Besok, jadi pulang, 'kan, Nak?
Kamu tidak ingkar janji, 'kan?
Papa tunggu ya. Papa rindu sama kamu, Nak!
Pesan singkat yang dikirimkan oleh sang ayah membuat Amanda sulit untuk memejamkan mata karena teringat kembali pada gadis yang tergolek di Rumah Sakit. Mungkin, orang-orang akan berpikir bahwa dia terlalu berlebihan. Tapi itulah Amanda, yang terlalu memikirkan urusan orang lain ketimbang dirinya sendiri.
"Huh... aku sudah tidak mungkin mengulur waktu untuk pulang ke desa karena papa juga membutuhkanku. Tapi gadis itu?" tanyanya pada diri sendiri. "Aku juga tidak bisa membiarkan dia berada dalam kondisi terancam!" gumamnya lalu meraih ponsel kembali untuk mengetik beberapa pesan untuk sang kekasih.
Matthew, besok aku bertolak ke desa sendiri saja. Kamu tidak perlu mengantarkanku.
Aku titip gadis itu, ya. Pastikan kondisinya aman.
Kalau dia sudah sadar, bawa saja ke Rumahmu. Jangan ke kantor polisi atau ke tempat mana pun.
I love you
Selepas mengirimkan beberapa pesan, Amanda lalu menonaktifkan telepon genggam. Lantaran dia sudah membayangkan kalau kekasihnya itu tidak akan menerima keputusan yang hanya berasal sebelah pihak.
"Aku harus tidur, perjalanan besok pagi akan sangat melelahkan." Amanda mematikan lampu utama lanjut memejamkan mata. Dia berusaha menenangkan pikiran dengan aroma relaksasi yang menguar di seisi kamar.
...***...
Malam kelabu telah terlewati, kini pagi yang cerah telah menyambut dengan berbagai keindahan. Namun, menyimpan banyak rahasia. Hangatnya mentari, menyapa wajah lelah yang terlelap di samping jendela kereta api. Meninggalkan kota dan sang kekasih hati untuk sementara waktu.
"Ah... sudah jam sembilan pagi lagi." Amanda menggeliat sembari menutupi mulut yang menguap lantaran dia masih mengantuk. "Matthew!" pekiknya teringat sang pujaan hati. Dia mengeluarkan benda pipih dari dalam tas lantas menyalakannya. Ponsel tidak berhenti berbunyi sebab pemberitahuan seratus panggilan telepon dan berpuluh-puluh pesan masuk dari nomor kekasihnya, sejak tadi malam.
"Ya Tuhan... maafkan aku Matthew!" Amanda memijit nama kontak kekasihnya untuk memberikan kabar.
Matthew
Aku marah, jangan menghubungiku lagi!
Amanda
Jangan marah, please....
Matthew
Apa orang lain lebih penting dariku dan urusan kita berdua?
Amanda
Tidak seperti itu Matthew. Kamu tetap nomor satu dan paling utama
Matthew
Bullshits!!
Amanda
Matthew....
Pria berlesung pipi itu memutuskan sambungan telepon sebab dia merasa kecewa dengan sikap Amanda yang pergi seorang diri tanpa dirinya. Sudah jauh-jauh hari dia menyiapkan waktu agar bisa berduaan dengan kekasihnya itu. Namun, Amanda malah menyia-nyiakan kerja kerasnya.
Maaf
Amanda mengirimi Matthew chat, tidak ingin lelakinya itu murka berlarut-larut. Matanya menatap nanar layar ponsel sebab yang muncul di bawah pesan hanya tanda ceklis satu. "Dia benar-benar marah."
Tidak ingin berpikiran terlalu jauh, Amanda mencoba melupakan masalahnya dengan Matthew. Dia memasang headphone lalu mendengarkan lagu-lagu klasik untuk mengembalikan mood yang sempat turun.
Sementara di Rumah Sakit, Matthew tidak berhenti menggerutu. Dia merasa tawar hati dan kesal pada kekasihnya itu. Kedongkolannya hampir saja dilampiaskan pada semua orang. Tetapi, untung saja dia masih bisa bersikap rasional.
Meski dengan berat hati, dia pun mendengarkan permintaan Amanda untuk menjaga gadis asing itu dan membawa pulang ke rumah untuk memastikan kondisinya aman dari segala ancaman yang dia sendiri tidak tahu apa itu.
...***...
"Lapor, Bos! Saya mendengar, kemarin siang ada seorang gadis yang dibawa ke Rumah Sakit di kota P," ungkap pesuruh Lucas bernama Leo. "Dan katanya lagi, gadis itu dibawa dalam keadaan pingsan karena ditemukan terapung-apung di tengah pantai. Tapi, sayangnya sekarang dia sudah dipindahkan ke Rumah Sakit yang lain," ungkapnya lagi setelah mengorek informasi pada salah satu pekerja Rumah Sakit tersebut.
Lucas menyeringai. "Itu artinya dia terdampar sangat jauh dari posisi terakhir?"
"Sepertinya begitu, Bos! Ombak malam itu memang lumayan besar. Pantas saja kami tidak menemukannya di sekitar sini, ternyata gadis itu terseret sangat jauh," ujar Leo seolah membela diri karena tidak berhasil menemukan Ivana.
Lucas manggut-manggut lalu melemparkan sejumlah uang. "Korek informasi lagi, ke mana tawanan kita dibawa pergi. Kita harus segera mendapatkan anak perempuan itu, sebelum pihak berwajib lebih dulu menemuinya!"
"Siap, Bos!!" jawab Leo.
"Kalau orang-orang berusaha menyembunyikan keberadaan anak itu, kamu tahu bukan, apa yang seharusnya dilakukan?" imbuh Lucas bernada ancaman.
"Sangat tahu, Bos!" seru Leo. "Kalau mereka bermain-main dengan kita, dor-dor-dor!!" ucapnya dengan kedua tangan menirukan bentuk pistol.
Lucas menggerenyot sadis. "Bagus... semakin pintar saja kamu, Leo! Itulah yang harus dimiliki oleh kaki tangan seorang Lucas Denver. Berdarah dingin, tidak mempunyai belas kasih meski pada saudara sendiri!"
"Siap laksanakan, Bos! Saya siap mengabdi hingga tetesan darah penghabisan!" Leo membungkukkan badan tanda penghormatan pada pemimpinnya. Tanpa malu, dia memilih menjadi seorang penjilat demi kekuasaan dan materi yang melimpah. Padahal, sekali saja dia melakukan kelalaian, maka nasibnya akan sama seperti John. Yakni mati secara tragis.
...***...
Sudah lima jam Amanda menempuh perjalanan yang hanya dikelilingi oleh pepohonan dan melewati jembatan-jembatan tua. Waktu untuknya sampai di desa tersisa lima belas menit lagi.
Gadis itu menikmati pemandangan berbeda dengan tempat tinggalnya selama ini. Udara di desa di mana dia dilahirkan juga dibesarkan, masih sangatlah sejuk karena kondisinya yang asri. Selain itu, dekat pula dengan pegunungan dan air terjun tertinggi di negaranya.
Bayangan Matthew kembali berkelibatan di dalam pikiran. Gadis dengan manik mata biru safir, mengecek ponsel berharap kekasihnya itu membalas pesan yang ia kirim tadi. Akan tetapi, hingga kini masih saja belum dibaca.
"Dia marah besar sepertinya. Belum pernah mendiamkanku seperti ini," kata Amanda di dalam hati.
Amanda tenggelam dalam pikirannya sendiri, sampai-sampai dia tidak sadar kalau kereta api sudah berhenti di stasiun terakhir. Hingga seorang pemuda membuyarkan lamunannya dengan suara bariton dan tepukan di depan wajah.
"Nona manis, Anda kerusupan atau mati mendadak?" ledek si pemuda yang mengenakan anting-anting memenuhi hidung juga telinganya.
Amanda terkesiap dan spontan memukul wajah pemuda itu. "Kamu copet ya? Kamu mau merampokku?"
Pemuda itu mendengus kasar. "Wajah sih cantik, tapi hatinya burik! Menilai orang lain cuman dari tampilan luarnya!"
Amanda mengerjapkaan mata berulang kali sebab menyadari kalau dia telah salah berbicara. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk—"
"Ayo cepat turun, di gerbong ini hanya tinggal kamu!" potong pemuda asing itu sembari membetot tangan Amanda.
"Hello... Barusan aku sudah meminta maaf. Bisa tidak kamu bersikap lembut, wahai pemuda berandalan?" geram Amanda karena dia merasa nyeri di tangan kirinya.
Pemuda itu melengos dan masa bodoh dengan perkataan Amanda. Dia berlalu terlebih dahulu setelah gadis itu menautkan tas ransel ke atas punggung dan beringsut dari tempat duduknya.
"Dasar laki-laki tidak jelas...!!" teriak Amanda dengan kedua tangan di samping mulut. "Mudah-mudahan aku tidak bertemu lagi dengan pria aneh sepertimu...!!" teriaknya lagi yang hanya dibalas dengan kibasan tangan.
Amanda menghentak lantai dan buru-buru turun dari kereta api. Sebelum kendaraan itu kembali melaju, menuju kota.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
diakah sang bad boy?
2022-07-10
0
langit biru
kira"siapakah pria gaje berpierching itu yaa????
2022-06-15
2
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
up
2022-06-07
3