“Apa yang kalian lihat?” Bentak gadis cerewet itu pada teman-teman sekelasnya. “Ini bukan urusan kalian,” ucapnya. Sehingga, mereka bergegas meninggalkan kami dan tanpa kusadari gadis cerewet itu pun ternyata juga telah pergi. Ia telah menyeberang jalan. Karena itu, aku bergegas mengejarnya.
“Tunggu!” ucapku.
“Tiiiii...iiiinnnn!” Klakson mobil pun bersahutan mengiringi derap langkahku menyeberangi jalan.
“Ciiiittt!” Satu mobil pun terhenti seketika karena nyaris menabrakku.
“Bodoh!” maki pengemudinya pada diriku.
Namun, gadis cerewet itu sama sekali tak peduli. Ia malah berjalan dengan begitu cepat menyusuri trotoar di sepanjang jalan yang dihiasi barisan pohon nan menghijau.
Aku mengejarnya sambil berteriak, “Tunggu!”
Tapi, ia malah mengubah gerak langkah kakinya menjadi berlari. Ia berlari begitu cepat meninggalkanku. Sehingga, aku pun harus mempercepat lariku untuk menyusulnya. Namun, tetap saja aku tak mampu mengejarnya.
'Astaga! Larinya cepat sekali,' pikirku sambil berusaha mengatur nafasku yang mulai terengah-engah. 'Aku tak sanggup,' batinku lalu segera berhenti berlari.
'Dia wanita dengan lari tercepat yang pernah kukenal,' batinku sambil memandangnya dari kejauhan. Kulihat ia mulai berhenti berlari dan berpaling sejenak menatapku. Lalu, ia kembali berjalan.
“Hooahhh! Hoahhhh! Hoaahhhh!” Nafasku masih terengah-engah. “Aku tak sanggup lagi untuk mengejarnya.” Karena itu, aku memutuskan untuk membatalkan niatku hari ini. 'Hahh, mungkin sebaiknya besok atau lusa saja aku ke rumahnya,' pikirku. “Sebaiknya aku segera pulang.”
Lalu, aku pun segera naik ke bis yang berhenti tepat di hadapanku. Aku segera duduk di bangku kosong lalu menatap keluar jendela di sampingku. Saat bis yang kunaiki melintasi gadis cerewet itu, aku sempat melihat seorang pria berpenampilan brutal menyodorkan pisau ke arahnya.
'Astaga!' pikirku kaget. 'Sepertinya orang itu preman.'
'Apa aku harus membantunya?' batinku bimbang sambil menatap barisan pohon yang mengingatkanku pada ranting pohon yang hampir melukai Reno kemarin. Saat itu gadis cerewet telah membantuku untuk lepas dari genggaman Reno dan kedua anak buahnya. 'Bagaimanapun aku berhutang budi padanya,' pikirku. Karena itu, tanpa pikir panjang aku bergegas berdiri dan menghentikan bis.
Dengan secepat kilat aku turun dari bis dan berlari menuju ke tempat gadis cerewet itu. 'Semoga belum terlambat,' pintaku dalam hati dan akhirnya aku berhenti berlari di hadapan preman itu.
“Letakkan pisaumu!” ucapku dengan nafas yang terengah.
Gadis cerewet yang membelakangiku segera menoleh. “Pria bodoh,” gumamnya spontan.
“Cepat letakkan pisaumu!” ucapku lagi.
Tapi, preman itu tak peduli. Ia malah tersenyum dan berkata dengan nada meremehkan, “Sok jagoan. Memangnya kau siapa?”
“Aku takkan membiarkanmu melukainya,” ucapku bersungguh-sungguh.
Lalu, dalam sekejap preman itu mengarahkan pisau itu tepat ke bawah daguku. Aku begitu terkejut dan spontan menangkis tangannya hingga pisau itu terlempar ke jalan. Lalu, preman itu pun menjadi begitu marah dan ingin memukul wajahku. Tapi, sebelum sempat pukulannya mengenai wajahku, aku mendengar suara, “Dukkk!”
Ternyata gadis cerewet itu memukul kepala preman itu dengan batu besar yang berada di dekat trotoar. Darah pun mengalir dari kepalanya dengan begitu cepat.
“Hahh!” Aku begitu panik dan tak tahu harus berbuat apa. Preman itu melotot begitu tajam dan gadis cerewet itu bergegas berlari seraya berteriak, “Ayo cepat lari!”
Aku pun spontan segera berlari menyusul gadis cerewet itu dan ternyata preman itu segera mengambil pisaunya lalu bergegas ikut berlari untuk mengejar kami berdua.
Aku begitu panik dan tak sempat berpikir apapun lagi selain, “Lari! Lari! Cepat lari!” Sehingga, tanpa sadar aku berhasil mendahului gadis cerewet itu berbelok ke dalam lorong yang menuju rumahnya.
Lalu, “Akkkhhhh!” pekik gadis cerewet itu tiba-tiba. Aku menoleh ke belakang dan kulihat ternyata gadis cerewet itu terjatuh. Ia berusaha segera bangkit dan kulihat preman itu sudah tak jauh lagi darinya. Karena itu, aku bergegas berlari ke arah gadis cerewet itu dan membantunya berdiri. “Ayo cepat!” ucapku seraya menarik tangannya. Lalu, kami kembali berlari tanpa henti menyusuri jalan untuk menghindari preman itu.
Aku berlari begitu kencang hingga tak sempat menyadari bahwa aku sedang berlari sambil menggenggam tangannya dengan begitu erat. Sementara itu, ia sama sekali tak punya waktu untuk memprotes dan melepaskan genggaman tanganku. Ia hanya bisa terus berlari sekencang mungkin sambil menatap tangan kirinya yang kugenggam.
“Belok kanan!” perintahnya kemudian saat kami tiba di sebuah persimpangan jalan.
“Lurus saja!” ucapnya lagi saat kami kembali menemui persimpangan jalan.
“Belok kiri!” perintahnya hingga akhirnya aku melihat sebuah lapangan luas yang kami lalui kemarin.
“Cepat! Kita harus melompati tembok itu sebelum dia melihat kita di sini,” ucap gadis cerewet itu sambil menunjuk tembok pembatas lapangan itu.
Kami pun bergegas melompati tembok itu dan bersembunyi di baliknya. Sehingga, preman itu benar-benar kehilangan jejak kami berdua.
“Hakkhh, sial!” teriak preman itu tak lama kemudian hingga terdengar ke telinga kami berdua. “Kemana mereka pergi?” ucapnya begitu kesal sambil memperhatikan jalan lurus yang terbentang panjang di hadapannya. 'Tak ada belokan,' pikirnya. 'Juga tak ada tempat bersembunyi. Bagaimana mereka bisa lenyap dalam sekejap?' tanyanya dalam hati sambil memandangi lapangan luas yang terbentang di sisi kanan jalan.
Lapangan itu lengang, tak ada seorang pun di sana. 'Sebenarnya kemana mereka pergi?' pikir preman itu heran.
Sementara itu, kami berdua yang bersembunyi di balik tembok masih cukup merasa panik dan berusaha mengatur nafas kami masing-masing.
Degup jantungku berlarian. “Hohhh... Hoahhh... Hoahhhh....” Hidungku kembang-kempis menghela nafas dan tatapan gadis cerewet itu pun sepertinya begitu terfokus pada hidungku.
“Apa yang kau lihat?” bisikku dengan nafas terengah.
Ia segera mengatupkan kedua bibirnya untuk menahan tawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu, aku segera berbisik, “Kau pasti ingin menertawakanku, ‘kan?”
“Hidungmu lucu sekali,” bisiknya kemudian sambil tertawa kecil. “Lihat! Hidungmu memekar lalu mengempis,” ucapnya sambil menunjuk hidungku. “Lucu sekali. Hikk... hikkk.... hikkkk....”
“Hoahh, kau masih bisa tertawa,” ucapku kesal sambil bergegas berusaha berdiri. “Kau benar-benar gadis aneh,” ejekku ketika telah berdiri di hadapan dirinya yang masih terduduk di tanah.
“Apa maksudmu?” tanyanya dengan segera menghentikan tawanya.
“Kau sadar kau sudah memecahkan kepala seorang manusia hingga berdarah dan kau terlihat sama sekali tidak menyesal, bahkan untuk merasa panik dan sedikit ketakutan pun tidak. Kau malah masih bisa tertawa dengan begitu santai setelah menghancurkan kepala preman itu,” ucapku kesal.
“Apa kau tidak sadar bahaya sedang mengincarmu saat ini?” tanyaku dengan tatapan serius dan gadis cerewet itu hanya terdiam menatapku. “Kau lihat preman itu begitu sadis dan nekat. Dia pasti tidak akan memaafkanmu begitu saja. Dia akan terus mengejarmu dan bukan tidak mungkin ia akan melaporkanmu ke polisi,” cerocosku. “Pikirkan! Bagaimana jika ia melaporkan tindakanmu ke polisi?” lanjutku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments