Berbohong pada Guru

Sementara itu, aku tak bisa melakukan apapun untuk menolongnya. Aku hanya bisa menatapnya dan berkata dalam hati, 'Ia benar-benar pucat. Mengerikan.'

Aku benar-benar tak menyangka ia akan pingsan. Kupikir tadi ia tak tahan untuk pergi ke toilet. Tapi, ternyata ia tak tahan untuk mengikuti upacara lebih lama lagi. 'Ternyata ia tak setangguh yang kubayangkan. Ia lemah,' batinku tanpa berhenti menatap wajahnya yang tampak begitu polos saat pingsan.

"Sebaiknya kamu keluar saja dulu," ucap salah satu petugas PMR. "Supaya kami lebih leluasa."

"Oh, iya," ucapku lalu berjalan keluar meninggalkannya. Aku sadar aku laki-laki. Petugas PMR pasti tidak leluasa untuk membuka baju dan memberikan minyak angin di badan gadis cerewet itu jika aku tetap di ruang UKS.

'Bagaimanapun juga ia tetap seorang wanita, setangguh apapun dia,' pikirku ketika telah berada di laboratorium biologi untuk mengikuti mata pelajaran pertama.

'Selama ini aku bahkan hampir lupa untuk menyadari hal itu karena ketangguhannya,' pikirku lagi sambil memandang ke luar jendela.

'Bagaimana keadaannya sekarang?' Entah mengapa tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul dalam pikiranku. Aku tak bisa berhenti memikirkannya dan terus menatap ruang UKS yang letaknya berseberangan dengan laboratorium tempatku berada, namun terpisah oleh lapangan kecil.

Lalu, tanpa banyak berpikir lagi aku segera berdiri dan berjalan mendekati Pak Sahrul, guru biologiku. Setelah itu, aku berkata, “Pak, permisi saya ingin ke toilet sebentar.”

“Hmhhh.” Pak Sahrul menganggukkan kepalanya. Sehingga, aku pun bergegas keluar dari kelas. Tapi, aku tidak menuju toilet, aku berjalan menuju UKS.

Entah setan apa yang telah menggerakkan diriku untuk berbohong dengan berpura-pura ingin pergi ke toilet. Aku tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tapi, kini aku melakukannya karena aku tak tenang, aku mengkhawatirkan gadis cerewet itu.

Sejak tadi sebenarnya aku benar-benar tak bisa berpikir dengan baik dan memfokuskan diri pada pelajaran yang diajarkan di laboratorium. Jadi, percuma saja rasanya jika aku tetap berada di dalam kelas, namun pikiranku terus mengarah pada UKS yang kini berada di hadapanku.

'Sepi sekali,' pikirku ketika menatap pintu ruang UKS. 'Kemana petugas yang berjaga?'

'Apa gadis cerewet itu masih ada di sini?' tanyaku dalam hati sambil membuka pintu dan ternyata gadis cerewet itu masih ada di dalam UKS.

Ia masih terbaring di ranjang, namun tidak lagi pingsan. Ia sudah sadar dan segera berkata, “Untuk apa kau ke sini?”

“Hmhh....” Aku bingung dan tak ingin mengatakan bahwa sebenarnya aku mengkhawatirkannya karena ia pasti akan menjadi besar kepala. Karena itu, aku mengatakan, “Kebetulan aku lewat dan sekalian saja melihatmu.”

“Oohhh....” desahnya lemah. “Kupikir kau ingin menertawakanku,” ucapnya kemudian.

“Mengapa?” tanyaku segera.

Ia menatapku lalu menjawab, “Kau pasti merasa geli saat melihatku tiba-tiba pingsan di tengah lapangan.”

“Tidak.” Aku bergegas membantah ucapannya. “Aku hanya benar-benar tidak menyangka kau akan pingsan,” ucapku.

“Kupikir tadi kau tidak tahan untuk pergi ke toilet karena cuaca dingin dan biasanya orang akan selalu ingin buang air kecil saat cuaca seperti itu,” jelasku. “Tapi, ternyata kau malah tidak tahan untuk mengikuti upacara lebih lama lagi. Padahal, cuaca sama sekali tidak panas dan biasanya orang akan lebih tahan mengikuti upacara saat cuaca tidak panas.”

“Karena itu, aku benar-benar tidak menyangka,” lanjutku. “Apa kau tadi pagi tidak sarapan sebelum upacara?” tanyaku kemudian.

“Aku sarapan setiap pagi,” jawabnya dengan polos.

“Lalu, mengapa kau tiba-tiba pingsan? Apa kau sedang sakit?” tanyaku lagi.

“Tidak,” jawabnya segera. “Aku baik-baik saja. Aku memang tidak tahan jika harus upacara di tengah cuaca dingin,” ucapnya. “Ini bukan pertama kalinya.”

Ia menatapku lalu kembali berkata, “Entah mengapa aku malah lebih kuat jika mengikuti upacara di tengah cuaca panas, bahkan sepanas apa pun cuaca itu.”

“Kau aneh,” ucapku. Ia menatapku lalu aku segera berkata, “Orang lain malah biasanya akan pingsan saat mengikuti upacara di tengah cuaca panas.”

“Aku berbeda,” ucapnya segera. “Aku tidak tahan jika harus berdiri terus-menerus tanpa duduk di tengah cuaca dingin. Udara dan angin yang berhembus akan dengan begitu cepat menusuk tulang-tulangku, membuatku merasa pusing, mual, masuk angin, dan berkeringat dingin dalam sekejap,” jelasnya.

“Ohhh,” gumamku. Kini aku baru tahu ternyata gadis cerewet di hadapanku ini tidak tahan berdiri lama di tengah cuaca dingin.

“Berarti kau lebih suka mengikuti upacara saat cuaca panas?” tanyaku kemudian.

“Tidak,” jawabnya. “Aku tidak suka upacara,” lanjutnya. “Saat cuaca panas aku memang lebih kuat mengikuti upacara. Tapi, tulang punggungku akan tersiksa.”

“Apa maksudmu?” tanyaku heran.

“Jika aku mengikuti upacara hingga selesai biasanya tulang punggungku akan terasa sangat nyeri,” ucapnya.

“Kau bersungguh-sungguh?” tanyaku kemudian.

“Tentu saja. Untuk apa aku berbohong?” ucapnya segera.

“Jika begitu kau harus segera periksa ke dokter. Sepertinya kau punya penyakit,” ucapku serius.

“Hahh ... kau ini berlebihan sekali. Aku hanya tidak tahan mengikuti upacara.” Ia sama sekali tak mau menghiraukan ucapanku.

“Sekarang pergilah! Berhenti menggangguku! Aku mau istirahat,” tambahnya.

“Heh, kau tak berhak mengusirku,” ucapku. “Ini bukan rumahmu.”

“Ya sudah, jika begitu aku saja yang pergi.” Ia berkata sambil bergegas bangkit dari ranjang UKS dengan begitu gagah. Sehingga, aku segera berkata, “Hahh ... ternyata kau sudah sembuh sejak tadi.” Ia melotot kepadaku, sedangkan aku kembali berkata, “Kau berpura-pura masih sakit agar tidak mengikuti pelajaran, ya?”

“Ini bukan urusanmu,” ucapnya sambil bergegas memasang kedua kaos kaki dan sepatunya dengan cekatan. “Kembalilah ke kelasmu!” ucapnya lagi.

“Kau juga akan kembali ke kelas kan?” tanyaku dan ia sedikitpun tak bersuara. “Kita kembali ke kelas bersama-sama saja,” ucapku. Aku khawatir ia masih pusing, tidak kuat berjalan, dan akan jatuh. Namun, gadis cerewet itu segera berlalu di hadapanku tanpa mempedulikanku.

Ia bergegas keluar dari UKS dengan cepat dan aku segera menyusulnya. “Hei, pelan-pelan saja!” ucapku sambil mengikutinya berjalan menuju kelas. Namun, ia tetap berjalan dengan begitu cepat melewati satu per satu ruangan. Lalu, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ia segera membungkukkan badan dengan meletakkan kedua tangannya di lutut.

“Hei, apa kau baik-baik saja?” tanyaku sambil menatap wajahnya yang tiba-tiba terlihat kembali pucat. “Kau sepertinya belum benar-benar sehat,” ucapku. “Seharusnya kau tetap beristirahat di UKS.”

“Sudah, diamlah!” ucapnya. “Aku harus segera kembali ke kelas. Sebentar lagi masuk jam pelajaran berikutnya. Aku harus ikut ulangan,” jelasnya.

“Kau tak perlu memaksakan diri,” ucapku. Namun, ia tak peduli. Ia segera kembali berjalan dengan cepat dan aku benar-benar mengkhawatirkannya. Hingga akhirnya, ia tiba di depan pintu kelasnya dan segera masuk ke dalamnya tanpa menoleh sedikitpun lagi padaku.

'Hehh, ia benar-benar begitu keras kepala,' pikirku. Namun, aku cukup lega karena akhirnya ia bisa sampai di kelasnya dengan selamat. Kini aku pun harus kembali ke laboratorium Biologi.

Aku mengetuk pintu tiga kali lalu segera masuk ke laboratorium. Namun, tiba-tiba Pak Sahrul segera berkata, “Lama sekali kau ke toilet." Aku hanya terdiam dan Pak Sahrul kembali berkata, “Sejak kapan toilet pindah ke ruang UKS?”

Episodes
1 Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2 Benar-Benar Cinta
3 Tangkai Pohon
4 Kakak Sepupu
5 Rumah Kenangan
6 Pria atau Wanita?
7 Pria Bodoh
8 Anak Mama Tersayang
9 Master Chef dan Asisten Koki
10 Cincin Putih
11 Ingin Pulang Bersamamu
12 Berlari Menggenggam
13 Misi Pencarianku Demi Dia
14 Tak Perlu Bertemu Lagi
15 Tidak Untuk Menjadi Teman
16 Jatuh
17 Berbohong pada Guru
18 Hati yang Patah
19 Kue Coklat
20 Dua Lilin
21 Sad Seventeen
22 Tea Timeee
23 Namamu dan Namaku
24 Senyum Pertamamu
25 Secarik Kertas
26 Bukit Sampah
27 Wanita Pertama
28 Membela Salah
29 Aku Normal
30 Tidak Suka
31 Mengecewakanmu Lagi
32 Restu Mama
33 Pernyataan Cinta
34 Tidak Kusangka
35 Seperti Mumtaz Mahal
36 Setangkai Mawar
37 Cinta Pertama
38 Paket Komplit
39 Menatap Bendera
40 Gara-Gara Gorengan
41 Tidak Mengerti Cinta
42 Kencan Pertama
43 Lelaki Manis
44 Membuat Perhitungan
45 Bunga di Taman
46 Berhati Batu
47 Menikmati Hidup
48 Rindu dan Haru
49 Pria yang Baik
50 Air dan Minyak
51 Kebingungan Rasa
52 Bergetar Hebat
53 Menikmati Kopi
54 Sebuah Kebohongan
55 Luka Sayat Hati
56 Ujian Perasaan
57 Mengakhiri
58 Coklat Perpisahan
59 Ketuk Pintu Hati
60 Aku Kakak Sepupu
61 Sedikit Bocoran Hati
62 Tidak Waras
63 Pertemuan Pandangan
64 Jangan Ganggu!
65 Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66 Kenangan Model Gandum
67 Terjebak Rasa
68 Mengikat Erat
69 Sesuatu yang Hilang?
70 Pasangan Memasang Dasi
71 Dinding Putih
72 Kemana?
73 Pria Pertama
74 Canggung
75 Seragam Putih Abu-Abu
76 Ingin Bersama
77 Pertengkaran Pertama
78 Seragamku
79 Perpisahan dan Pertemuan
80 Sebuah Permintaan
81 Pertemuan Daster dan Kemeja
82 Undangan Pernikahan
83 Mantan Terindah
84 Tembok Pagar Sekolah
85 Playboy
86 Bertahan
87 Rindu yang Tak Kutahu
88 Tiga Puluh Sembilan
89 Rakus
90 Bukan Anak Kecil
91 Wanita Bergaya
92 Masa Depan dan Masa Lalu
93 Bayi Merah
94 Sakit
95 Hanya Mimpi
96 Hidup Bahagia Tanpa Aku
97 Restoran Romantis
98 Garis Merah
99 Menagih Janji
100 Pengantinku
101 Tidak Menikah
102 Permintaan Balas Budi
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2
Benar-Benar Cinta
3
Tangkai Pohon
4
Kakak Sepupu
5
Rumah Kenangan
6
Pria atau Wanita?
7
Pria Bodoh
8
Anak Mama Tersayang
9
Master Chef dan Asisten Koki
10
Cincin Putih
11
Ingin Pulang Bersamamu
12
Berlari Menggenggam
13
Misi Pencarianku Demi Dia
14
Tak Perlu Bertemu Lagi
15
Tidak Untuk Menjadi Teman
16
Jatuh
17
Berbohong pada Guru
18
Hati yang Patah
19
Kue Coklat
20
Dua Lilin
21
Sad Seventeen
22
Tea Timeee
23
Namamu dan Namaku
24
Senyum Pertamamu
25
Secarik Kertas
26
Bukit Sampah
27
Wanita Pertama
28
Membela Salah
29
Aku Normal
30
Tidak Suka
31
Mengecewakanmu Lagi
32
Restu Mama
33
Pernyataan Cinta
34
Tidak Kusangka
35
Seperti Mumtaz Mahal
36
Setangkai Mawar
37
Cinta Pertama
38
Paket Komplit
39
Menatap Bendera
40
Gara-Gara Gorengan
41
Tidak Mengerti Cinta
42
Kencan Pertama
43
Lelaki Manis
44
Membuat Perhitungan
45
Bunga di Taman
46
Berhati Batu
47
Menikmati Hidup
48
Rindu dan Haru
49
Pria yang Baik
50
Air dan Minyak
51
Kebingungan Rasa
52
Bergetar Hebat
53
Menikmati Kopi
54
Sebuah Kebohongan
55
Luka Sayat Hati
56
Ujian Perasaan
57
Mengakhiri
58
Coklat Perpisahan
59
Ketuk Pintu Hati
60
Aku Kakak Sepupu
61
Sedikit Bocoran Hati
62
Tidak Waras
63
Pertemuan Pandangan
64
Jangan Ganggu!
65
Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66
Kenangan Model Gandum
67
Terjebak Rasa
68
Mengikat Erat
69
Sesuatu yang Hilang?
70
Pasangan Memasang Dasi
71
Dinding Putih
72
Kemana?
73
Pria Pertama
74
Canggung
75
Seragam Putih Abu-Abu
76
Ingin Bersama
77
Pertengkaran Pertama
78
Seragamku
79
Perpisahan dan Pertemuan
80
Sebuah Permintaan
81
Pertemuan Daster dan Kemeja
82
Undangan Pernikahan
83
Mantan Terindah
84
Tembok Pagar Sekolah
85
Playboy
86
Bertahan
87
Rindu yang Tak Kutahu
88
Tiga Puluh Sembilan
89
Rakus
90
Bukan Anak Kecil
91
Wanita Bergaya
92
Masa Depan dan Masa Lalu
93
Bayi Merah
94
Sakit
95
Hanya Mimpi
96
Hidup Bahagia Tanpa Aku
97
Restoran Romantis
98
Garis Merah
99
Menagih Janji
100
Pengantinku
101
Tidak Menikah
102
Permintaan Balas Budi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!