Jatuh

Aku pulang ke rumah, melanjutkan hariku dengan ceria. Tapi, mengapa aku merasa ada sesuatu yang hilang? Aku tak tahu sesuatu itu apa. Tapi, aku tahu bahwa aku tidak merasakan perasaan senang karena bisa bebas dari gadis cerewet itu. Sebaliknya, aku merasa sedikit kecewa karena semua yang aku alami harus berakhir. Padahal, bukankah aku memang ingin mengakhiri semuanya secepat mungkin.

'Mengapa perasaanku menjadi kacau?' batinku. 'Seharusnya aku bersyukur semua sudah berakhir. Tidak ada lagi gadis cerewet dan hal-hal yang menyebalkan. Aku akan kembali menjalani hidup teraturku seperti biasa –sebelum aku bertemu dengan gadis cerewet itu.' Aku berusaha memantapkan hatiku sendiri sambil menggenggam cincin Mei.

Sementara itu, pada saat yang sama gadis cerewet itu teringat pada sesuatu saat menatap ruang tamunya. Ia teringat dua hari yang lalu ia menemukan sebuah cincin putih di bawah salah satu kursi saat sedang menyapu. Lalu, ia mencoba memasukkan cincin itu ke jarinya dan berkata, “Pas sekali.” Kemudian, sambil tersenyum ia berkata dalam hati, 'Ini pasti cincin seorang perempuan.'

“Inisial M,” gumamnya ketika meraba ukiran pada cincin itu. 'Cocok sekali denganku,' batinnya.

***

Senin pagi...

Upacara bendera hampir dimulai sehingga hampir semua siswa sudah berkumpul di lapangan upacara seperti biasanya. Tapi, hari ini ada sesuatu yang berbeda. 'Tidak biasanya Mei tidak memakai topi saat akan upacara seperti saat ini,' pikirku saat melihat Mei yang berdiri di barisan tak jauh dariku.

“Mei,” panggilku sehingga ia menoleh. “Mengapa kau tak memakai topi?” tanyaku dan ia hanya terdiam.

Lalu, tiba-tiba terdengar perintah dari guru, “Bagi siswa yang tidak memakai topi atau dasi segera berbaris di samping tiang bendera!” Berkali-kali perintah itu didengungkan melalui microphone sehingga Mei tampak menjadi cemas.

“Kau tidak membawa topimu?” tanyaku kemudian sambil menatap matanya yang terlihat galau.

Ia menggigit bibirnya kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Itu sudah cukup menjelaskan padaku bahwa ia takut dihukum karena tidak memakai topi saat upacara.

Karena itu, tanpa pikir panjang aku bergegas melepaskan topiku dan memberikannya pada Mei. “Pakai ini!” ucapku. Lalu, aku pun keluar dari barisan dan berjalan menuju ke tengah lapangan untuk berbaris di samping tiang bendera.

“Rhama!” panggil Mei. “Rhama!” panggilnya lagi. Namun, aku tak peduli. 'Pakai saja, Mei,'  ucapku dalam hati. 'Tak perlu pedulikan aku.'

'Aku akan baik-baik saja,' pikirku begitu tiba di barisan siswa yang dihukum. 'Aku bahagia dihukum karenamu. Lagipula, aku tidak sendirian dihukum. Setidaknya ada tiga siswa yang berbaris bersamaku di sini,' pikirku lagi sambil menatap satu per satu siswa yang kini berbaris di dekatku.

Lalu, “Ohh, astaga!” Aku begitu terkejut ketika melihat siswi yang berbaris di sampingku. “Kau lagi,” ucapku ketika menyadari bahwa siswi itu tidak lain adalah gadis cerewet.

“Mengapa kau ikut dihukum?” tanyaku kemudian karena kulihat ia memakai topi dan dasi dengan lengkap.

“Apa urusanmu? Kita tidak saling mengenal, bukan?” ucapnya ketus. Sepertinya dia begitu memegang ucapannya untuk tidak saling mengenal lagi selamanya denganku.

“Baiklah, kita memang tidak saling mengenal,” balasku. “Aku bahkan tak tahu namamu.”

“Eehhh....” Tiba-tiba pikiranku tertuju pada kata ‘nama’. Aku melihat seragamnya sekilas. Ternyata, masih tidak ada label nama di seragamnya.

“Hohh, aku tahu,” ucapku segera. “Kau pasti dihukum karena tak ada label nama di seragammu. Benar ‘kan?”

Ia hanya diam dan segera memalingkan wajahnya. Sehingga, aku segera berkata, “Heghh, seperti yang sudah kubilang seharusnya kau mendapat hukuman dari sekolah. Ucapanku sekarang terbukti bukan?”

“Tutup mulutmu, Pria Bodoh,” bisiknya. “Upacara sudah dimulai... Apa kau tak sadar kau sedang dipelototi oleh para guru?”

“Hahh....” desahku sedikit terkejut dan ternyata benar upacara memang telah dimulai. Pembina upacara telah memasuki lapangan upacara dan aku sama sekali tidak menyadarinya.

'Mengapa aku tak menyadarinya?' pikirku heran. Padahal, bukankah kini aku sedang berbaris di tengah-tengah lapangan, tepatnya di samping tiang bendera karena sedang dihukum. 'Seharusnya aku menyadarinya.' Karena, dari tempatku berdiri situasi seluruh penjuru lapangan dapat terlihat dengan begitu jelas. Begitu juga dengan orang lain, mereka juga pasti dapat melihat seluruh gerak-gerikku dengan begitu jelas. 'Inilah salah satu risiko bagi siswa yang mendapat hukuman,' batinku.

'Risiko kedua, siswa yang mendapat hukuman harus bersiap-siap terpanggang sinar mentari pagi.' Tapi, untunglah pagi ini cuaca begitu bersahabat denganku. Langit tampak mendung sehingga mentari tak berani menampakkan dirinya. Akibatnya, udara di sekitarku terasa begitu sejuk. Sepanjang upacara angin yang membawa hawa dingin pun sejak tadi tak berhenti berhembus. 'Aku memang benar-benar beruntung,' pikirku.

'Hukuman ini menjadi tidak terlalu berat bagiku,' ucapku dalam hati sambil berusaha untuk menikmati hukuman yang kujalani dengan tersenyum.

Sementara itu, sejak tadi gadis cerewet yang berdiri di sampingku sedikitpun tidak pernah tersenyum. Bahkan, semakin lama kuperhatikan wajahnya semakin kusut dan tampak pucat. Padahal, biasanya wajah siswa lainnya akan berubah menjadi cerah saat upacara hampir selesai.

Para siswa yang menjadi pasukan Palang Merah Remaja (PMR) sekolahku -yang sejak tadi berjaga di belakang tiap barisan- pun kini dengan wajah penuh keceriaan dan kelegaan mulai berjalan meninggalkan lapangan upacara. Mereka tampak begitu senang karena tugas mereka pagi ini sudah hampir berakhir seiring dengan berakhirnya upacara. Namun, tiba-tiba, “Pengumuman! Pengumuman!” Ucapan protokol upacara tersebut membuat sebagian besar siswa segera berdesah kecewa, “Akhhh....” Karena, ucapan tersebut menandakan bahwa upacara akan langsung dilanjutkan dengan acara penyampaian pengumuman. Sehingga, para siswa belum diperbolehkan untuk membubarkan barisan.

“Semoga penyampaian pengumumannya tidak terlalu lama,” gumamku.

“Hehh, semoga saja,” ucap gadis cerewet di sampingku dengan pelan.

“Aku tidak tahan lagi.” Ia kembali berkata dengan begitu lemah.

“Aku benar-benar tidak tahan,” ucapnya lagi sambil menggerak-gerakkan kedua kakinya.

'Hekhh... Sepertinya ia tak tahan lagi untuk buang air kecil,' pikirku. Pantas saja sejak tadi keringatnya bercucuran, padahal cuaca sama sekali tidak panas.

Lalu, tiba-tiba dalam hitungan detik kulihat tubuhnya bergoyang dan, “Brukkk!” Tubuhnya roboh seketika ke tanah.

'Astaga! Ia jatuh pingsan,' pikirku panik. 'Ia harus segera dibawa ke UKS,' pikirku lagi. Tapi, semua petugas PMR sudah meninggalkan lapangan dan tandu PMR pun sudah dikembalikan ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS).

'Apa yang harus aku lakukan?' pikirku bingung dan terbengong.

“Cepat bawa ke UKS!” perintah para guru membuatku semakin panik. Akibatnya, tanpa pikir panjang aku pun segera mengangkat tubuhnya yang kurus. Aku menggendongnya lalu segera berlari menuju UKS tanpa mempedulikan situasi lapangan yang berubah menjadi riuh.

'Tubuhnya dingin sekali,' pikirku sambil terus berlari menuju UKS. Aku bisa merasakannya, meskipun keringat membanjiri tubuhnya. 'Ia berkeringat dingin,' pikirku lagi ketika telah tiba di ambang pintu UKS.

“Tolong! Ada yang pingsan,” pekikku sambil segera berjalan menuju salah satu ranjang UKS yang masih kosong. Lalu, aku meletakkan tubuh gadis cerewet itu di atas ranjang dan petugas PMR pun bergegas menolongnya.

Episodes
1 Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2 Benar-Benar Cinta
3 Tangkai Pohon
4 Kakak Sepupu
5 Rumah Kenangan
6 Pria atau Wanita?
7 Pria Bodoh
8 Anak Mama Tersayang
9 Master Chef dan Asisten Koki
10 Cincin Putih
11 Ingin Pulang Bersamamu
12 Berlari Menggenggam
13 Misi Pencarianku Demi Dia
14 Tak Perlu Bertemu Lagi
15 Tidak Untuk Menjadi Teman
16 Jatuh
17 Berbohong pada Guru
18 Hati yang Patah
19 Kue Coklat
20 Dua Lilin
21 Sad Seventeen
22 Tea Timeee
23 Namamu dan Namaku
24 Senyum Pertamamu
25 Secarik Kertas
26 Bukit Sampah
27 Wanita Pertama
28 Membela Salah
29 Aku Normal
30 Tidak Suka
31 Mengecewakanmu Lagi
32 Restu Mama
33 Pernyataan Cinta
34 Tidak Kusangka
35 Seperti Mumtaz Mahal
36 Setangkai Mawar
37 Cinta Pertama
38 Paket Komplit
39 Menatap Bendera
40 Gara-Gara Gorengan
41 Tidak Mengerti Cinta
42 Kencan Pertama
43 Lelaki Manis
44 Membuat Perhitungan
45 Bunga di Taman
46 Berhati Batu
47 Menikmati Hidup
48 Rindu dan Haru
49 Pria yang Baik
50 Air dan Minyak
51 Kebingungan Rasa
52 Bergetar Hebat
53 Menikmati Kopi
54 Sebuah Kebohongan
55 Luka Sayat Hati
56 Ujian Perasaan
57 Mengakhiri
58 Coklat Perpisahan
59 Ketuk Pintu Hati
60 Aku Kakak Sepupu
61 Sedikit Bocoran Hati
62 Tidak Waras
63 Pertemuan Pandangan
64 Jangan Ganggu!
65 Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66 Kenangan Model Gandum
67 Terjebak Rasa
68 Mengikat Erat
69 Sesuatu yang Hilang?
70 Pasangan Memasang Dasi
71 Dinding Putih
72 Kemana?
73 Pria Pertama
74 Canggung
75 Seragam Putih Abu-Abu
76 Ingin Bersama
77 Pertengkaran Pertama
78 Seragamku
79 Perpisahan dan Pertemuan
80 Sebuah Permintaan
81 Pertemuan Daster dan Kemeja
82 Undangan Pernikahan
83 Mantan Terindah
84 Tembok Pagar Sekolah
85 Playboy
86 Bertahan
87 Rindu yang Tak Kutahu
88 Tiga Puluh Sembilan
89 Rakus
90 Bukan Anak Kecil
91 Wanita Bergaya
92 Masa Depan dan Masa Lalu
93 Bayi Merah
94 Sakit
95 Hanya Mimpi
96 Hidup Bahagia Tanpa Aku
97 Restoran Romantis
98 Garis Merah
99 Menagih Janji
100 Pengantinku
101 Tidak Menikah
102 Permintaan Balas Budi
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2
Benar-Benar Cinta
3
Tangkai Pohon
4
Kakak Sepupu
5
Rumah Kenangan
6
Pria atau Wanita?
7
Pria Bodoh
8
Anak Mama Tersayang
9
Master Chef dan Asisten Koki
10
Cincin Putih
11
Ingin Pulang Bersamamu
12
Berlari Menggenggam
13
Misi Pencarianku Demi Dia
14
Tak Perlu Bertemu Lagi
15
Tidak Untuk Menjadi Teman
16
Jatuh
17
Berbohong pada Guru
18
Hati yang Patah
19
Kue Coklat
20
Dua Lilin
21
Sad Seventeen
22
Tea Timeee
23
Namamu dan Namaku
24
Senyum Pertamamu
25
Secarik Kertas
26
Bukit Sampah
27
Wanita Pertama
28
Membela Salah
29
Aku Normal
30
Tidak Suka
31
Mengecewakanmu Lagi
32
Restu Mama
33
Pernyataan Cinta
34
Tidak Kusangka
35
Seperti Mumtaz Mahal
36
Setangkai Mawar
37
Cinta Pertama
38
Paket Komplit
39
Menatap Bendera
40
Gara-Gara Gorengan
41
Tidak Mengerti Cinta
42
Kencan Pertama
43
Lelaki Manis
44
Membuat Perhitungan
45
Bunga di Taman
46
Berhati Batu
47
Menikmati Hidup
48
Rindu dan Haru
49
Pria yang Baik
50
Air dan Minyak
51
Kebingungan Rasa
52
Bergetar Hebat
53
Menikmati Kopi
54
Sebuah Kebohongan
55
Luka Sayat Hati
56
Ujian Perasaan
57
Mengakhiri
58
Coklat Perpisahan
59
Ketuk Pintu Hati
60
Aku Kakak Sepupu
61
Sedikit Bocoran Hati
62
Tidak Waras
63
Pertemuan Pandangan
64
Jangan Ganggu!
65
Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66
Kenangan Model Gandum
67
Terjebak Rasa
68
Mengikat Erat
69
Sesuatu yang Hilang?
70
Pasangan Memasang Dasi
71
Dinding Putih
72
Kemana?
73
Pria Pertama
74
Canggung
75
Seragam Putih Abu-Abu
76
Ingin Bersama
77
Pertengkaran Pertama
78
Seragamku
79
Perpisahan dan Pertemuan
80
Sebuah Permintaan
81
Pertemuan Daster dan Kemeja
82
Undangan Pernikahan
83
Mantan Terindah
84
Tembok Pagar Sekolah
85
Playboy
86
Bertahan
87
Rindu yang Tak Kutahu
88
Tiga Puluh Sembilan
89
Rakus
90
Bukan Anak Kecil
91
Wanita Bergaya
92
Masa Depan dan Masa Lalu
93
Bayi Merah
94
Sakit
95
Hanya Mimpi
96
Hidup Bahagia Tanpa Aku
97
Restoran Romantis
98
Garis Merah
99
Menagih Janji
100
Pengantinku
101
Tidak Menikah
102
Permintaan Balas Budi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!