Suara decitan brankar terdengar di area lorong rumah sakit, beberapa orang yang ternyata Keluarga korban mengikuti langkah perawat menuju ruangan UGD.
"Dokter! seorang pasien penyakit jantung, sedang dalam keadaan kolep!" seru seorang suster memberitahu seorang wanita cantik yang masih melihat daftar pasien.
"Dimana pasiennya."
"Ruangan UGD."
"Baiklah aku kesana!" wanita cantik itu meninggalkan ruangannya dan berjalan kearah UGD.
Di dalam ruangan UGD, Dokter itu mulai melihat wajah Pasien memerah karena menahan rasa sakit di jantungnya dan berdetak lamban. Dokter wanita itu menaruh alat Defibliator diatas dadanya. Alat pemompa jantung.
"Satu, dua, tiga!
"DUGK!"
"DUGK!"
"Sekali lagi!"
"Satu, dua, tiga!"
"DUGH!
"DUGH!
"Tut! tut! tut....!
"Berhasil! jantungnya normal kembali." seru seorang perawat.
"Ahh! syukurlah..." wanita cantik itu tersenyum dan menghempaskan nafas lega.
"Tolong di pasang infus dan rekaman alat ke jantungnya sus, saya keluar sebentar."
"Baik Dok.."
"Dokter Vana!
"Ya!"
"Terima kasih, kau sudah menyelamatkan seorang putra pejabat" seorang Dokter senior memujinya, Karena Vana berhasil menyelamatkan seorang Pria muda anak pengusaha dan pejabat kota setempat.
"Itu memang sudah tugasku, bukan?" ucapnya merendah
"Tentu saja, ayo kita makan dulu, kau pasti sangat lapar."
"Dokter Fadly, anda duluan saja. Aku akan urus pasien ini dulu."
"Kalau begitu aku menunggu mu."
Vana menautkan alisnya "Loh kok gitu? kalau sudah lapar silakan makan duluan, jangan di tunda lagi, nanti kau sakit magh."
"Aku rela walau harus sakit magh, asal yang mengobati Dokter cantik di depanku." goda Dokter senior tampan itu.
Vana gelengkan kepala seraya menelusuri riwayat penyakit pasien dari laporan kertas yang ia baca.
"Dok, keluarga pasien tadi mau bicara." seorang perawat memberitahu.
Vana melepas antesi dari kertas yang ia pegang. "Baiklah!"
"Dok! aku kedalam dulu, Keluarga Pasien ingin bicara."
"Ck! kau itu terlalu sibuk dan kapan memikirkan dirimu sendiri."
Vana mendesah pelan "ingat Dokter Fadly? Kita itu tenaga medis dan sudah semestinya mengutamakan kesembuhan pasien, kita tidak boleh egois dan mementingkan diri kita sendiri. Bukankah kita sudah sumpah?
Dokter Fadly mengigit bibir bawahnya, ucapan Vana seakan sebuah tamparan. Wanita cantik dan tulus didepannya memiliki dedikasi yang tinggi untuk pasiennya, kesembuhan dan kesehatan adalah prioritas utamanya.
"I'm sorry, I won't talk like that anymore." Dokter Fadly tersenyum "Aku akan antar kamu kedalam."
Vana tidak membalas ucapannya dan berjalan masuk kedalam ruangan UGD.
"Silakan Tuan, ini dengan Dokter Vana." imbuh seorang suster ramah dan berjalan mendekati Vana.
"Selamat sore Dok, saya asisten dari Tuan muda Dirgantara."
"Iya, ada yang bisa saya bantu?
"Bagaimana dengan kondisinya? dan apa penyebabnya?
"keadaannya masih belum stabil, jantungnya masih sedikit melemah tapi bisa dibantu dengan obat-obatan dan juga terapi. faktornya adalah kelelahan dan sering mengalami depresi berat, jadi menimbulkan jantung tidak sehat dan mudah sakit."
"Apa harus rawat inap, atau sudah di perbolehkan pulang? tanya pria berjas berpenampilan rapih.
"Lebih baik rawat inap, karena melihat kondisinya yang belum bisa dibawa pulang. Saran saya, untuk menghindari penyakit jantungnya semakin parah, tolong ingatkan agar Tuan Dirga tidak merokok dan hindari minuman beralkohol tinggi, karena itu bisa merusak jantung." terang Vana panjang lebar.
"Baik Dok, akan saya ingatkan. Untuk ruangan rawat inap nya di kelas VVIP. karena Kedua orang tuan Dirga akan datang."
Vana mengangguk dan menoleh pada suster di sampingnya "Suster pindahkan Tuan Dirga ke ruangan VVIP. nanti saya akan tengok ke ruangannya."
"Iya Dok.." Tiga orang Suster langsung menjalankan perintah Dokter Vana dan membawa pasien kerungan VVIP.
"Sudah selesai? ayo kita ke restoran depan. kau itu harus terus di ingatkan makan." Dokter Fadly terus saja mengingatkan Vana
Vana tidak bisa menolak pria yang sejak tadi menunggunya."
Vana tersenyum "Oke, baiklah.."
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tiba-tiba ponsel dalam saku jas putihnya berdering. Vana mengambil gawai dan melihat nama wanita yang paling ia sayang di dunia.
"Hey Mom..? ada apa..?
"Van! terdengar suara isak tangisan di ujung telpon.
"Mommy ada apa? kenapa Mommy nangis?' suara Vana terdengar Panik.
"Savira... pingsan."
"Ko bisa pingsan? emangnya apa yang terjadi."
"Mommy nggak bisa jelasin di telpon, Mommy pinta kau cepat pulang Nak, kondisinya sangat memprihatikan."
"Oke.. oke.. Vana akan pulang sekarang." Vana menaruh kembali gawainya kedalam saku jas, selesai berbicara dengan sang ibu.
"Fad! sorry banget, aku nggak bisa makan bareng dengan mu. Adikku pingsan dan aku harus pulang."
Terlihat raut wajah kecewa pria tampan di depan Vana "Ya sudah nggak apa-apa, cepetlah pulang, kelurga mu sedang membutuhkan mu." ucapnya menahan getir.
"Terima kasih Fad, besok aku sempatkan makan bareng dengan mu." Vana melempar senyum tulus. Fadly membalasnya dan menepuk pundak Vana. "Pergilah..."
"Oke, aku pulang ya." Vana berjalan cepat menuju ruangan kerjanya, ia mengambil tas dan kunci mobil yang tergeletak didalam laci. setelah sampai parkiran ia melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit "PELITA" yang sudah diberikan Vano untuknya.
Untuk menempuh perjalanan menuju mansion membutuhkan waktu satu jam setengah. Namun, sore itu terlihat macet, karena sore hari banyak orang-orang pulng kantor.
Dua jam kemudian mobil Vana memasuki pekarangan mansion. Ia berjalan cepat setelah menutup pintu.
"Kak Vana pulang! kak Vana pulang! seru Zidan yang sedang main sepeda di pekarangan.
"Hay Dek! sapa Vana dan mencium pipi adiknya yang menggemaskan.
"Vana!
"Kak Vano! Vana berjalan lebih cepat dan memeluk saudara kembarnya "Jam berapa sampai sini?" tanyanya seraya melepas rindu.
"Sudah simpan dulu pertanyaan mu, sekarang kau periksa Savira."
"Ada apa sih dengan Savira? bukakah tadi pagi masih baik-baik saja."
"Nanti saja ceritanya." ucap Vano, disela langkahnya menuju kamar Savira.
"Vana akhirnya kau pulang juga, Mommy begitu khawatir dengan keadaan Savira."
"Mommy..." Vana mencium punggung tangan Delena.
"Ya sudah Vana periksa dulu ya Mom? Vana mulai mengeluarkan stetoskop dari tas kerjanya dan periksa ke dada dan perut Vira, Lalu menaruh alat tensi ditangan Vira dan membuka kelopak matanya dengan senter kecil."
"Bagaimana keadaan Vira? tanya Delena khawatir.
"Apa Savira masih pingsan?"
"Tadi sempat bangun sebentar, terus tidur lagi. Dari tadi diam saja dan tidak mau bicara."
"Tekanan darahnya rendah, jantungnya berdetak sangat cepat, badannya mulai panas. Vana akan racik obat untuk Savira dulu Mom?
"Terus jam berapa Vira pingsan? tanya Vana lagi.
"Sekitar jam tiga van! kini Vano ikut menimpali.
"Apa saja yang sudah masuk kedalam tubuhnya?
Delena gelengkan kepala "Belum masuk apa-apa pun."
"Astaga, ini sudah jam enam loh! kenapa belum masuk asupan minuman dan makanan. Sangat berbahaya bila dibiarkan, aku akan infus Savira." ucap Vana terlihat gusar.
"Kak! bantu aku buatkan teh manis dan minta tolong pada Bik Surti untuk buatkan bubur."
"Oke Dek!
"Mommy sepertinya lelah. Lebih baik Mommy istirahat dulu ya? Savira biar Vana yang jaga."
"Sebenarnya ada yang ingin Mommy bicarakan padamu, tapi melihat kau sedang mengurus Safira, ya sudah tunggu kamu selesai."
Iya Mom, nanti setelah Vana selesai mengurus Vira, akan temuin Mommy."
Delena mendekati ranjang Savira dan mencium keningnya "Ma'afkan Tante ya sayang." mengusap lembut pucuk kepala Savira.
Setelah Delena keluar kamar, Vano masuk membawa segelas teh manis hangat.
"Kak! tolong pegang pergelangan tangan Vira, aku ingin mencari uratnya untuk memasukkan jarum infus."
Tanpa banyak tanya Vano pegang pergelangan tangannya, dengan teliti Vana mencari urat untuk bisa menembus harum suntik.
"Aaahhhh! lenguhan Savira saat jarum suntik sudah masuk kedalam urat nadinya.
"Vira sayang, jangan nangis ya.. tahan sakitnya sebentar juga hilang." bujuk Vano seraya mengusap lembut pucuk kepala gadis cantik itu.
"Kak usahakan teh manisnya di minum, biar perut Vira hangat. setelah itu baru kasih bubur dan minum air putih hangat. Aku mau racik obat dulu sekalian mandi, nanti aku kembali lagi."
Vano mengangguk sebagai respon.
Vana menoleh pada Savira yang masih belum mau membuka matanya "Vir.. minum dulu ya." mengusap lembut tangan Savira yang sudah ia anggap seperti adiknya. "Nanti ,dimakan buburnya, perut mu nggak boleh kosong, nanti kena magh. Kakak sedih Kalau Vira sakit. semua sayang sama Vira." imbuh Vana lembut.
Terdengar suara isak tangisan dari gadis cantik berbulu mata lentik itu.
"Van, kamu istirahat dan buat obat dulu. Biar Vira kakak yang jagain."
"Ya sudah aku keluar dulu. Tolong kak perhatikan makan dan minumannya."
"Iya Dek..."
Vana menghembuskan nafas lega dan meninggalkan kamar Savira.
💜💜💜
@Jangan lupa terus dukung karya Bunda dengan cara: Like, Vote/gift, Rate bintang 5 dan sertakan komentar kalian 😍😘
Follow IG Bunda 😍 @bunda. eny_76
@Sudah ada visual Savira, Devan dan Nathan, ada di IG ya All, Ma'af Bunda nggak bisa share di sini🙏😘
"Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Dewi Kijang
lanjut
2022-08-15
1
Siti Sofiah
males banget sama Savira udah di tolongin nglunjak.
2022-08-14
0
Nailott
dekens dn reno sudah. anggap seperti snk nya sendiri, jngndslhksn delena.
2022-08-11
0