Hari-hari yang berat bagi seorang Amanda Shawnette ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa sang ayah menukarnya dengan kebahagiaan dirinya sendiri.
Terluka? Tentu saja, siapa yang tidak akan terluka bila laki-laki yang disayangi sepenuh hati dengan tega menjual tubuh dan harga diri putrinya demi harta juga untuk menutupi utang-utang yang ia ciptakan.
Terluka karena kehilangan figur seorang ibu untuk selamanya, memang meninggalkan goresan yang mendalam. Tapi, kehilangan masa depan sebab kesalahan sang ayah, bagaikan luka tak berdarah. Terlalu sakit dan hanya diri sendiri yang merasakannya.
Gadis yang sejak sore mengurung diri di kamar, kini terlelap bersama kemelut hidup yang tiba-tiba datang tanpa diminta. Ia pikir, kehidupan di masa lalu sudahlah begitu berat. Namun, ternyata belum ada apa-apanya. Di depan sana batu kerikil dan jalanan terjal telah menanti untuk dipijak serta dilewati. Dan saat ini, ia bagai terjebak di antara hunusan pedang. Maju terluka, mundur pun terluka.
"Ah... sudah malam." Gadis bernetra biru itu menggeliat lalu menggucek kedua matanya. Ia mengitarkan tatapan ke sekeliling kamar yang sekarang berubah gelap dan hening. "Aku tidur sangat lama sepertinya." Ia meraih weker dari atas nakas untuk melihat pukul berapa sekarang.
Ia pun terperanjat kaget langsung terduduk diam sebab saat ini jam menunjukkan pukul dua belas malam. "Ya Tuhan... aku menghabiskan waktu berharga, dengan tidur tiada guna...."
Amanda menyalakan lampu tidur kemudian beranjak dari atas ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Dia membasuh wajah dan menatap paras dirinya dari balik cermin. "Aku harus pergi malam ini. Aku harus kabur! Aku yakin papa cuman menakut-nakuti soal aki-aki itu!"
Amanda segera menarik langkah, membuka lemari dan menyiapkan koper lalu disimpan di atas kasur. Dia memasukkan semua barang-barang pribadi ke dalam wadah tersebut. "Maafkan Manda Pa... karena tidak menuruti permintaan Papa. Manda tidak mau menikah sama tua bangka sialan itu!"
Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Di saat semua orang terlelap, gadis itu bergegas untuk meninggalkan desa tercinta dan kembali ke kota. "Aku yakin, pilihanku ini tidak salah! Aku memiliki hak atas hidupku sendiri!"
Ia pun mulai bergerak. Berjalan mengendap-endap, keluar dari kamar menuju pintu keluar. Telinga ia pasang, penglihatan dipertajam. Memastikan situasi aman serta terkendali.
Amanda mendesah pilu, "Selamat tinggal Pa, maafkan Manda...."
Gadis itu menatap nanar ke seluruh sudut bangunan yang banyak menyimpan kenangan. Kakinya melangkah pasti. Namun, di dalam hati menyimpan kegamangan. Ia pun cepat-cepat keluar dari rumah sebelum sang ayah memergoki dan mengurungnya di kamar.
"Yess, berhasil!" gumam Amanda yang sudah berhasil keluar dari rumah tanpa diketahui Omran. Dia pun mengeret kopernya untuk mencari taksi. "Tapi... jam segini, apa iya ada taksi?" gumamnya lagi melihat kondisi desa yang sepi. Dia pun memilih untuk terus berjalan, tidak peduli seberapa pun jauhnya jarak antara rumah dan stasiun kota.
Malam ini angin bertiup sangat kencang. Rasa takut bersatu padu dengan rasa dingin, tetapi semua itu tak menyurutkan tekadnya. Kedua kaki terus melangkah, menerjang bahaya apa pun yang menanti di depan sana.
Akan tetapi, keberanian gadis itu mendadak meredup sebab ia merasakan ada seseorang yang membuntutinya. Ia pun menoleh ke belakang. Namun, tidak mendapati siapa pun di sana. "Huh... mungkin hanya perasaanku saja."
Gadis itu berjalan lebih cepat dan sangat cepat. Benar saja ada satu bahkan dua orang yang tengah mengikuti dan berusaha mengejarnya. Ia pun berlari, meski dengan susah payah sebab menenteng koper yang menyulitkan langkah.
"Nona, berhenti!" teriak orang-orang yang mengikuti Amanda dan tak lain adalah orang suruhan Lucas. "Berhenti, Nona!!" teriaknya lagi.
Amanda tidak mengindahkan peringatan kedua pria tersebut. Dia terus berlari meski kakinya terasa sakit juga lecet-lecet. Salah seorang anak buah Lucas meluncurkan tembakan peringatan. Amanda menjerit dan dia pun mulai tersedu-sedu sembari menoleh ke sana ke mari mencari tempat untuk bersembunyi.
"Berhenti!" teriak anak Lucas lagi. "Kami tidak segan-segan untuk menembakmu!!" Tembakan peringatan kedua dibidikkan kembali, untuk menciutkan mental gadis yang tengah mereka kejar.
Amanda geleng-geleng kepala dan berlari menyebrangi jalan tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Di waktu bersamaan, ada satu mobil yang melaju kencang ke arahnya. Gadis itu pun memekik nyaring seraya memejamkan mata juga menutupi kedua telinganya.
"Dasar wanita gila!!" umpat si pengendara karena hampir saja ia menabrak gadis yang tiba-tiba menyebrang jalan. "Kamu mau mati, hah...?" bentaknya tanpa perasaan.
Seraya terisak, Amanda membuka mata dan melihat ke arah si pemilik mobil. "Ma-maaf...."
Pengendara mobil itu pun mendengus kasar kemudian menarik mundur kendaraannya untuk memberikan jarak. Ia menancap gas, melesat cepat melewati perempuan yang ia anggap gila.
Tubuh Amanda bergetar hebat, sementara para penjahat sudah lebih mendekat ke arahnya. Dia pun menyeka air mata dan masih berusaha untuk kabur di sisa tenaganya.
"Mau lari ke mana Nona manis?" Anak buah Lucas tahu-tahu berada di depan menghadang Amanda. Gadis itu pun membalikkan badan. Namun, suruhan si tua bangka menghalau langkahnya.
"Pergi, kalian. Pergi...!!" Amanda mengayunkan tas selempangnya, menghantam tubuh-tubuh kekar itu dengan benda yang dia pegang. Salah seorang dari mereka menyergap tubuh Amanda dari arah belakang. Gadis itu terus berteriak serta memberontak. "Lepas...! Lepas kataku!! Tolong...."
"Berteriaklah sampai suaramu habis, Nona! Tapi kami pastikan, tidak akan ada yang sudi menolongmu!" cicit si penjahat.
"Lepaskan!!" Amanda menggerak-gerakkan badannya berusaha untuk meloloskan diri. "Lepaskan kubilang!" Amanda menarik kepalanya ke bawah kemudian menarik ke belakang sekaligus, menghentak hidung pria yang memeganginya hingga berdarah.
"Ah... shitt!!" umpat pria tersebut mengatup hidungnya yang terasa nyeri. "Perempuan sinting!!" hardiknya seraya menggeleng-gelengkan kepala karena pening.
Kini tersisa satu pria lagi yang mencoba menghadang Amanda. "Mau lari ke mana kamu, kelinci kecil?"
"Aku memang kelinci, tapi kalian keledai dongok!" balas Amanda. Dia pun menendang kemaluann pria tersebut kemudian memukul kepalanya menggunakan tas selempang.
"Makan tuh kelinci!" ejek Amanda menyeringai puas. Dia pun berlari kembali, tetapi langkahnya lagi-lagi terhenti sebab rambutnya dijambak seseorang. "Aw..." pekiknya memegangi rambut yang ditarik si penjahat.
Kedua pria suruhan Lucas pun terbahak-bahak sebab mangsanya sudah berhasil didapatkan. "Selincah-lincahnya kelinci, tetap saja hanya binatang kecil dan lemah!!"
"Aku tidak lemah!!" sergah Amanda lalu meludahi pria yang tersenyum licik ke arahnya.
"Benarkah?" timpal pria tersebut. Ia menjetikkan jari memanggil temannya yang lain. "Coba perlihatkan video Omran pada gadis ini!"
Lelaki yang Amanda tendang tadi menunjukkan video Omran yang tengah disiksa oleh Lucas dan anak buahnya. Amanda terbelalak, seraya menggeleng-geleng kepala.
...******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
lina
jgn berenti, lari bae manda
2022-08-09
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
omran... omran... gara2 nafsumu, amanda jadi dilecehkan
2022-07-17
1