Mengecewakanmu Lagi
32
Restu Mama
33
Pernyataan Cinta
34
Tidak Kusangka
35
Seperti Mumtaz Mahal
36
Setangkai Mawar
37
Cinta Pertama
38
Paket Komplit
39
Menatap Bendera
40
Gara-Gara Gorengan
41
Tidak Mengerti Cinta
42
Kencan Pertama
43
Lelaki Manis
44
Membuat Perhitungan
45
Bunga di Taman
46
Berhati Batu
47
Menikmati Hidup
48
Rindu dan Haru
49
Pria yang Baik
50
Air dan Minyak
51
Kebingungan Rasa
52
Bergetar Hebat
53
Menikmati Kopi
54
Sebuah Kebohongan
55
Luka Sayat Hati
56
Ujian Perasaan
57
Mengakhiri
58
Coklat Perpisahan
59
Ketuk Pintu Hati
60
Aku Kakak Sepupu
61
Sedikit Bocoran Hati
62
Tidak Waras
63
Pertemuan Pandangan
64
Jangan Ganggu!
65
Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66
Kenangan Model Gandum
67
Terjebak Rasa
68
Mengikat Erat
69
Sesuatu yang Hilang?
70
Pasangan Memasang Dasi
71
Dinding Putih
72
Kemana?
73
Pria Pertama
74
Canggung
75
Seragam Putih Abu-Abu
76
Ingin Bersama
77
Pertengkaran Pertama
78
Seragamku
79
Perpisahan dan Pertemuan
80
Sebuah Permintaan
81
Pertemuan Daster dan Kemeja
82
Undangan Pernikahan
83
Mantan Terindah
84
Tembok Pagar Sekolah
85
Playboy
86
Bertahan
87
Rindu yang Tak Kutahu
88
Tiga Puluh Sembilan
89
Rakus
90
Bukan Anak Kecil
91
Wanita Bergaya
92
Masa Depan dan Masa Lalu
93
Bayi Merah
94
Sakit
95
Hanya Mimpi
96
Hidup Bahagia Tanpa Aku
97
Restoran Romantis
98
Garis Merah
99
Menagih Janji
100
Pengantinku
101
Tidak Menikah
102
Permintaan Balas Budi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!