"Ayo Nyonya, tarik napas lalu buang perlahan dan tekan yang kencang..." titah seorang bidan yang membantu persalinan. Ia terus memberikan sorongan agar pasien mau berjuang demi bayinya.
"Dokter mana dokter? Saya ingin ditangani oleh dokter kandungan saya!" teriak wanita yang terbaring di atas verloss bed (ranjang bersalin) karena persalinannya tidak ingin dibantu oleh seorang midwife atau bidan.
"Mohon maaf, Nyonya. Dokter Alexander mendadak ada tugas keluar. Dan di Rumah Sakit ini tidak ada lagi dokter kandungan," jawab bidan di sela-sela kepanikan. "Tolong percayakan semuanya pada saya. Anda juga bayi Anda akan selamat."
"Ah... sakit. Saya tidak kuat, Nona." Pasien yang akan melahirkan tersebut, terus-menerus mengaduh kesakitan. Keringat bercucuran lantaran rasa nyeri yang tidak bisa digambarkan oleh kata-kata. Ia tidak mampu lagi untuk menjawab ataupun menyergah ucapan bidan.
"Anda harus kuat, Nyonya. Demi bayi kembar Anda." Bidan itu tidak ingin pasiennya menyerah. Karena bila si ibu menyerah, akan ada dua bahkan tiga nyawa yang terancam keselamatannya.
Wanita muda itu terus mengedan, dengan kedua tangan berpegangan erat pada besi yang berada di pinggiran ranjang. Ia sekuat tenaga mendorong agar bayi pertamanya itu bisa lahir dengan segera.
"Bagus, Nyonya. Ayo dorong terus, kepala bayi sudah terlihat!" Wanita yang mengenakan pakaian medis menantikan sesosok bayi mungil penuh harap-harap cemas. "Terus dorong Nyonya, tinggal sedikit lagi!" ucapnya lagi.
Suara erangan kini bersahutan dengan isak tangis bayi perempuan. Semua orang merasa lega. Namun, hanya untuk sesaat karena keadaan kembali menegang. Bayi kedua sudah mendesak ingin keluar dari dalam perut ibunya menyusul sang kakak.
"Sakit sekali..." rajuk wanita muda geleng-geleng kepala. " Aku sudah tidak kuat, Nona..." lirihnya dengan deru napas yang melemah.
"Tidak Nyonya, berjuanglah. Saya mohon ...."
Wanita yang terbaring lemah menggelengkan kepala, kedua kelopak mata perlahan mulai terkulai. Namun, semangatnya kembali pulih saat ia mendengar suara tangis mungil dan nyaring anak sulungnya.
"Laura...." lirih wanita itu. "Iya, Nak. Mommy akan berusaha sekuat tenaga agar adikmu lahir ke dunia dengan selamat," ujarnya menatap pilu ke arah bayi yang terbaring di atas ranjang.
"Ayo, Nyonya. Nyawa bayi kedua Anda ada di tangan Anda. Saya mohon, berjuanglah...."
Segala yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Di saat berada pada titik pasrah dan berserah, di sanalah kuasa-Nya hadir untuk memberikan kebahagiaan yang tak ternilai.
"Terus Nyonya! Tarik napas, lalu dorong bayinya." Bidan tersebut terus memberi arahan agar wanita yang ia tangani, bisa melakukan proses persalinan sesuai prosedur.
Di sisa tenaga yang ia miliki, wanita tersebut mengedan sekuat jiwa. Bayi mungil kedua akhirnya bisa keluar dari jalan lahirnya. Semua orang menghela napas lega karena kedua bayi kembar itu akhirnya selamat.
"Selamat Nyonya, bayi kedua Anda berjenis kelamin laki-laki. Dia sangat tampan sekali..." puji bidan yang tengah menggendong bayi tersebut. Ia menatap penuh cinta, malaikat kecil yang baru saja melihat dunia.
"Dia mirip sekali dengan daddy-nya. Pria bajingan yang meninggalkan mereka sebelum terlahir ke dunia ini," sahut pasien bernada amarah juga berbalut kepedihan.
"Anda wanita yang kuat, Nyonya." Wanita dengan pakaian medis menepuk-nepuk tangan pasiennya. "Maaf, saya harus membawa bayi-bayi Anda segera ke ruangan khusus bayi untuk dimandikan. Beristirahat sajalah dulu di sini, nanti perawat yang akan mengantarkan Nyonya ke ruang perawatan," jelas bidan.
Wanita muda itu mengangguk pelan. "Nona... terima kasih banyak karena Anda sudah menolong saya. Semoga hidupmu selalu mendapat berkat dari Tuhan."
"Sama-sama, Nyonya. Itu sudah bagian dari tugas saya."
"Oh iya. Bolehkah saya tahu nama Anda?" tanya pasien lantaran papan nama bidan tersebut tertutupi jubah medis.
Bidan itu tersenyum begitu manis. "Tentu saja, Nyonya. Nama saya Amanda Shawnette."
"Nama saya Karla Guilfu."
"Nama yang indah," puji Amanda. "Baiklah, saya harus secepatnya membawa bayi Anda ke ruangan khusus. Sekali lagi, saya ucapkan selamat untuk bayi kembar yang sangat luar biasa." Amanda dibantu oleh asistennya membawa kedua bayi mungil tersebut. Karla memandang buah hatinya dengan tatapan penuh kasih meski di saat seperti ini, dia harus berjuang sendiri tanpa siapa pun di sisinya.
...***...
Seharian berjibaku dengan darah, tangis dan kehidupan baru. Dara berusia dua puluh tiga tahun itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan napas, membuang segala beban yang menghimpit kedua pundaknya.
"Ya Tuhan... lelah juga ternyata. Tapi aku bahagia ketika melihat senyuman tulus dari wajah malaikat-malaikat tak bersayap," gumam Amanda membayangkan paras semua bayi yang pernah lahir di atas telapak tangannya. Dia turut menyunggingkan senyuman lantas menengok ke arah tas selempang karena teringat sejak pagi hari sama sekali tidak mengecek ponselnya.
"Papa? Ada apa papa meneleponku sampai berpuluh-puluh kali?" Amanda menghubungi ayahnya kembali. Namun, nomornya tidak tersambung. "Mungkin handphone papa tidak aktif. Besok pagi, aku coba telepon papa lagi," gumamnya. Dia menaruh ponsel ke atas kasur kemudian memejamkan mata.
"Wake-up honey!!" bisik seseorang di samping telinga Amanda. "Kalau tidak bangun juga, jangan salahkan kalau aku berbuat lebih." Seseorang itu mengecup bibir Amanda berulang-ulang kali agar gadis yang terlelap itu terjaga dari tidurnya.
Amanda mengerjap-ngerjapkan kelopak mata. Bibirnya mengukir senyuman. Dia menarik kepala seseorang tersebut dan mencumbunya begitu dalam.
"Oh... Matthew... I miss you, darl!"
"Ayo bangun!!" Matthew membetot tangan Amanda. Agar kekasihnya itu mau beringsut dari posisinya.
"Aku ngantuk, baby!" Amanda mengucek kedua matanya. Berkali-kali dia menutupi mulut lantaran menguap. "Hari ini aku sangat lelah. Aku ingin tidur panjang...."
Matthew cengengesan. "Kamu bukan beruang, honey. So... wake-up, now! Aku sudah membuatkan makan malam spesial untuk kita berdua."
Pria dengan lesung pipi itu kembali membetot tangan Amanda. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Amanda berusaha melepaskan tangannya. Akan tetapi sia-sia. sebab kekasihnya itu memegang sangat erat.
"Oke-oke, aku ikut denganmu. Tapi lepaskan dulu tanganku, sakit tahu!" ketus Amanda mendelikkan mata. Bibirnya mengerucut kesal karena sikap Matthew yang memaksanya untuk bangun.
Matthew mengulum senyum melihat Amanda yang bertingkah seperti anak kecil. "Amanda?"
"Apa?" kesal Amanda.
"Bibir kamu," jawab Matthew dengan kalimat menggantung. Andai saja saat ini Amanda melihat ke arah kekasihnya, dia akan tahu kalau lelaki pujaannya itu tengah menahan gairah yang datang tiba-tiba.
Amanda mendengkus. "Bibirku memangnya kenapa? Tidak ada yang aneh, 'kan?"
"Tidak, tapi...."
"Tapi apa?" potong Amanda."
"Bibirmu manis sekali. Boleh aku mengunyahnya?" canda Matthew.
Amanda mendengus lalu berdiri dan mendorong kening kekasihnya. "Lama-lama aku cuci juga otakmu ini! Biar bersih dari urusan sek-s dan selangkangann."
Matthew tergelak. "Maklumlah namanya juga laki-laki normal. Justu kalau aku tidak horny melihat perempuan seseksi dirimu, jadi tanda tanya besar. "
"Alasan!" cibir Amanda berjalan ke arah keluar kamar. "Ayo... nanti keburu dingin makan malamnya. Apa kamu mau diam saja di situ, Matthew?" cicit Amanda.
Matthew menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu memang sangat licin dan sulit untuk ditaklukkan, Amanda. Tapi, itulah yang membuatku selalu merasa jatuh cinta."
Amanda menyimpulkan senyuman ke arah Matthew. Tatapan penuh cinta, dia layangkan untuk laki-laki yang telah menjadi kekasihnya selama tiga tahun terakhir ini. Keduanya sama-sama saling mencintai. Namun, takdir Tuhan akan memisahkan keduanya dalam sekejap mata.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Alriani Hespiapi
Amanda bidan yang baik
2022-07-16
1
Ulfa
Hebat tuh, Amanda, karla yabg melahirkan, dia yang begitu semangat,,, Good
semanis apa sih tuh bibir Amanda 🤭🤭
2022-07-08
1
Senjaaa___
bidanya hebat kasih semangat.klau didunia nyata disuruh cesar aja pasti.
2022-07-02
2