"Jambret...!" pekik orang-orang mengejar pemuda berbadan kekar yang berlarian di pinggir jalan.
Amanda yang tengah berdiri menunggu taksi, spontan menoleh dan mendapati seorang pria berlari tunggang langgang ke arahnya. Dia menghadangkan kaki kanan membuat pria tersebut terjungkal dan wajahnya tersungkur mencium tanah.
Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu membekuk si penjambret dengan menarik kedua tangan ke belakang lantas menguncinya. "Ayo bangun!!"
Pria itu bangkit dengan susah payah lalu memutar kepala memperlihatkan wajahnya yang terluka karena serangan Amanda.
"Kamu, 'kan, pria yang di kereta tadi?" sentak Amanda mengeratkan cekalan tangannya. "Aku tidak salah menerka, kamu memang perampok sialan!" tuduhnya karena orang-orang menyebutnya jambret.
"Kamu salah orang!" kelakar pria yang disangka penjambret oleh Amanda. "Aku bukan jambret, rampok ataupun copet. Kamu keliru kalau menangkapku karena penjahat yang asli keburu kabur sebelum kutangkap!" jelasnya membela diri. Ia mengerdikkan kedua lengan, berusaha untuk kabur.
Amanda menyentak lengan pria tersebut hingga dia mengerang kesakitan. "Mana ada maling bicara jujur?! Yang ada, penjara bakalan penuh nanti!"
Semua orang yang tengah mengejar pria beranting itu menghampiri Amanda dan menyorot heran ke arahnya.
"Bukan dia pencurinya, tapi anak muda itu!" tunjuk salah satu dari mereka ke lelaki berbaju hitam yang di sebrang jalan.
"Ja-jadi, saya salah orang?" tanya Amanda karena dia begitu yakin kalau pria berandalan itu adalah komplotan pencuri. "Ma-maaf, saya pikir orang ini yang sedang kalian kejar." Amanda melepaskan cengkeraman tangannya, membebaskan lelaki tersebut.
"Bukankah aku sudah bilang, kalau kamu salah menangkap orang?" tekan pemuda itu. "Lihat! Gara-gara belaga menjadi pahlawan kesiangan, penjahat sebenarnya berhasil meloloskan diri dan membawa dompet wanita ini!" hardiknya menunjuk-nunjuk muka Amanda.
Amanda merasa tidak enak hati lantaran sudah menuduh yang bukan-bukan. Terlebih dia membuat seorang wanita kehilangan harta berharganya.
"Maafkan saya." Amanda membungkukkan badan di hadapan semua orang. Niat hati ingin menolong orang lain, malah kesialan yang menimpanya.
Orang-orang itu menyoraki dan mempermalukan Amanda secara tidak langsung, meski mereka tahu kalau semua ini bukan seluruhnya kesalahan dia.
"Sekali lagi, saya minta maaf." Amanda masih dalam posisi membungkuk dan membiarkan orang-orang itu berkata sesuka hati.
"Meski kamu meminta maaf berkali-kali, uangku tidak akan bisa kembali!" bentak wanita yang kehilangan dompetnya. Ia mengajak yang lainnya untuk membubarkan diri sebab kerumunan semakin tak terkendali. Dan menimbulkan kondisi jalanan padat merayap.
Pemuda yang memakai tindik dan memasang tato di kedua lengannya, meledek Amanda dengan gelak tawa menjengkelkan. Ia masih belum puas membalas perlakuan Amanda yang membuat hidungnya meneteskan darah.
"Bagaimana rasanya jadi orang yang sok jagoan, apakah menyenangkan?" sindir pria berandalan cengengesan. Ia menilik tubuh Amanda, dari pucuk kepala hingga ujung kaki. "Kelihatannya, kamu orang terpelajar. Tapi sayang, otaknya dongok!" hinanya menujuk ke atas pelipis.
Amanda menjulurkan jari telunjuk. "Jaga bicaramu, Tuan!! Anda tidak berhak mengataiku seperti itu!"
Pemuda tanpa identitas mengarahkan telapak tangan ke muka Amanda agar dara cantik itu berhenti berceloteh. "Kenapa memangnya? Aku punya mulut dan pemikiran sendiri. So, bebas buatku berkata apa pun juga!"
"Kamu!!" geram Amanda karena si pria asing seakan sengaja membuatnya murka. Dia ingin sekali memberikan pemuda itu pelajaran, tetapi pertikaian yang melibatkan dirinya mengundang rasa penasaran orang-orang di sekitar halte.
"Apa?" tantang si lelaki.
Amanda mendengus kesal lantas menghentikan taksi yang melaju ke arah halte. Dia tidak ingin membuang-buang waktu dengan terus berdebat.
"Minggir!" Amanda menubruk dada pria itu karena menghalangi jalannya. "Minggir kataku!" sentaknya karena pemuda tersebut tidak ingin bergeser dari posisinya. Amanda membulatkan bola mata lanjut menginjak sangat kencang punggung kaki si pemuda asing.
"Wanita barbar...!!" teriak laki-laki bertubuh atletis.
"Aku memang barbar!!" Amanda berhasil naik ke dalam taksi kemudian menjulurkan lidah mengejek si pemuda bergajulan.
"Aku bersumpah kita akan bertemu lagi...!" teriak pemuda itu setelah taksi yang ditumpangi Amanda beranjak meninggalkan halte.
Amanda yang mendengar suara samar-samar teriakan, hanya menggerundel di dalam hati. "Aku pun bersumpah, kita tidak akan pernah bertemu lagi!!"
"Mau ke mana kita, Nona?" Pertanyaan sopir taksi memberaikan pikirannya.
Amanda terkesiap. "Ya?"
"Mau ke mana kita, Nona?" ulang sang sopir.
"Tolong antarkan saya ke villa Wildstone," jawab Amanda.
"Baik, Nona..." sahut sopir sopan.
...***...
Amanda menghirup dalam-dalam udara yang sangat sejuk, meski hari kian terik. Matanya terpejam merasai aliran oksigen menyapa tubuh bagian dalamnya. Pikiran tenang dan hati pun turut merasa damai.
Kelopak mata perlahan terbuka. Sepanjang netra memandang, hanya ada keindahan serta ketakjuban. Kepalanya berputar, pupil membesar, ingatan kenangan masa kecil berkelibatan di dalam nalar. Senyuman tipis tersungging, menarik kaki untuk segera melangkah menuju bangunan sederhana yang memiliki segudang cerita.
Akan tetapi, senyum itu sirna lantaran melihat kondisi jendela yang semuanya pecah. Amanda lekas mendorong pintu rumah, hati yang berbunga menguncup seketika.
"Kenapa dengan rumahku? Kenapa bisa acak-acakkan begini? Pantas saja aku merasa kalau ada yang terjadi sama papa," lirih Amanda menengok ke seisi rumah.
Rasa khawatir semakin menelusup karena melihat bekas darah mengering di atas lantai. Gadis itu pun memanggil sang ayah begitu gamang. "Pa... papa! Amanda pulang, pa. Papa di mana?"
Tidak ada suara sahutan, membuat Amanda terjebak dalam kekalutan. Dia berlarian mencari sang ayah, ke setiap penjuru rumah. "Pa... papa di mana? Jawab Manda, pa!!"
Ruangan terakhir yang belum diperiksa adalah kamarnya sendiri. Pintu dibuka perlahan dan benar saja nampak olehnya, Omran tengah terbaring di atas dipan dengan tubuh berselimut kain tipis.
"Pa... Papa kenapa? Apa Papa sakit? Terus rumah kita kenapa sangat beranta—" ucap Amanda terjeda sebab dia melihat bekas luka di atas wajah sang ayah. "Pa... siapa yang membuat Papa terluka? Ayo bilang sama Manda!" isak gadis itu tidak kuat hati melihat sang ayah dengan luka sayatan.
Omran menegakkan tubuhnya kemudian duduk membungkuk di depan Amanda. "Papa tidak kenapa-kenapa, Nak. Papa baik-baik saja kok!"
Amanda geleng-geleng kepala. "Tidak, Papa berbohong. Papa tidak sedang baik-baik saja. Manda obatin ya lukanya biar tidak infeksi. Setelah itu, Papa ceritakan semuanya sama Manda. Apa yang sudah terjadi sama Papa juga rumah ini!"
"Iya-iya... nanti Papa ceritakan. Kamu seperti mamamu saja, cerewet!" Omran mencubit gemas pipi putrinya.
"Manda memang harus cerewet sama Papa," rajuknya menggeronyotkan bibir. "Ya sudah, Manda ambilkan kotak obat dulu. Papa tunggu di sini, jangan ke mana-mana!" Amanda meninggalkan Omran ke ruang keluarga untuk mengambil wadah yang berisikan obat antiseptik.
"Sandiwaraku sepertinya akan berhasil mengelabui anak itu! Maafkan Papa, Manda. Kalau tidak begini, kamu pasti akan menolak permintaan Papa buat menikah dengan tuan Lucas."
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Watik Yd
bpk yg jahat,hanya mikirin uang
2022-07-12
2
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
tega bapaknya
2022-07-11
2
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
up again
2022-06-08
2