"Matthew?" panggil Amanda dengan suara lembut.
"Yes?" sahut Matthew. "Ada apa? Kamu terlihat tidak nyaman. Apakah ada masalah?" tanyanya pada Amanda. Dia mengiris lamb steak, lalu memasukkannya ke dalam mulut menunggu Amanda menjawab pertanyaan yang dia lontarkan.
"Akhir pekan ini, kamu ada waktu luang?" Amanda menaruh garpu dan pisau lanjut duduk bersidekap di atas meja. Dia menatap kekasihnya itu penuh harap. Meski dia tahu pasti, Matthew akan menjawab dengan satu kata, sibuk.
Suara nyaring piring karena hentakan benda keras di atasnya, sudah mewakili akan jawaban yang terucap dari mulut pria berlesung pipi itu. "Memangnya ada apa dengan akhir pekan? Tumben sekali kamu bertanya seperti ini."
Amanda mendesah. "Tidak ada apa-apa, lupakan saja!"
"Begitu?" Matthew menarik kedua alisnya ke atas sebab dia penasaran dengan apa yang dipikirkan kekasihnya. "Akhir pekan ini, kebetulan aku sengaja cuti. Agar memiliki waktu berduaan denganmu." Matthew menjulurkan tangannya kemudian mengenggenggam jemari Amanda.
"Really?" tanya Amanda berbinar bahagia. "Apa aku tidak sedang bermimpi, honey?" cicitnya. Meski terkesan berlebihan. Namun, itulah ungkapan dari apa yang dia rasakan.
"Apa aku terlihat sedang berbohong?" Matthew kembali menarik kedua alisnya ke atas. Membuat beberapa lipatan muncul di atas keningnya.
Amanda berdeham, "Ya... tidak sih. Aku cuma merasa terkejut sekaligus bahagia. Aku pikir, kita hanya bisa bersama dalam waktu satu sampai dua jam saja setiap akhir pekan."
Matthew manggut-manggut. "Lalu, ada apa dengan akhir pekan ini. Kamu mau mengajakku ke suatu tempat or berkencan?"
Amanda terkekeh dan menggigit tipis ujung bibirnya. Matanya tak berkedip sekali pun memandangi wajah rupawan sang kekasih yang sangat dia cintai. "Aku ingin pulang. Sudah satu tahun aku tidak bertemu dengan papa. Firasatku kali ini sangat tidak enak. Maka dari itu, aku ingin menemuinya. Kamu bisa, 'kan, mengantarku?"
"...." Matthew nampak berpikir keras dan menimang-nimang akan permintaan sang kekasih. Amanda menghela napas, tidak ingin terlalu berharap pada lelakinya itu.
"It's ok, aku bisa pulang sendiri." Amanda meneguk air mineral yang tersaji di dalam gelas untuk meredakan perasaannya. "Mungkin Tuhan belum mengizinkan untuk kamu bertemu dengan papaku. Tidak apa-apa..." Amanda geleng-geleng kepala seraya mendenguskan kekecewaan. Dia mengelap bibirnya menggunakan napkin dan melempar kasar kain itu ke atas meja.
Suara deritan kursi bersamaan dengan hentak langkah dari kaki mulus nan jenjang. Gadis bernetra biru safir berjalan gontai ke arah kamar. Dia membanting pintu dan langsung mencampakkan tubuhnya ke atas ranjang dengan posisi menelungkup.
Matthew geleng-geleng kepala lalu beringsut dan menyusul kekasihnya yang tengah merajuk. Perlahan tapi pasti, kini pria matang itu sudah berada di samping Amanda dan membelai rambut indahnya. "Aku belum selesai bicara. Kenapa kamu pergi begitu saja?"
Amanda menoleh sepintas lantas memalingkan muka. "Karena jawabanmu sangat mudah diprediksi."
Suara bariton dengan sedikit sentuhan lembut, terdengar renyah juga maskulin secara bersamaan. "Tapi, jangan menyesal karena kamu sok tahu dengan pikiranku!"
Amanda bangkit lantas duduk dengan tegak menghadap kekasihnya. "Aku bukan sok tahu. Tapi memang tahu!"
"Kamu memang si gadis manjaku!" Matthew merangkum kedua pipi Amanda dan mengunci pergerakan mata kekasihnya itu. "Listen to me! Pekan ini, aku akan mengantarkan ke mana pun yang kamu mau. Termasuk untuk pulang dan menemui keluargamu," tegasnya tidak memperlihatkan keraguan sedikit pun.
Biji mata Amanda bergerak-gerak. Dia ingin sekali menjawab dengan sederet kata-kata, tetapi mulutnya yang mengerucut karena tangan Matthew, mendadak kelu dan tak mampu berucap meski hanya satu huruf.
"I love you, Amanda. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untukmu dan hubungan kita!" Matthew menatap hangat manik mata yang selalu membuatnya mabuk kepayang. Dia memiringkan kepala dan satu kecupan mendarat sangat lembut di atas bibir dingin tak bergincu. "Kamu tidak ingin merespon, meski hanya dengan kalimat I love you t—"
"I love you too," potong Amanda membuat darah keduanya berdesir.
Sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta itu menelan saliva bersama-sama. Sebagai anak muda yang memiliki gejolak sek-s sangat tinggi, mereka harus bersusah payah menahan godaan yang terus menerobos akal sehat keduanya.
Amanda, dara berusia dua puluh tiga tahun itu berkomitmen untuk melakukan sek-s selepas menikah. Bukan tanpa sebab, dengan profesinya sebagai bidan. Dia seringkali menemukan wanita-wanita muda yang depresi lantaran melahirkan tanpa dukungan orang-orang terdekat. Khususnya suami ataupun kekasih.
Sementara Matthew, sejak kecil dia diasuh oleh sang nenek jauh dari orang tuanya. Di mana wanita itu mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama yang kuat. Salah satunya, *n*o se-x before marriage.
Amanda lagi-lagi merajuk. Dia mendorong dada Matthew sebab pria itu menyesap bibir bawahnya begitu kencang. "Sudah... nanti bibirku bengkak!"
"Malah, aku suka kalau bibirmu berubah tebal. Akan lebih nikmat untuk kusesap nantinya." Matthew sengaja mengusili kekasihnya itu yang selalu bersikap manja padanya.
"Oke-oke... nanti aku suntik filler bibir, biar seperti artis-artis Hollywood. Puas?" kesal Amanda.
"Tidak mau." Matthew geleng-geleng kepala. "Aku hanya ingin bibirmu menebal secara natural." Pria itu menggerak-gerakkan bibirnya, menirukan gaya seekor ikan.
Amanda mendorong kening kekasihnya lantaran wajah tampan itu semakin mendekat, bersiap untuk melahap kembali bibir mungilnya. "Sudah malam, aku mau tidur. Kamu pulanglah!"
"Biarkan aku tidur di kamarmu, malam ini... saja," rengek Matthew seperti anak kecil yang meminta dibelikan permen pada ibunya. Dia menepuk-nepuk bantal kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Wajah yang tampan terlihat bertambah tampan. Saat matanya terpejam dengan raut damai, meneduhkan siapa pun yang memandanginya.
"Iya tahu, aku memang tampan. So, kiss me!" seloroh Matthew tanpa membuka kelopak matanya.
Paras Amanda bersemu merah karena dia kedapatan tengah memandangi wajah kekasihnya. "Aku izinkan kamu tidur di kamarku. Tapi cukup sekali ini saja ya...."
Tidak ada sahutan, yang terdengar hanya suara dengkuran dari mulut Matthew. Lantaran dia telah tertidur dengan pulas.
Amanda menarik bibirnya tipis. Tangan halus membelai lembut wajah tampan yang menjadi angan-angan di masa depan. Khayalan melambung tinggi, membayangkan bila suatu saat Tuhan menyatukan dia dan lelaki yang amat dicintai dengan ikatan suci pernikahan. Akan menjadi kebahagiaan terbesar dalam hidupnya, yang tak akan dapat terbeli oleh apa pun juga.
"I love you to the moon and back, my future husband!" Amanda memberikan ciuman selamat tidur pada wajah Matthew tanpa terlewati seinci pun. Dia beringsar dari atas kasur seraya mengambil bantal dan selimut. Malam ini, dia harus rela tidur di atas sofa kamar. Mengalah demi pria yang selalu membuat hari-harinya kian berharga.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Alriani Hespiapi
ingat komitmennya Amanda..
2022-07-17
0
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
seranjang sampe pagi aja. drpd ke sofa, pegel...🤭🤭🤭
2022-07-10
1
Ulfa
udah berbagi ranjang ya...🤭🤭
2022-07-08
1