Benar-Benar Cinta

“Hohh!” Aku begitu terkejut. Ternyata, seorang gadis dengan potongan rambut pendek berdiri tepat di hadapanku sambil memegang sebuah sapu ijuk dengan tatapan kesal.

Aku pun melirik situasi di sekitarku. Ternyata, tanpa sadar aku sudah berjalan sampai di depan kelas 3 IPA 2 yang letaknya bersebelahan dengan kelasku. Sepertinya gadis di hadapanku ini adalah salah satu murid kelas 3 IPA 2 yang juga sedang piket –menyapu teras koridor di depan kelasnya.

Aku pun kemudian berkata, “Kau pikir aku berbicara denganmu?”

“Kau pikir kau berbicara dengan siapa?” ucapnya kesal sambil menghentakkan sapu yang digenggamnya di lantai.

'Gadis ini kasar sekali,' pikirku.

“Tak ada orang lain di sini dan kau memanggilku mama,” ucapnya lagi sambil mengacung-acungkan ujung gagang sapu di tangannya ke wajahku.

“Kau benar-benar keterlaluan. Nyaris saja gagang ini mengenai hidung mancungku,” ucapku penuh kecemasan.

“Dasar bodoh!” ucapnya ketus.

“Kau cerewet sekali,” ucapku kesal.

“Apa katamu?” Emosi gadis itu semakin memuncak. “Cepat pergi dari hadapanku!” Sekali lagi ia mengacungkan gagang sapunya dengan cepat hingga

sedikit lagi mengenai ujung hidungku.

'Hoh, gadis ini benar-benar seperti monster,' pikirku cemas. “Nyaris saja gagang sapu ini menghancurkan

hidung mancung kesayanganku,” bisikku dalam hati yang berdebar sambil memelototi ujung gagang sapunya yang tak lebih dari satu sentimeter tepat berada di depan hidungku.

“Cepat pergi!” bentaknya lagi. “Apa yang kau tunggu?” Ia memelototiku dengan penuh amarah.

'Hoh, gadis ini jelek sekali,' pikirku saat melihat tampang beringasnya. 'Seperti kerbau atau banteng yang akan mengamuk.'

“Pergilah! Kau mengacaukan tugasku menyapu lantai ini, Bodoh.” Kedua matanya bertambah besar memelototiku dan berkali-kali lagi ia mengayunkan gagang sapu itu ke arah mukaku.

“Hihhhhhhh....” Aku begitu geram dan kesal. Rasanya aku ingin sekali membungkam mulutnya yang cerewet. Tapi, dia hanya seorang wanita. Aku tak mau meladeninya bertengkar. Aku lebih memilih menghela nafas panjang lalu mulai berjalan meninggalkannya.

'Lebih baik aku pergi daripada hidungku harus mengalami operasi plastik karena patah dihantam gagang sapunya,' pikirku sambil mulai melangkah.

Tapi, belum genap sepuluh langkah aku meninggalkannya, ia kembali memakiku, “Heh, dasar siput! Berjalan saja lelet seperti pengantin.”

Aku berbalik menatapnya. Lalu, ia berkata “Kau pikir aku punya cukup waktu untuk menunggumu berjalan meninggalkan teras ini? Aku harus segera membersihkan seluruh teras ini, Bodoh. Karena itu, cepatlah pergi dari sini!”

“Hiiiiiihhhh....” Aku bertambah geram dan ingin sekali mengenyahkan bibir dan mulutnya yang cerewet dari pandanganku. Tapi, untunglah aku masih sadar bahwa dia adalah seorang wanita. “Sebagai pria sejati aku tak boleh berkelahi dengan seorang wanita,” pikirku.

Karena itu, aku bergegas meninggalkannya secepat mungkin sebelum amarahku meledak. Tapi, meskipun sudah berusaha kutahan, rasa kesalku tetap  memuncak dan nyaris tak terbendung. “Dasar gadis cerewet,” gerutuku untuk melampiaskan emosi.

“Benar-benar cerewet, bahkan lebih cerewet dari nenek-nenek,” umpatku sepanjang berjalan menuju gerbang sekolah yang sudah tampak begitu sepi. Tak

ada satupun siswa lagi di sana, kecuali aku dan keempat siswa kelas IPS yang masih berkumpul di seberang jalan dengan sepeda motor mereka masing-masing.

“Huhh!” Aku menghembus nafasku dengan sedikit kesal sambil melirik angka jam digitalku. “13.52,” gumamku. Pantas saja gerbang ini sudah begitu sepi. Ternyata saat ini sudah lewat 22 menit dari waktu pulang sekolah. Semua siswa pasti sudah pulang sejak tadi dan pos satpam di dekatku pun sudah tampak kosong. Entah kemana pak satpam yang biasanya masih berjaga di sana, aku tak peduli. Karena, aku lebih peduli pada kulitku yang terancam gosong terbakar matahari.

“Panas sekali,” gerutuku sambil menatap aspal yang tampak begitu garing di hadapanku. Padahal, akhir-akhir ini sering kali turun hujan. Bahkan, semalam

hujan turun lebat sekali disertai dengan angin dan sambaran petir yang cukup dahsyat. Salah satu dampaknya yang terlihat olehku saat ini adalah ranting pohon di seberang jalan, tak jauh dari tempat keempat anak IPS itu berkumpul.

Kulihat ranting pohon itu nyaris saja lepas dari pohonnya dan tampak menggantung. 'Sepertinya karena tersambar petir saat hujan semalam,' pikirku.

Lalu, tiba-tiba tanpa kusadari seseorang telah berdiri di sebelahku. Aku menoleh dan spontan berkata, “Mei....”

Ia tersenyum padaku dan berkata, “Sejak tadi kau belum menyeberang?”

“Ohh... ya,” ucapku gugup sambil mengangguk-anggukkan kepalaku.

Lalu, tiba-tiba jalan menjadi lengang. “Ayo kita menyeberang!” ajaknya lalu ia bergegas melangkahkan kakinya di  atas aspal yang begitu panas. Aku pun segera mengikutinya dan berjalan selangkah di belakangnya sambil menatap tangan kanannya yang dibiarkan menjuntai.

Aku memperhatikan tangan dan jari-jarinya yang tampak begitu bersih dan lembut. 'Aku sangat ingin menggenggamnya,' batinku. 'Apakah aku boleh

menggenggamnya saat ini?' pikirku galau sambil terus memperhatikan tangannya.

'Sejujurnya... sejak dulu aku memang sangat ingin menggenggam tangan Mei saat menyeberang jalan seperti ini,' ucapku dalam hati sambil terus berjalan

mengikutinya tanpa melepaskan pandanganku sedikit pun dari tangannya.

'Tampaknya Mei sedang menggenggam sesuatu,' pikirku. Lalu, tiba-tiba sesuatu itu terlepas dari tangannya tanpa ia sadari. Mataku pun dengan seksama mengikuti gerakan jatuh benda itu. Sesuatu berbentuk lingkaran putih menggelinding di aspal hitam dan aku segera memungutnya.

“Cincin,” gumamku dalam hati. Lalu, aku segera memanggil Mei, “Mei!”

Tapi, ternyata saat aku menoleh ke arahnya, ia sudah berada di seberang jalan dan segera duduk di atas jok motor salah satu siswa IPS.

“Mei,” gumamku tak percaya. Aku begitu terkejut melihat pemandangan yang kusaksikan saat ini.

Lalu, “Tiiiiiiiinnnn!” Klakson mobil membuatku tersadar dan aku pun bergegas berjalan ke seberang menghampiri Mei.

Lalu, Mei sambil tersenyum manis segera berkata, “Rhama, aku pulang duluan, ya!”

Aku terdiam mematung menatap Mei dan sempat melihat siswa IPS yang membonceng Mei mengedipkan matanya pada ketiga siswa IPS lainnya yang segera menganggukkan kepala mereka.

“Mei,” gumamku masih tak percaya. Aku tak percaya ternyata salah satu siswa IPS itu sejak tadi menunggu di sini untuk mengantar Mei pulang.

“Mmme...eii,” gumamku dengan bibir bergetar. 'Siapa pria itu?' pikirku.

Tapi, sebelum aku sempat bertanya, pria itu segera menjalankan motornya dan  Mei dengan tersenyum begitu manis akhirnya pergi dari hadapanku. Tampaknya ia begitu bahagia. Sedangkan, aku hanya bisa berdiri mematung sambil terus menatapnya dengan perasaan kecewa hingga ia benar-benar menghilang dari pandanganku.

“Mei,” gumamku sambil menatap cincin di tanganku. Sepertinya ia begitu bahagia saat bersama pria itu. Senyuman terakhirnya tadi masih terus terbayang olehku. Selama aku mengenal Mei aku belum pernah melihatnya tersenyum seceria itu.

'Ia begitu bahagia,' pikirku sambil nyaris menitikkan air mata. 'Aku mencintaimu, Mei,' ucapku dalam hati. 'Aku benar-benar mencintaimu.'

Episodes
1 Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2 Benar-Benar Cinta
3 Tangkai Pohon
4 Kakak Sepupu
5 Rumah Kenangan
6 Pria atau Wanita?
7 Pria Bodoh
8 Anak Mama Tersayang
9 Master Chef dan Asisten Koki
10 Cincin Putih
11 Ingin Pulang Bersamamu
12 Berlari Menggenggam
13 Misi Pencarianku Demi Dia
14 Tak Perlu Bertemu Lagi
15 Tidak Untuk Menjadi Teman
16 Jatuh
17 Berbohong pada Guru
18 Hati yang Patah
19 Kue Coklat
20 Dua Lilin
21 Sad Seventeen
22 Tea Timeee
23 Namamu dan Namaku
24 Senyum Pertamamu
25 Secarik Kertas
26 Bukit Sampah
27 Wanita Pertama
28 Membela Salah
29 Aku Normal
30 Tidak Suka
31 Mengecewakanmu Lagi
32 Restu Mama
33 Pernyataan Cinta
34 Tidak Kusangka
35 Seperti Mumtaz Mahal
36 Setangkai Mawar
37 Cinta Pertama
38 Paket Komplit
39 Menatap Bendera
40 Gara-Gara Gorengan
41 Tidak Mengerti Cinta
42 Kencan Pertama
43 Lelaki Manis
44 Membuat Perhitungan
45 Bunga di Taman
46 Berhati Batu
47 Menikmati Hidup
48 Rindu dan Haru
49 Pria yang Baik
50 Air dan Minyak
51 Kebingungan Rasa
52 Bergetar Hebat
53 Menikmati Kopi
54 Sebuah Kebohongan
55 Luka Sayat Hati
56 Ujian Perasaan
57 Mengakhiri
58 Coklat Perpisahan
59 Ketuk Pintu Hati
60 Aku Kakak Sepupu
61 Sedikit Bocoran Hati
62 Tidak Waras
63 Pertemuan Pandangan
64 Jangan Ganggu!
65 Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66 Kenangan Model Gandum
67 Terjebak Rasa
68 Mengikat Erat
69 Sesuatu yang Hilang?
70 Pasangan Memasang Dasi
71 Dinding Putih
72 Kemana?
73 Pria Pertama
74 Canggung
75 Seragam Putih Abu-Abu
76 Ingin Bersama
77 Pertengkaran Pertama
78 Seragamku
79 Perpisahan dan Pertemuan
80 Sebuah Permintaan
81 Pertemuan Daster dan Kemeja
82 Undangan Pernikahan
83 Mantan Terindah
84 Tembok Pagar Sekolah
85 Playboy
86 Bertahan
87 Rindu yang Tak Kutahu
88 Tiga Puluh Sembilan
89 Rakus
90 Bukan Anak Kecil
91 Wanita Bergaya
92 Masa Depan dan Masa Lalu
93 Bayi Merah
94 Sakit
95 Hanya Mimpi
96 Hidup Bahagia Tanpa Aku
97 Restoran Romantis
98 Garis Merah
99 Menagih Janji
100 Pengantinku
101 Tidak Menikah
102 Permintaan Balas Budi
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Pesan Mama (Pria Sejati Selalu Membawa Saputangan)
2
Benar-Benar Cinta
3
Tangkai Pohon
4
Kakak Sepupu
5
Rumah Kenangan
6
Pria atau Wanita?
7
Pria Bodoh
8
Anak Mama Tersayang
9
Master Chef dan Asisten Koki
10
Cincin Putih
11
Ingin Pulang Bersamamu
12
Berlari Menggenggam
13
Misi Pencarianku Demi Dia
14
Tak Perlu Bertemu Lagi
15
Tidak Untuk Menjadi Teman
16
Jatuh
17
Berbohong pada Guru
18
Hati yang Patah
19
Kue Coklat
20
Dua Lilin
21
Sad Seventeen
22
Tea Timeee
23
Namamu dan Namaku
24
Senyum Pertamamu
25
Secarik Kertas
26
Bukit Sampah
27
Wanita Pertama
28
Membela Salah
29
Aku Normal
30
Tidak Suka
31
Mengecewakanmu Lagi
32
Restu Mama
33
Pernyataan Cinta
34
Tidak Kusangka
35
Seperti Mumtaz Mahal
36
Setangkai Mawar
37
Cinta Pertama
38
Paket Komplit
39
Menatap Bendera
40
Gara-Gara Gorengan
41
Tidak Mengerti Cinta
42
Kencan Pertama
43
Lelaki Manis
44
Membuat Perhitungan
45
Bunga di Taman
46
Berhati Batu
47
Menikmati Hidup
48
Rindu dan Haru
49
Pria yang Baik
50
Air dan Minyak
51
Kebingungan Rasa
52
Bergetar Hebat
53
Menikmati Kopi
54
Sebuah Kebohongan
55
Luka Sayat Hati
56
Ujian Perasaan
57
Mengakhiri
58
Coklat Perpisahan
59
Ketuk Pintu Hati
60
Aku Kakak Sepupu
61
Sedikit Bocoran Hati
62
Tidak Waras
63
Pertemuan Pandangan
64
Jangan Ganggu!
65
Pria Tampan Jenius dan Wanita Jelek Bodoh
66
Kenangan Model Gandum
67
Terjebak Rasa
68
Mengikat Erat
69
Sesuatu yang Hilang?
70
Pasangan Memasang Dasi
71
Dinding Putih
72
Kemana?
73
Pria Pertama
74
Canggung
75
Seragam Putih Abu-Abu
76
Ingin Bersama
77
Pertengkaran Pertama
78
Seragamku
79
Perpisahan dan Pertemuan
80
Sebuah Permintaan
81
Pertemuan Daster dan Kemeja
82
Undangan Pernikahan
83
Mantan Terindah
84
Tembok Pagar Sekolah
85
Playboy
86
Bertahan
87
Rindu yang Tak Kutahu
88
Tiga Puluh Sembilan
89
Rakus
90
Bukan Anak Kecil
91
Wanita Bergaya
92
Masa Depan dan Masa Lalu
93
Bayi Merah
94
Sakit
95
Hanya Mimpi
96
Hidup Bahagia Tanpa Aku
97
Restoran Romantis
98
Garis Merah
99
Menagih Janji
100
Pengantinku
101
Tidak Menikah
102
Permintaan Balas Budi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!