"Ayo keluar!!" titah anak buah Lucas mendorong punggung perempuan yang mereka sekap dari dalam gudang. "Jalan yang cepat!!" tambahnya lagi menendang kaki-kaki bergetar para gadis malang.
"Kenapa kalian masih diam saja, hah...? Mau aku hancurkan kepala kalian?" ancam John menodongkan sebuah senapan ke arah dua perempuan yang berdiri mematung. Dia menakut-nakuti tawanannya supaya mengikuti apa yang dia perintahkan.
Ancamannya pun berhasil, semua sandera sudah meninggalkan gudang dan berjalan terseok-seok menuju tempat di mana kendaraan yang akan membawa mereka, terparkir.
Suara isak tangis, mewakili perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Mulut terbungkam, meski dalam hati menjerit. Kenyataan yang berjalan saat ini bagaikan mimpi buruk. Meski pahit, harus tetap mereka terima.
Sepuluh remaja perempuan tersebut, saat ini sudah berada di dalam truk untuk diangkut ke sebuah dermaga. Mereka akan disebrangkan menggunakan kapal laut menuju negara asing yang belum pernah sekali pun disinggahi. Guratan kepasrahan berselimut ketakutan, terpancar dari wajah-wajah polos nan lusuh. Mereka saling merangkul, tidak ingin terpisahkan satu sama lainnya.
"Kak, kita mau dibawa ke mana? Ivana takut..." rengek gadis berusia tujuh belas tahun di dalam dekapan kakak perempuannya. Dia tak berhenti menangis sebab membayangkan hal-hal buruk yang tengah menanti di depan mata. "Aku dengar, kita akan dijual ke luar negeri. Kita... kita akan dijadikan PSK di sana!" Ivana meraung membuat perempuan lainnya turut tersedu-sedu.
Perempuan yang dipanggil kakak oleh Ivana mengeratkan pelukan. Ia menghujani pucuk kepala adiknya itu dengan kecupan seperti mengatakan selamat tinggal. "Semua akan baik-baik saja. Percaya sama Kakak!"
Ivana geleng-geleng kepala dan terus saja terisak. Sulit untuknya percaya bahwa dia maupun saudara kandungnya akan baik-baik saja. Mengingat bagaimana kejamnya Lucas juga antek-anteknya memperlakukan mereka selama ini.
"Dengarkan Kakak!" Perempuan muda itu menggamit kedua pipi Ivana dan berbicara dengan berbisik. "Tengah malam nanti, kita akan tiba di dermaga dan dipindahkan ke dalam kapal laut. Di saat itulah, kita memiliki kesempatan buat melarikan diri. Kamu dan Kakak sama-sama pandai berenang, bukan? Ini saat yang tepat buat menggunakan keahlian kita!" ungkap sang kakak mantap.
Ivana menghela napas dan menundukkan pandangan tak ingin menatap kakaknya. Semangat sudah luntur, dia telah pasrah akan nasib yang menantinya kini.
"Ivana, lihat Kakak!!" sentaknya agar sang adik mau menatap ke arahnya. Ivana mengangkat kepala dan memperlihatkan bola mata berkaca-kaca. "Kita harus bisa melarikan diri dari orang-orang biadap ini. Hidup atau mati tidak menjadi soal karena harga diri kita sebagai perempuan jauh lebih berharga dari sekedar kematian!" tegas Kakak Ivana.
"Tapi, Kak...."
"Tidak ada tapi-tapi! Kamu mau memangnya seumur hidup dijadikan budak sek-s?"
Ivana menggeleng kepala. "Tidak, Kak. Aku tidak mau. Aku ingin pulang. Aku mau bertemu mama papa...."
"Kamu pasti pulang dengan selamat tanpa kekurangan satu apa pun. Pegang omongan Kakak!"
Ivana mengangguk lalu menggeser posisi duduknya. Dia menyandarkan kepala ke atas bahu sang kakak. Lambat laun kelopak mata terpejam, dia terlelap penuh kedamaian. Di lain hal, kendaraan yang membawa mereka telah melaju meninggalkan desa. Meninggalkan tempat kelam menuju tempat penuh akan nestapa.
...***...
"Malam ini... langit sangat cerah." Matthew melingkarkan lengan ke pinggang Amanda lalu menautkan wajahnya ke atas pundak sang pujaan hati. "Tapi cerahnya langit, indahnya bintang... tidak bisa mengalahkan kecantikan parasmu, wahai gadis bermata biru safir." Matthew mengecup lembut pipi Amanda dan turut menatap langit. Membayangkan masa depan bersama wanita yang selalu hadir di setiap mimpi-mimpinya.
Gadis itu memutar badannya, kemudian mengalungkan kedua tangan ke leher Matthew. "Sejak kapan kamu pandai merayu, hm...? Rasa-rasanya, baru kali ini aku mendengar kamu bicara begitu lembut."
Matthew menarik pinggang Amanda, membuat tubuh keduanya merapat tanpa jarak. Sapuan hangat terasa menggelitik di atas wajah. Debaran perasaan di antara keduanya memacu detak jantung semakin cepat.
"Kenapa melihatku seperti itu? Ada yang salah di mukaku?" Amanda pura-pura bertanya untuk meredakan sinyalir aneh yang merangsek ke dalam sanubari.
"Aku melihat cinta yang begitu besar di matamu," cakap Matthew.
Amanda tertawa hambar. "Lihat! Di atas mukaku seperti ada kupu-kupu tengah bertebrangan karena ucapan-ucapan manismu, Matthew!"
"Artinya?" sahut Matthew.
"Tidak ada," kilah Amanda.
"Kamu menggodaku?" tekan Matthew.
"Mana ada?" kelit Amanda.
Matthew membekukan tubuh Amanda dengan tatapan hangatnya. Gadis itu memejamkan mata, membuka sedikit bibir tipis nan merah jambu menantikan sentuhan lembut menggairahkan. Cukup lama dia dalam posisi seperti itu. Namun, apa yang dia bayangkan belum juga terjadi.
Gadis itu membuka mata. Dan terlihat olehnya kini, paras Matthew dengan senyuman melengkung karena tingkah absurd-nya. Amanda langsung melengos, tidak kuasa menutupi rasa malu.
Matthew menarik wajah Amanda lalu menelungkup dengan kedua tangan. Matanya terpejam lanjut mencumbu bibir sang kekasih begitu lembut. Dia menikmati inci demi inci, benda tipis yang selalu membayang di pelupuk mata.
Tangan Matthew menekan kepala belakang Amanda untuk memperdalam ciumannya. Kedua mata gadis itu terbuka sempurna. Dengan kelopak mengerjap-ngerjap karena Matthew memagut bibirnya begitu saja.
"Buka mulutmu," desah Matthew.
Amanda membuka bibirnya dan kini dia pun turut terpejam. Merasakan lidah sang kekasih yang menari-nari di dalam rongga mulut. Mereka kini saling menyesap dan memagut satu sama lain, dengan napas terengah-engah dan detak jantung bertalu-talu.
"Nakal..." rajuk Amanda.
"Kamu yang membuatku nakal, Manda..." jawab Matthew.
"Mesum!!" ketus Matthew.
"Bagaimana aku tidak mendadak mesum kalau disuguhi pemandangan indah seperti ini?!" Matthew mengusap-usap bibir kekasihnya.
"Alibi!!" sergah Amanda.
"Itu faktanya, baby!" Lagi-lagi Matthew memagut bibir tipis yang membuatnya merasa ketagihan. Dia lumatt lalu gigit gemas. Tubuh keduanya meremang, gairah muda melonjak naik. Namun, tetap mereka tahan demi memegang teguh sebuah komitmen.
"Besok, sebelum kamu pulang. Aku ingin mengajakmu lunch di tepian pantai. Kamu mau, 'kan?" tanya Matthew berharap kekasihnya itu mau mengabulkan keinginannya.
"Besok siang? Memangnya kamu tidak ada jadwal praktek?" Amanda balik bertanya karena biasanya hari sabtu aktifitas Matthew sebagai seorang psikiater sangatlah padat.
"Iya, besok siang. Sudah lama kita tidak makan siang bersama, 'kan? Dan kebetulan, besok aku tukar jadwal dengan dokter yang lain. Jadi aman!"
Amanda manggut-manggut. "Oh...."
Matthew tersenyum lalu merangkul pundak kekasihnya dan mengajak untuk memandang langit kembali sebab saat ini banyak bintang berserakan disertai cahaya purnama.
Amanda turut tersenyum lalu melingkarkan tangannya ke pinggang sang pujaan. Kepalanya bersandar manja ke atas bahu datar. Mata menatap lurus keindahan Sang Pencipta yang tiada dua.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
lovely
ahhh swettt nya tapi menyedihkan klo authournya memisahkan mereka tegaaaa🥴🥺
2022-07-25
0
Neyna 🎭🖌️
semangat senja crazy upnya semoga sukses 💪💕💕
2022-07-11
1
nath_e
aaaaaah....mau gt jg, romantis😍
2022-07-08
1