Cincin Putih

“Mungkin mama hanya lupa meletakkannnya,” ucap papa santai sambil berjalan keluar dari kamar. Papa menuju ruang makan.

“Tapi, mama selalu meletakkannya di dalam kotak make-up mama.” Mama segera menyusul papa ke ruang makan.

“Sudahlah, lebih baik sekarang kita sarapan dulu. Nanti Mama beli lagi saja yang baru,” ucap papa tak ingin ambil pusing.

Papa pun lalu segera duduk di kursi makan. Sedangkan, mama memperhatikan kursi makan lainnya yang masih kosong.

“Bi, mengapa Rhama belum sarapan? Apa dia sakit?” tanya mama panik.

“Tuan Rhama sudah pergi sejak tadi, Nyonya. Tuan membawa bekal sarapannya ke sekolah dan katanya ia berangkat lebih awal hari ini karena harus piket terlebih dahulu,” jawab bibi.

“Hah, piket,” ucap mama sinis. “Pa, sejak dulu mama ‘kan sudah melarang Rhama untuk bersekolah di sekolah biasa seperti itu. Mama lebih suka dia bersekolah di sekolah swasta unggulan, favorit, dan terkenal. Jadi, dia tidak perlu repot lagi piket membersihkan kelas berdebu seperti saat ini.”

“Sudahlah, Ma! Sekolah itu pilihannya sendiri. Papa yakin Rhama pasti lebih tahu mana yang terbaik untuknya,” ucap papa lalu menyantap potongan sandwich yang telah diirisnya dengan begitu tenang.

Sedangkan, aku saat ini sama sekali tak bisa bisa merasa tenang. Aku tak punya kesempatan sedikitpun untuk menyantap bekal sarapanku karena harus berdiri berdesak-desakkan di dalam bis. Padahal, sejak awal aku berencana akan menikmati sarapanku dalam perjalanan menuju sekolah. Tapi, ternyata hingga akan turun dari bis aku tetap tak bisa menyantapnya.

Dan, kini saat telah turun dari bis pun aku tetap tak punya waktu untuk menyantapnya karena aku harus segera mencari cincin Mei yang hilang. Aku bergegas menyeberangi jalan lalu mulai memperhatikan setiap detil permukaan aspal dan trotoar, tempat terjadinya tragedi pemukulanku kemarin siang.

Tapi, hingga hari menjelang siang pun kurasa aku tetap takkan menemukannya di sini. Aku sudah mencarinya seteliti dan sesabar mungkin hingga akhirnya aku pun merasa muak dan ingin muntah saat melihat aspal dan trotoar. Karena itu, aku memutuskan untuk berhenti mencarinya dan mulai mengingat tugas piket yang sudah menantiku di sekolah.

Sebenarnya sebagian tugas piket telah dikerjakan seusai jam sekolah berakhir kemarin siang. Jadi, pagi ini aku tidak perlu terlalu repot lagi membersihkan keas. Aku hanya harus menurunkan semua bangku di kelas dan membersihkan kaca-kaca jendela kelasku.

Aku mulai mengelap kaca jendela bagian luar kelasku dari yang paling ujung. Saat ini aku tak punya banyak waktu. Sebentar lagi bel tanda pelajaran pertama dimulai akan berbunyi dan aku harus segera menyelesaikan semua tugasku sebelum bel itu berbunyi. Karena itu, aku benar-benar serius dan fokus membersihkan kaca-kaca tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarku.

Hingga akhirnya aku menemukan sosok Mei di balik kaca jendela ketiga yang sedang kubersihkan. Mei membuyarkan semua konsentrasiku. Aku tak bisa mengabaikannya seperti orang lain. Ternyata, ia juga sedang membersihkan kaca jendela bagian dalam kelas. Dan, saat ini kami sama-sama berdiri di hadapan kaca yang sama. Kami terdiam dan saling menatap.

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku hanya terus menatapnya hingga ia menyodorkan sesuatu dari balik kaca jendela.

“Terima kasih,” ucapnya. Ia mengembalikan sapu tangan yang kuberikan kemarin.

“Hah, seharusnya kau tak perlu mengembalikannya. Ini hanya selembar sapu tangan,” ucapku sambil mengambil sapu tangan itu dari tangannya. Aku benar-benar salah tingkah.

“Mana boleh begitu. Itu barang milikmu. Aku harus mengembalikannya padamu.”

“Deg!” Jantungku tiba-tiba berdetak keras mendengar ucapannya. Aku menjadi gugup. Mei mengembalikan barang milikku, sedangkan aku tak mengembalikan cincinnya.

Apa yang harus aku lakukan saat ini? Cincin itu tak ada lagi padaku. 'Apakah aku harus mengatakannya pada Mei?' Aku berpikir keras dan hati nuraniku berkata, 'Ya, lebih baik aku mengatakannya sekarang. Aku tak mungkin akan terus menutupinya.'

“Mei....” Aku memberanikan diriku untuk mulai berbicara jujur padanya. “Sebenarnya kemarin kau menjatuhkan cincin putih berinisial M saat sedang menyeberang. Tapi, kau tidak menyadarinya. Lalu, aku memungutnya dan menyimpannya di saku celanaku. Tapi, sekarang cincin itu hilang. Aku belum bisa menemukannya. Tapi, aku akan terus berusaha mencarinya.” Aku menjelaskannya sambil menatap raut wajah ceria Mei yang tiba-tiba menjadi suram.

“Cincin itu sangat penting, Rhama. Aku benar-benar membutuhkannya,” ucapnya.

“Aku akan berusaha mencarinya kembali, Mei. Aku berjanji akan segera menemukan cincin itu dan mengembalikannya padamu,” ucapku meyakinkan Mei.

Namun, Mei tampaknya tak begitu yakin dengan ucapanku. Raut wajahnya sedikit pun tak berubah. Ia tampak begitu sedih. Bahkan, ia menggerakkan tangannya untuk mengelap kaca kembali dengan sangat pelan. Sedikitpun tak kulihat semangat dalam dirinya. Karena itu, aku berusaha menghiburnya dan membuatnya tersenyum kembali.

Aku mengikuti gerakan-gerakan tangannya pada kaca seakan tanganku adalah bayangan tangannya. Ia menatapku lalu segera menggerakkan tangannya dengan begitu cepat. Aku terus mengikutinya meski gerakan tangannya semakin lama semakin cepat dan akhirnya tangan kiriku terlihat begitu kerepotan mengikuti gerakan tangan kanannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak lalu tersenyum geli.

Di saat yang sama seorang siswi kelas 3 IPA 2 yang sedang membersihkan kaca jendela kelasnya juga menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku.

“Pria bodoh,” ucapnya. Dia adalah gadis cerewet itu. Tapi, aku sama sekali tak peduli pada tatapannya. Aku hanya terus menatap senyum Mei seraya bergumam dalam hatiku, 'Manis sekali.' Aku merasa bahagia sekali melihatnya tersenyum karena senyumannya sangat berarti bagiku.

Aku ingin selalu melihatnya tersenyum dan takkan membiarkannya bersedih, apalagi kesusahan. Namun, saat ini ia tampak begitu gelisah dan kesusahan mengerjakan soal ulangan Matematika dadakan yang harus segera dikumpul sekitar 15 menit lagi. Berulang kali kulihat dia menulis lalu mencoret dan menghapus tulisannya. Berbutir-butir keringat menetes dari dahinya yang sejak tadi terus berkerut  dan kusut.

Aku benar-benar tak tega melihatnya seperti ini. Karena itu, aku segera menarik kertas ulangan dari mejanya dan menukarnya dengan kertas ulanganku saat Pak Kohar, guru Matematika kami, membalikkan badannya.

Mei tak sempat mencegahku. Ia hanya bisa menatap cemas ke arahku. Aku tahu ini perbuatan curang. Tapi, demi Mei aku sangat rela melakukannya. Tanpa memikirkan keenam jawaban ulanganku yang belum dicek, aku segera mengerjakan keempat soal essay yang belum selesai dikerjakan Mei. Aku mengerjakannya dengan terburu-buru dan sebentar lagi semuanya akan selesai.

Namun, tiba-tiba, “Teeet... Teeeettt....” Jam pelajaran Matematika usai. Itu tandanya waktu mengerjakan soal ulangan juga sudah usai. Pak Kohar segera menyuuruh semua siswa di kelasku mengumpulkan kertas ulangannya sambil menghitung, “Satu....” Aku tak peduli pada hitungan itu. Aku terus mengerjakan soal terakhir.

“Dua....”

Episodes
1 Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2 Benar-Benar Cinta
3 Tangkai Pohon
4 Kakak Sepupu
5 Rumah Kenangan
6 Pria atau Wanita?
7 Pria Bodoh
8 Anak Mama Tersayang
9 Master Chef dan Asisten Koki
10 Cincin Putih
11 Ingin Pulang Bersamamu
12 Berlari Menggenggam
13 Misi Pencarianku Demi Dia
14 Tak Perlu Bertemu Lagi
15 Tidak Untuk Menjadi Teman
16 Jatuh
17 Berbohong pada Guru
18 Hati yang Patah
19 Kue Coklat
20 Dua Lilin
21 Sad Seventeen
22 Tea Timeee
23 Namamu dan Namaku
24 Senyum Pertamamu
25 Secarik Kertas
26 Bukit Sampah
27 Wanita Pertama
28 Membela Salah
29 Aku Normal
30 Tidak Suka
31 Mengecewakanmu Lagi
32 Restu Mama
33 Pernyataan Cinta
34 Tidak Kusangka
35 Seperti Mumtaz Mahal
36 Setangkai Mawar
37 Cinta Pertama
38 Paket Komplit
39 Menatap Bendera
40 Gara-Gara Gorengan
41 Tidak Mengerti Cinta
42 Kencan Pertama
43 Lelaki Manis
44 Membuat Perhitungan
45 Bunga di Taman
46 Berhati Batu
47 Menikmati Hidup
48 Rindu dan Haru
49 Pria yang Baik
50 Air dan Minyak
51 Kebingungan Rasa
52 Bergetar Hebat
53 Menikmati Kopi
54 Sebuah Kebohongan
55 Luka Sayat Hati
56 Ujian Perasaan
57 Mengakhiri
58 Coklat Perpisahan
59 Ketuk Pintu Hati
60 Aku Kakak Sepupu
61 Sedikit Bocoran Hati
62 Tidak Waras
63 Pertemuan Pandangan
64 Jangan Ganggu!
65 Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66 Kenangan Model Gandum
67 Terjebak Rasa
68 Mengikat Erat
69 Sesuatu yang Hilang?
70 Pasangan Memasang Dasi
71 Dinding Putih
72 Kemana?
73 Pria Pertama
74 Canggung
75 Seragam Putih Abu-Abu
76 Ingin Bersama
77 Pertengkaran Pertama
78 Seragamku
79 Perpisahan dan Pertemuan
80 Sebuah Permintaan
81 Pertemuan Daster dan Kemeja
82 Undangan Pernikahan
83 Mantan Terindah
84 Tembok Pagar Sekolah
85 Playboy
86 Bertahan
87 Rindu yang Tak Kutahu
88 Tiga Puluh Sembilan
89 Rakus
90 Bukan Anak Kecil
91 Wanita Bergaya
92 Masa Depan dan Masa Lalu
93 Bayi Merah
94 Sakit
95 Hanya Mimpi
96 Hidup Bahagia Tanpa Aku
97 Restoran Romantis
98 Garis Merah
99 Menagih Janji
100 Pengantinku
101 Tidak Menikah
102 Permintaan Balas Budi
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2
Benar-Benar Cinta
3
Tangkai Pohon
4
Kakak Sepupu
5
Rumah Kenangan
6
Pria atau Wanita?
7
Pria Bodoh
8
Anak Mama Tersayang
9
Master Chef dan Asisten Koki
10
Cincin Putih
11
Ingin Pulang Bersamamu
12
Berlari Menggenggam
13
Misi Pencarianku Demi Dia
14
Tak Perlu Bertemu Lagi
15
Tidak Untuk Menjadi Teman
16
Jatuh
17
Berbohong pada Guru
18
Hati yang Patah
19
Kue Coklat
20
Dua Lilin
21
Sad Seventeen
22
Tea Timeee
23
Namamu dan Namaku
24
Senyum Pertamamu
25
Secarik Kertas
26
Bukit Sampah
27
Wanita Pertama
28
Membela Salah
29
Aku Normal
30
Tidak Suka
31
Mengecewakanmu Lagi
32
Restu Mama
33
Pernyataan Cinta
34
Tidak Kusangka
35
Seperti Mumtaz Mahal
36
Setangkai Mawar
37
Cinta Pertama
38
Paket Komplit
39
Menatap Bendera
40
Gara-Gara Gorengan
41
Tidak Mengerti Cinta
42
Kencan Pertama
43
Lelaki Manis
44
Membuat Perhitungan
45
Bunga di Taman
46
Berhati Batu
47
Menikmati Hidup
48
Rindu dan Haru
49
Pria yang Baik
50
Air dan Minyak
51
Kebingungan Rasa
52
Bergetar Hebat
53
Menikmati Kopi
54
Sebuah Kebohongan
55
Luka Sayat Hati
56
Ujian Perasaan
57
Mengakhiri
58
Coklat Perpisahan
59
Ketuk Pintu Hati
60
Aku Kakak Sepupu
61
Sedikit Bocoran Hati
62
Tidak Waras
63
Pertemuan Pandangan
64
Jangan Ganggu!
65
Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66
Kenangan Model Gandum
67
Terjebak Rasa
68
Mengikat Erat
69
Sesuatu yang Hilang?
70
Pasangan Memasang Dasi
71
Dinding Putih
72
Kemana?
73
Pria Pertama
74
Canggung
75
Seragam Putih Abu-Abu
76
Ingin Bersama
77
Pertengkaran Pertama
78
Seragamku
79
Perpisahan dan Pertemuan
80
Sebuah Permintaan
81
Pertemuan Daster dan Kemeja
82
Undangan Pernikahan
83
Mantan Terindah
84
Tembok Pagar Sekolah
85
Playboy
86
Bertahan
87
Rindu yang Tak Kutahu
88
Tiga Puluh Sembilan
89
Rakus
90
Bukan Anak Kecil
91
Wanita Bergaya
92
Masa Depan dan Masa Lalu
93
Bayi Merah
94
Sakit
95
Hanya Mimpi
96
Hidup Bahagia Tanpa Aku
97
Restoran Romantis
98
Garis Merah
99
Menagih Janji
100
Pengantinku
101
Tidak Menikah
102
Permintaan Balas Budi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!