Selepas kepergian Lucas, tubuh Amanda melangsur terduduk di atas lantai dengan kedua kaki melipat ke belakang. Bahunya berguncang hebat sebab kekuatan gadis itu telah berada pada titik terendah.
"Sampai kapan Papa mau berdiam diri seperti ini? Kenapa Papa tidak mau jujur?" Amanda menengokkan kepala ke arah Omran. "Nanti malam, aku mau kembali ke kota, aku tidak mau menikah sama laki-laki kurang waras itu!" Amanda langsung menarik tubuhnya, berdiri dan berjalan ke arah kamar. Tidak ada gunanya dia tinggal lebih lama di rumah yang tak sehangat dahulu.
"Tunggu!" pinta Omran menghentikan langkah kaki Amanda. Akhirnya pria itu memberanikan diri untuk berbicara pada Amanda mengenai permasalahannya dengan si lintah darat. "Papa terlilit utang yang sangat banyak pada Tuan Lucas. Terlebih, bunganya tiap hari bertambah."
"Berapa utang Papa?" potong Amanda.
"..." Omran membisu.
"Berapa memangnya utang Papa?" ulang Amanda dengan suara meninggi.
"U-utang Papa semuanya satu juta dolar (sekitar 10 miliar rupiah)," ungkap Omran.
Amanda melotot lalu membalikkan badannya ke arah Omran. "Satu juta Pa? Apa aku tidak salah dengar? Astaga... apa yang Papa lakukan sampai-sampai punya utang sebanyak itu?"
Omran beringsut dari atas kursi lalu menghampiri Amanda. Dia meletakkan kedua telapak tangan di atas bahu sang anak. "Maafkan Papa, Nak. Papa... Papa...."
Amanda menatap ke arah Omran. "Papa apa? Apa yang mau Papa katakan?"
"Papa... kalah bermain judi," jelas Omran dengan kepala tertunduk.
Amanda mengibaskan tangan sang ayah dari atas pundaknya. "Ya Tuhan... kebiasaan buruk Papa ternyata masih saja tidak berubah. Dari aku kecil, Papa selalu bermain judi hingga akhirnya kita jatuh miskin. Dan sekarang, kita sudah terpuruk seperti ini pun Papa tetap saja dengan kelakuan buruk Papa!!!"
"Maafkan Papa, Nak. Tadinya, Papa cuman mencari hiburan. Papa kesepian," kilah Omran.
"Alasan!!" sergah Amanda tidak ingin mendengarkan perkataan sang ayah. "Utang Papa, ya Papa sajalah yang mengurus. Kenapa harus aku juga yang dipertaruhkan?"
Omran mendesah, "Papa tidak punya pilihan lain. Mau menjadikan rumah kita sebagai jaminan, harga jualnya jauh dari jumlah utang Papa. Ditambah, bangunan ini banyak sekali menyimpan kenangan bersama mamamu."
Mendengar kata mama, kekerasan hati Amanda melunak seketika. Dia menatap ke sekeliling bangunan dingin dan lapuk kemudian memejamkan mata. Merasai kehadiran sang ibu di dekatnya. "Aku butuh waktu Pa. Aku ingin menenangkan diri...."
Omran mengangguk. "Iya, Nak. Tenangkan diri saja dulu. Dan tolong pikirkan masalah ini, pikirkan juga nasib Papa. Tuan Lucas bukanlah orang sembarangan. Kalau Papa tidak bisa melunasi semua utang, bisa-bisa anak buahnya membunuh Papa."
Amanda mendengkus kasar. "Itu bukan urusan Manda, Pa."
Gadis yang tengah berada dilema, menarik langkah kembali menuju kamar. Sementara Omran, tubuhnya menegang. Dia tidak percaya kalau Amanda si anak penurut bisa berbicara sedemikian rupa padanya.
"Amanda...!" teriak Omran.
Amanda hanya terpaku sesaat lantas melanjutkan laju kakinya masuk ke dalam kamar. Dia membanting pintu kemudian menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Pada akhirnya tangis pun pecah karena dia berada dalam kebuntuan. Masalah utang Omran bagaikan buah simalakama baginya.
...***...
"Maaf, Tuan. Ada yang ingin bertemu dengan Anda," ungkap maid dari balik tirai kamar mandi.
"Siapa?" tanya Lucas.
"Sepertinya orang suruhan Tuan..." jawab maid.
"Biarkan dia masuk!" titah Lucas.
"Baik, Tuan." Pramuwisma tersebut keluar dari kamar menemui anak buah Lucas.
Tidak berselang lama, Leo orang kepercayaan Lucas sudah berada di dalam kamar untuk menyampaikan informasi pada pemimpinnya itu.
"Bos, orang yang ingin bertransaksi dengan Anda sudah di dalam perjalanan menuju markas. Mungkin tiga puluh menit lagi, dia akan sampai di sana," ungkap anak buah Lucas pada si bos yang sedang berendam di air hangat untuk meredakan rasa ngilu pada bagian vitalnya akibat perlakuan Amanda tadi.
Lucas meraih gelas berisikan anggur lalu menggoyang-goyangkannya. Kemudian meneguk minuman alkohol itu untuk menghangatkan badan. "Dua puluh menit lagi siapkan kendaraan. Saya belum selesai berendam...."
"Siap, Bos! Saya tunggu di depan," ujar Leo.
Lucas mengangguk lalu mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Leo untuk segera keluar dari kamarnya. Dia menyandarkan kepala ke atas pinggiran bathtub dengan wajah mendongak. Bibirnya tersungging licik teringat akan sang pujaan hati.
"Amanda... Amanda... kamu memang pantas jadi istri mudaku. Cantik, seksi juga pemberani. Aku harus mendapatkanmu dengan segera, sayang...."
"Oh, jadi nama perempuan itu Amanda?" timpal Bellen yang tiba-tiba muncul seperti hantu. "Secantik apa sih dia, sampai-sampai seorang Lucas Denver dibuat seperti orang dongok?" tanya Bellen lantaran dia mendengar desas-desus mengenai Lucas yang tidak berkutik karena perlakuan Amanda.
"Kalau kamu sudah tahu, memangnya mau apa hm...?" Lucas tahu betul ada yang sedang dipikirkan Bellen mengenai Amanda saat ini.
Bellen menggelitik dada Lucas. "Aku hanya ingin bersenang-senang sedikit. Belati pemberianmu belum pernah aku pakai, kalau aku mencobanya pada wajah Amanda. Bagaimana?"
Lucas menoleh dan tetap tenang. "Boleh saja. Tapi setelah itu, kepalamu aku penggal!"
"Kamu hanya menggertakku, 'kan?" sahut Bellen.
Lucas menjambak rambut Bellen kemudian memasukkan kepalanya ke dalam bathtub. "Aku tidak sekedar menggertak ataupun menakut-nakuti. Jadi, jangan pernah berpikir untuk mengusik mainanku barang seinci pun. Karena kamu, tahu pasti apa akibatnya!"
Setelah beberapa saat, Lucas menarik keluar kepala Bellen dari dalam air. Napas wanita itu mengap-mengap, wajahnya lusuh oleh lelehan make-up. "Keparat kamu Lucas!!!"
Lucas membetot ujung rambut Bellen hingga kepala wanita itu turut mendongak. "Kamu paham betul aku seperti apa. Jadi, jagalah sikap dan mulut lebarmu itu Bellen!!"
"Dan sekarang, keluar dari kamarku! Aku malas melihat muka busukmu itu!!" bentak Lucas.
"Busuk teriak busuk," cibir Bellen lalu keluar dari kamar Lucas menuju kamarnya untuk mengganti pakaian juga merapikan diri.
"Kamu kenapa Bellen?" tanya Lavina dengan nada ejekan. "Habis berenang?" tanyanya sarkas.
"Iya, aku habis berenang dengan suami kita di dalam bathtub. Kamu tidak tahu, 'kan, apa yang sudah kami lakukan di dalam sana?" desah Bellen memanas-manasi Lavina. "Lucas... uh... kuat sekali."
Kening Lavina mengerut karena yang dia tahu Lucas sudah lemah dalam urusan ranjang. "Aku bukan anak kecil yang bisa kamu tipu, Bellen!"
"Aku bicara jujur!" sergah Bellen.
Lavina tergelak. "Ayolah... kita tahu sama tahu kalau pria itu sudah tidak bisa memuaskan kita berdua. Makanya, kamu sampai selingkuh sama si Leo!"
Bellen membekap mulut Lativa sebab khawatir celotehan wanita tersebut terdengar oleh Lucas atau pembantu di rumahnya. "Jaga mulutmu, Lavina!! Kalau ada yang menguping obrolan kita. Nyawa kita bisa melayang!"
Lavina melepaskan tangan Bellen dari atas mulutnya. "Sebelum bertindak gegabah, harusnya kamu pikirkan dulu resikonya!"
"Halah... sok naif! Kamu sendiri memuaskan kebutuhan biologis dengan sopir pribadimu itu, 'kan?" Bellen balik menekan.
Mata Lavina membola sebab rahasia yang dia jaga rapat-rapat rupanya sudah diketahui orang lain. Dia merapatkan jarak dan berbicara berbisik-bisik pada Bellen. "Kita sama-sama memiliki rahasia. Kamu simpan rahasiaku. Dan aku simpan rahasiamu! Deal?"
"Oke, deal!" sahut Bellen menyambut jabatan tangan madunya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
trio busuk. bellen, lucas, lativa. kompak trus ya
2022-07-17
0
Watik Yd
teryata istri" Lucas pd selingkuh
2022-07-12
2
langit biru
wakakaka...ternyata pada selengkeh ma anak buahnya semua...itulah kalau dah bangkotan gatau di kadalin istri"mudanya🤣🤣🤣🤣
2022-06-16
2