Aku begitu kecewa dan sesuatu yang begitu dahsyat terasa meruntuhkan semua harapan dan impianku selama ini. Aku tak dapat berkata apapun. Aku tertunduk kaku, menggenggam cincin itu dengan erat, dan rasanya dalam sekejap hatiku benar-benar menjadi remuk dan hancur. Hatiku terlalu perih saat ini dan air mataku nyaris jatuh membasahi wajah kecewaku. Aku sungguh berusaha kuat untuk menahannya.
Tapi, tiba-tiba, salah satu siswa IPS itu segera menarik kerah bajuku dan mengangkat wajahku dengan paksa. “Apa hubunganmu dengan Mei, hah?” bentaknya.
Aku tak dapat berkata apapun dan sedikitpun tak berniat untuk melawan perlakuan tak sopannya. “Kau tuli, ya?” bentaknya lagi.
Aku menatapnya dan ia segera berkata dengan keras, “Mengapa kau menatapku seperti itu, hah?”
Aku pun dengan spontan segera melepaskan tangannya dari kerahku dengan paksa dan mendorong tubuhnya. “Aku tak perlu menjawab pertanyaan apapun dari kalian,” ucapku kemudian sambil memasukkan cincin yang kugenggam ke dalam saku celana abu-abuku.
Lalu, dengan begitu cepat ketiga siswa IPS itu segera menghajarku habis-habisan. Aku tak bisa melawan mereka. Pukulan mereka terlalu keras. Mereka mengeroyokku dengan sadis dan aku sama sekali tak sempat membalas pukulan mereka.
'Seseorang tolonglah aku,' pintaku dalam hati saat menyadari situasi jalan yang tampak sepi. “Bukk!” kepalan tinju mereka menghantam wajahku hingga aku tersungkur di atas trotoar.
'Ya Tuhan, kumohon segera kirimkan seseorang untuk menolongku!' doaku.
“Dukkk!” Mereka menendangku sebelum aku sempat berdiri. “Dukk! Dukkk! Dukkk!” Berkali-kali mereka menendang tubuhku. Lalu, tiba-tiba aku melihat seseorang menyeberang jalan dengan begitu santai.
'Terima kasih, Tuhan,' gumamku lirih dalam hati saat melihat orang itu. 'Engkau mengirimkan malaikat penolong untukku.' Ia adalah gadis cerewet tadi. Ia melihat peristiwa pemukulan ini dengan jelas. Aku sangat berharap setidaknya ia dapat mencari orang untuk menolongku. Tapi, ternyata ia hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam, “Dasar bodoh!”
Ia sama sekali tak berniat menolongku. Padahal, aku sudah terkapar lemah di atas trotoar. 'Sungguh tidak berperasaan,' pikirku. Sementara itu, salah satu dari siswa IPS itu segera berkacak pinggang di hadapanku sambil mengarahkan kakinya ke daguku.
Aku membaca huruf demi huruf yang tertera di baju seragamnya. 'Reno Akbar... Namanya adalah Reno Akbar,' pikirku. 'Aku tak akan melupakan perbuatannya ini,' pikirku lagi.
Sedangkan, ia segera berkata sambil melotot, “Dengar! Mulai detik ini kau harus menjauhi Mei! Jangan pernah mendekatinya lagi!”
Lalu, tiba-tiba seseorang berkomentar, “Dasar bodoh, ternyata hanya karena masalah wanita.”
Reno dan kedua temannya bergegas membalikkan badan mereka ke arah datangnya suara. Ternyata, gadis cerewet itu baru saja berkomentar sambil membuka tutup botol air minum yang digenggamnya. Lalu, dengan begitu santai ia mereguk air minum di dalam botol itu layaknya sebuah iklan air minum mineral terkemuka.
"Greekk, greekk, greekk...." Dengan begitu tenang dan menikmati gadis cerewet itu mereguk air seteguk demi seteguk.
Sementara itu, kedua teman Reno segera berbisik, "Bos, sepertinya dia bisa dijadikan mangsa baru."
"Hmmmhh," Reno tersenyum sinis lalu dengan pelan mulai berjalan mendekati gadis cerewet itu.
Sementara itu, "Deg... deg... deg, deg, deg," Degup jantungku tiba-tiba saja berlarian, aku mendadak menjadi panik. 'Gawattt!' pikirku. 'Reno pasti juga akan menyakiti gadis cerewet itu,' batinku penuh kecemasan.
'Apa yang harus kulakukan?' tanyaku dalam hati. 'Apakah aku harus menolong gadis cerewet itu?'
Gadis cerewet itu sepertinya sedikitpun tak menyadari bahwa bahaya dan malapetaka sudah ada di depan mata. Denfan santai ia menutup botol minumnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Sedangkan, Reno semakin dekat untuk menghampirinya.
Degup jantungku pun semakin kencang seolah nyawaku yang sedang terancam. Aku tak bisa tinggal diam. Aku segera bangkit dan berteriak, "Hei, Gadis Cerewet! Cepat lari!"
Reno dan kedua temannya melotot tajam ke arahku. Tapi, gadis cerewet itu sama sekali tak menghiraukan teriakanku.
"Bodoh! Apa dia tidak merasa dirinya cerewet?" gerutuku.
"Hei, cepat lari!" teriakku kesal.
Tapi, semuanya terlambat. Usahaku sia-sia. Reno dan kedua temannya sudah ada di hadapan gadis cerewet itu.
"Kalian mau apa?" tanya gadis cerewet itu dengan begitu tenang.
"Berikan uangmu!" bentak Reno.
"Uang... aku tidak punya," jawabnya dengan santai dan lugu.
"Heh, ambil ponselnya!" perintah Reno pada kedua temannya.
"Hoh, uang pun aku tak punya, apalagi ponsel." Gadis cerewet itu terus menjawab ucapan Reno. Ia seakan-akan menganggap semua yang dialaminya saat ini hanya sebatas gurauan, tidak serius.
Tapi, Reno benar-benar serius dengan tindakannya. Ia segera menarik tas ransel gadis cerewet itu dengan paksa.
"Hei, jangan! Lepaskan!" Gadis cerewet itu berusaha mempertahankan tasnya.
Sedangkan, aku berusaha menghentikan kendaraan-kendaraan yang lewat agar ada orang yang bisa membantu menolongnya. Tapi, ternyata para pengendara kendaraan itu sendiri malah semakin mempercepat laju kendaraannya karena takit melihat penampilan wajahku yang sudah bonyok dan bengkak di sana-sini.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" tanyaku begitu panik sambil melirik ke atas.
Dan, tiba-tiba saja aku melihat sebuah tangkai pohon berukuran cukup besar yang sedikit lagi akan patah dan jatuh ke bawah menggantung di atas kepala Reno yang sibuk berusaha merebut tas gadis cerewet itu.
Angin pun tiba-tiba berhembus kencang. Aku tersentak kaget. Jantungku seakan berhenti memompa darah, mulutku menganga seketika, dan mataku hampir terloncat keluar. Tak terbayangkan betapa tragisnya kecelakaan yang akan menimpa Reno.
Tapi, tiba-tiba, "Dushhhhhh!"
Reno terpelanting cukup jauh. Gadis cerewet itu ternyata baru saja menendang perut Reno hingga ia terjatuh di atas trotoar bersamaan dengan jatuhnya tangkai pohon itu.
Reno tercengang melihat tangkai pohon itu jatuh tepat di antara kedua kakinya yang berada dalam posisi terbuka. Ia tampak begitu ketakutan. Seluruh tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin.
"Bos, apa kau baik-baik saja?" tanya kedua temannya begitu cemas.
"Heh, hmmh, hmmh-eh...." Reno hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, tanpa bisa berkata apapun. Sepertinya ia begitu kaget dan gugup.
Gadis cerewet itu pun kelihatan begitu gugup dan cemas. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.
"Kau! Beraninya kau menendang bos," bentak salah satu dari kedua teman Reno.
"Hah, maaf! Aku tidak bermaksud melakukannya," ucap gadis cerewet itu.
"Apa kau bosan hidup, hah?" tanyanya sambil membantu Reno berdiri.
"Yoga, hentikan! Cukup!" perintah Reno dengan suara keras.
"Hah!" Tak kusangka secepat itu Reno akan kembali membentak orang lain. Padahal, baru beberapa detik lalu ia terdiam, lemas, dan pucat karena tercengang. Bahkan, ia tak bisa berkata apapun tadi. Tapi, kini ia terlihat begitu gagah dan siap menganiaya orang lain kembali.
Ia berjalan mendekati gadis cerewet itu.
"Hei, apa yang akan kau lakukan?" tanyaku secara spontan sambil berlari tertatih-tatih mengejar Reno. Aku sangat takut ia akan memukuli gadis cerewet itu karena ia merasa telah dipermalukan dan ingin balas dendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments