Tidak perlu menunggu lama, kabar mengenai lolosnya Ivana dan kematian kakak perempuannya sudah sampai ke telinga Lucas. Pria itu marah besar sebab baru kali ini usahanya hampir saja gagal.
"Tolol!!" gerundel Lucas setelah mengetahui apa yang sudah terjadi pada kedua tawanannya. Tanpa pikir panjang, dia langsung memerintahkan orang-orang kepercayaan menyiapkan kapal feri untuk menyusul kapal laut yang akan menyebrang ke negara P.
Sementara di dalam kapal, kondisi menjadi kacau balau. Semua anak perempuan yang berada di dalam dek menjerit-jerit lantaran mendengar suara tembakan yang memekikkan telinga. Mereka ketakutan kalau cerita-cerita indah dari mulut Lucas hanya sekedar isapan jempol belaka.
"Suruh mereka diam! Kalau masih saja ribut, jangan segan-segan buat menodongkan pistol ke kepala mereka!" titah John pada orang-orang suruhannya.
"Baik, Bos!" jawab anak buah John yang langsung bergerak tanpa menunggu komando kedua kalinya.
Mereka membuka pintu dek yang terkunci kemudian menghalau para gadis belia yang menyerang dengan kepalan-kepalan tak bertenaga.
"Apa kalian mau, nasib kalian sama seperti kedua gadis itu?" tekan salah satu pria.
Anak-anak perempuan tak berdosa tersebut terpaksa menarik diri menjauh lantaran takut kalau nyawa mereka pun ikut melayang sia-sia. Mereka mengunci mulut rapat-rapat dan kembali duduk meringkuk, menenggelamkan muka-muka sayu di antara kedua kaki lemas gemetaran.
"Bagus... bekerja samalah dengan kami. Maka nyawa kalian akan aman-aman saja!" kata salah satu anak buah John. "Tapi, kalau kalian memberontak seperti dua gadis bodoh itu ... tamat!!" ancamnya terdengar mengerikan.
Kaki tangan Lucas beserta komplotannya meninggalkan ruang sempit dan gelap itu untuk menemui John. Pria itu sekarang tengah mengurung diri, memikirkan nasib yang berada di ujung tanduk. Kelalaian yang dilakukan malam ini amatlah beresiko tinggi. Nyawanya bisa saja melayang di tangan si bos besar.
BRAKKK!!!
Lucas berdiri di depan lawang dengan tangan menempel pada daun pintu seraya menyalang kejam ke arah pria yang menunduk lesu. Pria yang sudah membersamainya lebih dari sepuluh tahun. Namun, malah mengecewakan pada akhirnya.
John tersentak dan langsung beringsut dari tempatnya untuk menghampiri Lucas. Dia kini bersimpuh, memegangi kedua kaki Lucas memohon pengampunan. "Bos... tolong maafkan saya. Kejadian ini, tidak akan terjadi buat kedua kalinya. Saya bisa pastikan itu!"
Lucas menghentakkan kakinya, membuat badan John terjungkal ke belakang. Dia berjongkok lanjut menjerat erat leher si begundal. "Berikan aku satu alasan, kenapa harus mengampuni dan mempertahankan anak buah dongok seperti kamu, John?"
Wajah John sudah memerah karena kesusahan untuk bernapas. Jangankan untuk menjawab pertanyaan Lucas. Sekedar menggerakkan tangannya pun, dia tak kuasa.
Akhirnya, Lucas melepaskan cekalan tangannya dari leher John. Pria yang dia cekik, sontak terbatuk-batuk sembari memegangi leher yang sakit. Suara napas tersengal-sengal, dada kembang kempis. John merasa kalau ajalnya akan segera tiba.
"Aku tidak akan membunuhmu hanya karena kesalahan hari ini. Kamu, aku bebaskan!" ujar Lucas tersenyum licik. Tidak tau apa dipikiran oleh pria itu. Mulut dan otaknya sering kali tidak sinkron. Ucapan dan perbuatan selalu bertolak belakang.
Mendengar selorohan Lucas, membuat John bisa menghela napas dengan lega. Dia mengusap-usap dada sebab bos-nya itu bersedia mengampuni dan memberikan kesempatan untuknya memperbaiki keadaan.
"Te-terima ka-kasih, Bos!!" kata John terbata-bata karena jalan napasnya masih tersendat.
Lucas menggeram lantas meninggalkan John di ruangan tersebut seorang diri. Pria malang itu tergolek lemas di atas lantai sembari tertawa hambar, meski napasnya masih terasa pengap.
Pria berusia 60 tahun menoleh ke arah bawahannya yang lain. Dia mengerdipkan mata, memberikan isyarat untuk menghabisi nyawa sang anak buah yang tidak becus.
Baru juga berjalan beberapa langkah, terdengar erangan panjang dari mulut orang kepercayaannya. Lucas menarik bibir ke salah satu sudut, kemudian berjalan teramat tenang seakan tidak melakukan dosa.
John Lincoln, orang yang banyak berjasa pada Lucas dalam menangani bisnis gelapnya. Harus meregang nyawa hanya karena satu kecerobohan yang berakhir dengan kematian tragis. Tiada kata maaf ataupun pengampuan. Melakukan kesalahan, artinya petaka.
...***...
"Amanda!!" panggil salah satu rekan kerjanya. Tunggu aku...!" teriaknya sembari berlarian menghampiri gadis berperawakan tinggi tersebut.
"Ann? Ada apa memanggilku?" tanya Amanda heran. Sebab asistennya itu berlarian menyusulnya ke tempat parkir. Di mana siang ini, dia akan makan bersama sang pujaan hati, di tepian pantai yang hanya ditempuh lima belas menit dari Rumah Sakit.
"Ini, ponselmu ketinggalan!" Seorang perempuan yang usianya sebaya dengan Amanda, menyerahkan benda tersebut sembari megap-megap.
Amanda menarik telepon genggam miliknya lalu tersenyum lebar. "Terima kasih, sahabatku tersayang. Makin cinta deh aku sama kamu...."
"Dih najis! Aku perempuan normal ya!" ketus teman karib Amanda yang bernama Ann.
Amanda hanya cengengesan mendengar ucapan sahabatnya itu seraya memasang helm ke atas kepalanya. "Aku titip Rumah Sakit ya. Mau berkencan dulu sama si lelaki tampan nan menggairahkan."
Ann mencebikkan bibirnya. "Dih, mentang-mentang punya kekasih. Selalu saja memanas-manasi. Lebih enak jadi wanita single tahu, bebas... lepas....."
"Itu sih alibi si perempuan kesepian," ledek Amanda yang membuat Ann bermuram durja. Dia senang sekali mengusili teman baiknya itu karena dengan begitu hubungannya dengan Ann semakin rekat.
"Begini amat ya punya sahabat!" keluh Ann mendelikkan mata.
Amanda terkekeh, "Tapi orang macam aku ini tidak ada duanya, Ann. Mau kamu keliling dunia sekali pun, tidak akan menemukan perempuan terunik sepertiku."
Ann mengerling lanjut merotasi kedua bola matanya. "Ya-ya-ya... pujilah dirimu sendiri, selama itu membuatmu happy!"
Amanda mencolek dagu sahabatnya. "Aku pergi dulu ya. Tidak mau membiarkan Matthew menungguku terlalu lama. Nanti banyak lalat hijau yang menggoda dia!"
Ann mengangguk tipis. "Hati-hati, jalanin motornya pelan-pelan saja! Aspal itu keras, tidak lunak seperti squishy!"
"Tenang saja, Ann. Aku bisa menjaga diriku sendiri...!" teriak Amanda sembari melajukan kendaraan roda dua miliknya dengan kecepatan 60 km/jam.
Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu nampak sangat bersemangat. Dia menjalankan motor cepat-cepat karena saat ini Matthew sudah menunggunya sejak lima menit yang lalu.
Sepuluh menit telah terlewati, Amanda sudah tiba di tempat yang lokasinya dikirim Matthew melalui aplikasi google map. Kepalanya bergulir ke sana ke mari sebab tidak menemukan siapa pun di sana.
"Matthew mana?" gumam Amanda mencari keberadaan sang kekasih hati. Dia mencoba untuk menelepon lelakinya itu. Akan tetapi, nomor ponselnya tahu-tahu tidak bisa dihubungi. "Matthew... kamu di mana sih?" resah Amanda lantaran dia sudah sepuluh menit berdiri di tempat itu. Namun, pria yang tengah dia nanti tak jua menampakkan batang hidungnya.
Gadis itu mendesah kecewa. Dia membalikkan badan untuk kembali ke tempat parkir pergi dari tempat sepi ini. Tetapi, dia malah membeku sebab lelaki yang dia tunggu, berdiri di hadapannya sembari memegang sebuket bunga dan sebuah kotak perhiasan.
"Matthew? Kamu...?"
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
langit biru
berdiri di depan lawang ???lawang sewu ?yg bener aja kak senja.aku auto ngakak🤣🤣🤣
2022-06-15
2
Mbak Rin
wah.... kasian matthew donk lau nanti ditinggal amanda
2022-06-08
4
Naruto Ganteng 🌱 Yoko 🔱🎻
amanda dan lucas
2022-06-06
5