Malam harinya, sesuai rencana, Kellen akan makan malam di rumah orang tuanya. Ia sudah memberitahukan pada Ben bahwa akan mengendarai mobilnya sendiri dan menyuruh Ben untuk pulang membawa mobil yang lain.
Saat ini Ben sudah menunggu di area parkir untuk menyerahkan kunci mobil pada bosnya.
Sementara Kellen dan Eve baru saja memasuki lift.
Lift mulai bergerak turun sesaat setelah Eve menekan angka digital di sisi lift sebelah kiri.
Tak ada suara yang keluar dari mulut keduanya hingga lift telah sampai di lantai B1.
Di sana sudah ada Ben yang sedang berdiri menunggu kedatangan Kellen dan juga Eve.
"Selamat malam tuan"
"Malam"
"Ini kunci mobilnya, tuan" dia menyodorkan kunci.
Ben mengira jika Kellen akan pergi sendiri, dan ini adalah kesempatannya untuk bisa mengenal Eve lebih dekat. Ben berniat membawa Eve makan malam di luar. Tapi sayang dugaannya keliru, Kellen justru mengajak Eve turut serta makan malam bersama keluarganya.
"Kau ikut denganku" pinta Kellen pada Eve.
"Saya ikut denganmu, tuan?"
"Iya"
"Kok ikut?"
"Kenapa? kau lupa dengan perjanjian kerja poin pertama?"
Pihak kedua harus mematuhi setiap perintah dari pihak pertama.
"Tidak tuan"
"Kalau begitu, jangan banyak komplain"
Sementara Ben hanya tertunduk pasrah.
"Ben, kita duluan"
"Iya tuan" sahutnya dengan tangan saling bertaut. "Hati-hati, tuan"
"Saya pergi dulu pak" pamit Eve pada Ben.
"Iya Ve, hati-hati"
Ketika Eve hendak membuka pintu mobil bagian penumpang, tiba-tiba Kellen mengeluarkan keberatannya.
"Aku bukan supirmu, duduk di depan"
Eve mengurungkan niat, detik berikutnya ia membuka pintu mobil bagian depan.
Kellen sudah duduk di belakang kemudi. Sementara Ben menatap mobil itu dengan nanar.
Mobil itu perlahan menjauh hingga mengecil dari pandangannya.
Di dalam mobil, Kellen dan Eve tak bersuara barang satu katapun. Hanya suara deru mesin kendaraan dan klakson yang terdengar ketika suasana jalannan agak padat. Keduanya tampak canggung dan sibuk menormalkan detak jantung masing-masing yang terasa begitu kurang ajar. Detakannya yang sangat kencang, bahkan mengalahkan kencangnya laju kendaraan yang mendahului mobilnya.
Hampir dua puluh menit perjalanan, mereka kini sampai di kediaman Pandu. Rumah besar dengan arsitektur khas Eropa tampak begitu indah dan pastinya terkesan sangat megah.
Seketika Eve mempersiapkan diri menerima apapun perintah Kellen di depan keluarganya.
"Tuan, apa yang harus saya lakukan nanti" tanya Eve berusaha tenang.
"Apa saja"
"Baiklah, saya akan melayani keluarga tuan"
Kellen terdiam, seolah tak percaya dengan ucapan wanita di sampingnya. Padahal keluarganya hanya mengundang makan malam bukan untuk melayaninya, tapi Eve malah berprasangka jika keluarganya akan membuatnya menjadi seorang pelayan.
"Turun" Ucap Kellen dengan nada memerintahkan.
"Tuan"
Kellen yang hendak membuka pintu urung di lakukan karena panggilan dari Eve.
"Ada apa?"
"Saya takut"
Pria itu mengerutkan kening melihat tingkah sang asisten.
"Takut kenapa? kau ini wanita pemberani, asal kau tahu" Kata Kellen serius. "Kau adalah satu-satunya wanita yang berani menamparku, dan kau wanita pertama yang melakukannya. Kenapa sekarang nyalimu mendadak merosot?"
Tak merespon kalimat Kellen yang panjang, Eve malah menanyakan hal lain.
"Ada siapa saja di rumahmu?"
"Ada Genma, daddy, mommy, dan Zea. Keluarga uncle Alvin juga datang bersama aunty Delita, Ester serta suami, genfa dan Astara"
"Astara? siapa dia?"
"Adiknya Ester"
"Oh"
Kellen kembali hendak membuka pintu, tapi lagi-lagi Eve mencegahnya.
"Apa lagi Eve"
"Jangan tinggalkan saya sendiri, tuan"
Mendengar ucapan Eve yang tersirat sebuah permohonan serta ketakukan, Kellen mendadak iba. Ingin sekali ia menenangkan dan memberitahukan bahwa keluarganya adalah orang baik, tapi seolah mulutnya menolak untuk mengatakan itu. Alhasil dia hanya bisa menganggukkan kepala dengan sangat pelan.
"Turun sekarang dan jangan banyak protes"
*****
Saat memasuki rumah besar nan mewah, Kellen dan Eve di sambut oleh Nayla dan juga Pandu. Nayla langsung membawa Eve menuju meja makan, sementara Kellen berjalan bersisian dengan Pandu di belakang Nayla dan juga Eve.
Ketika langkahnya sudah berada di ruang makan, tiba-tiba suara dari Risa membuatnya tercengang sekaligus bingung.
"Tania?" katanya lalu bangkit dari duduk dan menghampiri Eve. "Tania, kemana saja kau, ibu merindukanmu nak"
"T-tania" Lirih Eve tak mengerti.
"Bu, ini Eve bukan Tania" ucap Nayla dengan agak sedikit bingung. Raut bingung juga di tunjukan di wajah Pandu, Kellen, Alvin, Delita serta Hermawan dan keluarga yang lain.
"Bu, ini Evelyn asisten pribadi Kellen" Sela Pandu.
"Kau ini apa-apaan, masa adikmu di bilang asisten Kellen, yang benar saja" Risa menggamit lengan Eve. "Tania, ibu ingin menghabiskan waktu bersamamu, kita makan di kamar ibu yuk!"
"Genma, please deh jangan bercanda" sambar Ester tak suka. "Dia itu hanya asistennya kak El, genma tidak usah ekting"
"Genma tidak berakting sayang, dia ini memang Tania, auntymu"
"Kak, ada apa dengan ibu?" tanya Alvin berbisik. "Kenapa mengatakan jika Eve itu Tania?"
"Kakak juga tidak tahu Vin, ini pertama kalinya ibu seperti itu"
"Pasti ada yang tidak beres dengan ibu kak, kita harus panggil dokter secepatnya"
Bersamaan dengan ucapan Alvin, Risa memerintahkan sang ART untuk membawa beberapa makanan ke kamarnya.
"Bagaimana ini pak?" tanya Bik Chou tertuju pada Pandu dan juga Alvin selaku anak-anaknya.
"Turuti saja bik" jawab Alvin. "Ve, maaf atas sikap ibu kami, tolong kau pergi makan dengannya di kamar"
"Iya pak"
"Ayo sayang, kita makan di kamar ibu"
"Baik bu" jawab Eve.
Para keluarga yang lain masih bingung dengan sikap bu Risa yang menganggap Eve adalah putrinya yang meninggal beberapa tahu lalu.
Selagi bik Chou membawakan beberapa menu makannan ke kamar, Nayla menyuruh suami dan anak-anaknya untui kembali duduk di kursinya masing-masing.
"Lebih baik kita makan sekarang" ucap Nayla. "Ayo El, duduk!! mas, kita makan dulu" tambahnya pada sang suami.
Mereka makan dalam diam, dengan pemikiran jatuh pada sang ibu yang bertingkah aneh. Berbeda dengan suasana di meja makan, Risa dan Eve justru melewati makan malam dengan di selingi perbincangan banyak Hal.
Di kamar Risa, bukannya Eve yang melayani nenek dari atasannya, justru sebaliknya, dialah yang di layani oleh Risa. Risa benar-benar menyangka jika Eve adalah putrinya sebab ketika Tania meninggalkannya dia seusia dengan Eve.
Eve menatap bingung pada sikap Risa yang tiba-tiba mengeluarkan sekotak perhiasan pemberian dari Pandu dan juga Alvin. Wanita itu sangat beruntung memiliki anak-anak seperti mereka. Selain meluangkan waktu untuk menemaninya, kedua anak lelakinya itu juga sering sekali membelikan perhiasan dengan harga yang tidak murah. Dan perhiasan itu selalu Risa simpan di kotak antik miliknya.
"Ini untukmu nak" kata Risa menyerahkan sebuah kalung.
"Tidak usah bu, ibu simpan saja untuk ibu"
"Tidak sayang, ini untukmu, spesial dari ibu. Sini ibu bantu pakaikan"
"Tolong jangan bu" tolak Eve lembut.
"Kalau kau sayang dengan ibumu, terima ini"
Tanpa memperdulikan penolakan Eve, Risa terus memaksanya untuk memakai kalung itu.
Setelah itu, mereka tampak mengobrol banyak hal, hingga tak terasa tahu-tahu Risa tertidur di atas pangkuan Eve.
Eve berusaha menurunkan kepala Risa dari pangkuannya, kemudian segera beranjak dari kamar.
Membuka pintu, Eve menghampiri Kellen yang tengah duduk berkumpul di ruang TV.
"Tuan" lirihnya.
"Ve, bagaimana dengan genma? kenapa pintu kamarnya di kunci?"
"Maaf tuan, saya tidak tahu jika bu Risa mengunci pintunya" beberapa pasang mata menatap Eve penuh intimidasi, membuat Eve seketika beringsut karena gerogi.
"Bu Risa sudah tidur"
"Dia baik-baik saja kan?" tanya Pandu penasaran.
"Iya tuan"
"Bik Chou, tolong bereskan kamar ibu, kemasi piring-piring bekas mereka makan" Suara Delita terdengar memerintahkan sang ART.
"Baik bu"
Pandangan Delita kembali terpusat pada sang kakak.
"Ve, apa yang kalian bicarakan?" tanya Pandu ingin tahu.
"Banyak pak Pandu, terutama tentang nona Tania"
Pandu mengangguk pelan. "Terimakasih Ve, sudah mengerti kondisi ibu kami"
"Sama-sama pak" sahutnya. "Oh iya, ini kalung milik bu Risa bu" Eve menyerahkan kalung ke tangan Nayla. "Tadi beliau memberikan ini pada saya karena menganggap saya ini adalah nona Tania"
Kening mereka kompak mengkerut.
"Ibu benar-benar menganggapmu putrinya?" Nayla terheran dengan hati di penuhi banyak tanya.
Eve mengangguk meski pelan.
Sementara keluarga Mahardani saling pandang satu sama lain, merasa tak percaya dengan perubahan drastis sang ibu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Amirah iz
mungkin tania masuk ke badan eve kali ya dia kangen ma ibunya jd ibunya bisa liat gt
2022-12-23
1
Lyzara
waoow seru
2022-06-23
0
Asri
apakah wajah tania dan eve mirip 🤔
2022-06-22
0