Eve kembali mengalihkan perhatian pada laporan yang tengah ia pegang, tetapi pikiranya masih bertahan mengulang ucapan atasannya.
Kalau di pikir-pikir, bukankah sikap tuan kaku itu sudah melampaui batas? dia memang tak semenakutkan saat pertama kali berhadapan di ruangannya dulu, tetapi di bandingkan perhatian dengan mamah, aku justru merasa sikapnya sangat menyebalkan. Dia semakin berani mempermainkanku belakangan ini.
Melepaskan lilitan handuk di atas kepala, seketika rambutnya tergerai dalam kondisi setengah basah. Tangan lainnya meletakan berkas yang ia pegang di atas meja rias.
Detik berikutnya, Eve menatap bayangan dirinya lewat pantulan kaca, menyisir rambutnya lalu bergegas menuju kamar Kellen untuk membantunya memotong kuku tangan serta kaki.
Bos licik itu benar-benar sudah mempermainkan kesabaranku. Julukan malaikat maut untuknya memang pantas dan bukan hanya rumor belaka.
Eve melangkah sembari menggerutu dalam hati. Ia tidak habis pikir dengan bos bodohnya yang kelewat kejam.
Sepertinya aku harus sedia stok sabar banyak-banyak.
Kalau saja ada toko yang menjual kesabaran, aku pasti orang pertama yang akan memborongnya.
Ah, dasar bos kurang ajar, kau selalu membuat darahku mendidih. Memangnya tidak bisa memotong kukunya sendiri?
Tanpa mengetuk pintu, Eve langsung membukanya dan menerobos masuk.
"Aaahh" Eve kembali berbalik.
Sementara Kellen tersentak kaget dengan kemunculan Eve yang tiba-tiba.
"Mau apa kau?"
"Maaf El, maaf"
Tak tahu jika si pemilik kamar baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai pakaian dalam.
Mengabaikan permintaan maaf Eve, Kellen langsung masuk ke ruangan khusus untuk berganti pakaian.
Selang sepuluh menit, ia keluar dengan piyama tidur yang sudah membungkus rapat tubuhnya.
"Hei sini kau?"
Eve yang masih berdiri memunggunginya merasa tidak enak hati.
Duh mati aku, kenapa main masuk si Ve? Ah dasar kau sialan.
"Telingamu masih normal kan?" tanya Kellen, suaranya kian dekat. Dari bayangannya, Eve tahu jika saat ini Kellen sedang berdiri di belakangnya.
"A-apa kau sudah memakai bajumu?"
"Sudah" jawab Kellen galak.
Pelan, Eve berbalik. Persekian detik sepasang matanya mendapati bosnya tengah berkacak pinggang dengan mata yang nyaris keluar dari tempatnya.
Melihat itu, reflek Eve menelan ludahnya lalu mendunduk, menatap jarinya yang saling bertaut.
"S-saya minta maaf tuan"
"Angkat kepalamu dan tatap aku!"
Perlahan Eve mengangkat kepala, pandangannya langsung jatuh pada dada bidangnya.
"Tatap wajahku" pinta Kellen.
Butuh hingga lima detik untuk memusatkan netra pada pria yang jauh lebih tinggi darinya. Namun, pandangannya hanya mampu pada titik hidung mancung milik Kellen.
"Tatap mataku Eve!"
Sebelum benar-benar mengarahkan pandangannya, Eve menarik napas pelan. Berusaha mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya.
Duh, kenapa jadi tegang begini?
"Sekali lagi kau masuk tanpa mengetuk pintu, entah di kamar, kantor, atau di manapun itu, akan ku hamili kau"
Apa? Dia mau menghamiliku? apa aku tidak salah dengar?
Tak ada perlawanan apapun, tak ada satu kata pula yang keluar dari mulut Eve. Ia hanya diam sambil terus memfokuskan mata pada manik hitam lawan bicaranya.
Entah kenapa, nyalinya menciut seketika dan rasa bersalah pun ikut nimbrung menyelimuti dirinya.
"Kenapa diam saja?"
"Saya minta maaf tuan"
"Cepat potongin kuku ku"
"Iya"
Eve mengekor mengikuti langkah kaki Kellen yang berjalan ke arah ranjang.
Ini seperti mimpi, aku benar-benar sedang bersama dengan pria yang di juluki sebagai pebisnis malaikat maut.
Eve menggembungkan mulutnya tanpa sepengetahuan Kellen.
Dengan penuh hati-hati, dia malakukan pekerjaan konyolnya, jika ada kesalahan sedikit saja sudah pasti ia akan di lempar dari lantai lima belas.
"Tidak sekalian di warnai tuan?"
"Hah? maksudnya?" Kellen mengernyit penasaran.
"Kuteks, cat kuku" jawab Eve tanpa takut.
"Evelyn Stevanie" Geram Kellen dengan suara penuh penekanan.
Sementara Eve meresponnya dengan senyum meringis.
"Berani sakali kau terhadap atasanmu sendiri?"
"Saya bercanda tuan bos" lagi Eve tersenyum jahil. "Kalau gitu saya permisi, ini sudah selesai. Selamat malam tuan, have a nice dream"
"Eitss, kau mau kemana?" cegah Kellen mencengkram pergelangan tangan kiri Eve.
"Mau tidur, tuan"
"Enak saja tidur, bikinin teh jahe"
Ini malam keduaku di sini, sebelum tidur dia meminta teh jahe, oke besok tanpa si kaku meminta aku akan membuatkannya.
"Kenapa malah melamun? Cepat bikinin teh jahe"
"Siap, baginda raja"
Usai mengatakan itu, Eve buru-buru beranjak, ia tak mau mendengar respon Kellen yang mungkin akan memberikan rentetan kata-kata omelan.
Beberapa menit kemudian, Eve kembali masuk dengan membawa secangkir teh. Dia sudah tahu di mana harus meletakan teh itu. Tanpa di perintah, Eve mendaratkan cangkir di atas nakas.
"Saya langsung permisi, tuan"
"Mau kemana?"
"Ke dapur naruh nampan"
"Nanti, sekalian bawa cangkir ini ke dapur"
What, siksaan apa lagi ini?
Eve, ulurkan sabarmu sepanjang mungkin, jangan sampai bom itu meledak di sini.
Sabar.
Sudah tiga menit berlalu, tapi Kellen belum juga meneguk isinya.
"Tehnya di minum tuan"
"Bentar" jawab Kellen tanpa melihat Eve yang masih berdiri di samping ranjang.
"Nanti dingin tuan"
"Sebentar lagi" fokusnya masih menatap notebook di atas pangkuannya.
Tunggu dua jam lagi Ve. Hahaha aku bisa gila kalau seperti ini.
Satu menit hingga lewat bermenit-menit, Kellen tak kunjung meminumnya, Eve kembali bersuara.
"Tuan, tehnya sudah dingin"
Tak menjawab, Kellen meraih cangkir itu lalu menyesap isinya.
Hanya setengah, dan masih tersisa setengahnya.
Kenapa tidak di habiskan langsung.
Kellen Austin, ku kutuk kau tidak ada wanita yang mau menikah denganmu.
Sekian menit kemudian, Kellen kembali meneguk isi cangkirnya, tepat ketika akan menempelkan mulut cangkir ke bibirnya, Ia melirik Eve kemudian berkata.
"Kau bisa tidur sekarang, cangkirnya akan ku bawa sendiri ke dapur"
Eve terperangah begitu mendengar kalimat atasannya.
Lama-lama ingin ku cekik kau, ku masukan karung, lalu ku buang ke antartika.
"Terimakasih, selamat malam" ucap Eve dingin lalu berbalik. Gadis itu membanting pintunya agak sedikit kasar.
Tentu saja dia emosi.
Sementara Kellen tersenyum penuh kemenangan.
****
Pagi harinya, Semua sudah Eve persiapkan. Sarapan, setelan kantor untuk Kellen, serta berkas-berkas yang akan di bawa ke kantor. Eve menunggu Kellen yang masih merapikan pakaiannya di ruang ganti bersiap membantu memakai kaos kaki dan sepatu.
"Bantu aku menyisir rambutku" perintah Kellen tiba-tiba.
Eve memindai tubuh Kellen yang tangannya sibuk memasang dasi di krah kemeja.
"Duduk" Pinta Eve lalu mengambil sisir rambut.
"Aku tidak suka duduk"
Mendesah pelan, Eve lebih memilih menuruti perintahnya dari pada membantah. Ia sedikit berjinjit agar lebih mudah menyisir rambutnya.
"Pakai ini" Kellen menggeser kursi kecil berukuran setinggi tigapuluh centi meter dengan kakinya. Tangannya sibuk menautkan kancing lengan kemejanya.
Kursi kecil yang di sediakan khusus untuk Janet jika membersihkan tempat yang tingginya tidak bisa di jangkau.
Tanpa pikir panjang, Eve segera menaiki kursi itu, Kini posisi Eve lebih tinggi dari Kellen. Dan Eve bisa leluasa menyisir rambutnya.
Selesai mengancingkan kedua lengan kemeja, kepala Kellen terdongak dan otomatis menyundul buah dada wanita di depannya.
Merasakan hal itu, reflek Eve menunduk dan netranya langsung bertemu pandang dengan Kellen yang tengah mendongak.
Mereka saling beradu pandang dalam diam dengan debaran jantung yang berdetak sangat kencang. Bahkan debarannya mengalahkan suara dentuman nuklir.
Ada apa dengan jantungku, kenapa berdegup seliar ini. Eve membatin dengan sorot sepenuhnya menatap Kellen.
Kenapa dia menatapku seperti itu, apa dia mendengarkan detak jantungku yang kian tak sopan?
Duh, mau di taruh mana mukaku?
Cantik.... Puji Kellen dalam hati. Jantungnya tak kalah liar dengan jantung Eve.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Berna Dheta
lagi lagi Thor
2022-07-09
0
Ainisha_Shanti
dah mula ada tumbuh benih rasa nampaknya ni😂
2022-06-25
0
Ainisha_Shanti
omoooo 😱😱😱. betul2 menguji kesabaran, keimanan dan ketakwaan bos El in. bertabah lah Evei 😂😂😂
2022-06-25
0