Singapura...
Herry menghela napas kasar, tubuhnya terasa lemah dengan berbagai alat medis yang terpasang. Merahasiakan penyakitnya dari putrinya? Itulah yang dilakukannya. Menatap ke arah jendela, menitikan air mata dalam keadaan masih terbaring lemah."Sayang, maaf tidak bisa menjaga putri kita terlalu lama. Aku merindukanmu..."
Merindukan? Siapa yang dirindukannya? Bukankah istrinya Dini masih berada bersama Sazi? Sejatinya bukan Dini yang dirindukannya.
Namun, almarhum istrinya yang meninggal kala berjuang untuk melahirkan putri mereka. Wajah yang benar-benar cantik, menyerupai Sazi. Hanya dapat memegang jemari tangan istrinya yang mendingin kala itu, berteriak menitikan air matanya, menyaksikan sendiri kematian istrinya.
Namun, saat ini dirinya memiliki kesempatan untuk bertemu kembali dengan istrinya, setelah divonis menderita Leukemia stadium 4 akhir. Ingin menemani putrinya? Tentu saja, namun takdir berkata lain, dirinya akan bertemu dengan istrinya kali ini, wanita yang akan menyambutnya nanti, untuk tenang di sisi-Nya.
"Aku mencintaimu..." gumamnya dalam tangisan merindukannya. Mungkin saat ini mendekati ajalnya, dokter mengatakan adalah sebuah keajaiban dirinya masih bertahan hingga saat ini.
Seorang pengacara berdiri di sampingnya."Tuan, semua berkasnya sudah siap..." ucapnya.
Perlahan Herry berusaha untuk bangkit, menandatangani surat wasiatnya. Surat wasiat yang menyatakan akan mewariskan seluruh kekayaannya untuk putri tunggalnya. Sedangkan Dini, hanya diwariskan rumah kediaman mereka, serta satu unit mobil saja.
Mengapa? Apa dirinya tidak mencintai Dini, wanita yang berstatus istrinya? Tentu saja tidak mencintai Dini, sebuah pernikahan hanya agar putrinya mendapatkan kasih sayang seorang ibu, dirinya masih mencintai almarhum istrinya.
Menikahi baby sitter putrinya, agar Sazi tidak kekurangan kasih, sosok seorang ibu. Semua foto ibu kandung anak itu sesungguhnya di simpannya di gudang. Ini dilakukannya agar putrinya tidak merasa kehilangan, atau iri pada anak lainnya yang dibesarkan oleh ibu kandung mereka.
Dini yang begitu menyayangi Sazi, merawatnya dari baru dilahirkan, itulah yang terlihat di mata Herry. Dan Sazi yang mencintai Dini bagaikan ibu kandungnya sendiri.
"Maaf tuan, kenapa berkasnya harus rangkap dua?" tanya sang pengacara.
"Bawa salah satunya, satu lagi aku yang akan menyimpannya..." jawaban dari Herry.
Sang pengacara melangkah pergi, sementara Herry terdiam di tempat tidurnya menatap berkas di tangannya. Inilah keputusan yang diambilnya, menyimpan satu salinan berkas yang masih di tempelkan materai itu di tempat yang aman.
Tujuannya? Tidak semua manusia dapat dipercayai. Termasuk pengacara perusahaannya, jika sudah dihadapkan dengan kesenangan duniawi. Fikiran manusia akan berkabut, membuatnya buta.
Hingga seorang perawat memasuki kamarnya. Memeriksa keadaannya."Kamu mengenal seorang pelukis yang pandai menggunakan cat minyak disini? Aku ingin membuat lukisan keluarga..." ucapnya tersenyum.
Hanya satu lukisan, sebelum kepergiannya, seolah-olah istrinya masih hidup. Lukisan dirinya, istrinya dengan Sazi yang berada di antara mereka, dua foto terpisah yang akan menjadi satu lukisan. Foto pernikahannya dan foto putri tunggalnya.
Sudah siap rasanya untuk menutup mata kapanpun Tuhan akan memanggil namanya. Menghentikan napasnya untuk bertemu istrinya, tenang berada di sisi-Nya.
***
Hujan lebat yang mengguyur, tidak menyurutkan napsu sepasang insan bergulat di tempat tidur. Mencintai suaminya? Bahkan Herry tidak pernah bersedia berhubungan dengannya. Karena itulah tidak ada salahnya menjalin hubungan dengan Fredric (ayah Alexa, adik angkat Herry) yang kebetulan menumpang di rumahnya.
Ini benar-benar memuaskannya, kebutuhan finansialnya memang dipenuhi oleh Herry. Namun kebutuhan naluriahnya? Tidak sama sekali, dirinya bukan seorang istri, namun, baby sitter dari Sazi yang dibayar dengan gaji tinggi.
Sangat memuakkan baginya setiap hari harus melihat wajah itu. Wajah yang mirip dengan nyonya rumah ini yang sebenarnya, nyonya rumah yang telah membusuk dalam tanah dimakan cacing.
Bercerai? Maka dirinya tidak akan mendapatkan apapun. Takut menjalani kehidupannya yang dulu, tidak dapat memiliki perhiasan, ataupun mobil. Hanya seorang janda mandul yang dihina semua orang, ditinggalkan suaminya menikah lagi.
Tapi kini Herry sudah tiga bulan tidak kembali ke rumah ini lagi. Dirinya bebas berbuat apapun, termasuk saat ini. Kala saling menikmati tubuh, di tengah penyatuan dengan Fredric.
Hingga suara erangan panjang terdengar dari keduanya, menemukan titik kepuasan. Melepaskan penyatuannya, berbaring berdampingan saling mendekap.
Fredric menghela napas kasar."Tidak bisakah kamu bercerai dengan Herry?"
Dengan cepat Dini menggeleng."Walaupun Herry selalu kasar melakukan KDRT, membandingkanku dengan mantan istrinya. Kami tidak bisa bercerai..." dustanya, yang sejatinya hanya takut akan kemiskinan.
"Aku membencinya..." gumam Fredric menatap ke arah langit-langit kamar. Mengingat masa kecilnya, kala menjadi anak adopsi keluarga Herry, hanya sebagai pendamping anak yang kesepian, karena tidak memiliki saudara.
"Kenapa?" Dini mengenyitkan keningnya.
"Dia mempunyai segalanya, segala yang terbaik diberikan orang tuanya hanya padanya. Sedangkan aku? Walaupun hanya anak angkat mereka membuat banyak perbedaan yang besar,"
"Memujinya di setiap kesempatan, karena itu aku membencinya. Bahkan setelah kedua orang tua yang pilih kasih itu mati, aku hanya mendapatkan warisan beberapa villa dan kantor cabang perusahaan," geramnya, membenci sang kakak.
Alasan sebenarnya, bukanlah pilih kasih. Namun, Herry memang pantas mendapatkan pujian, lebih berprestasi dibandingkan dengan Fredric. Tentang perusahaan? Itu karena orang tua Herry lebih mempercayai sang kakak menghendel kantor pusat. Mengingat Fredric yang kurang memiliki kemampuan.
Tapi rasa iri yang terlanjur tumbuh, mengakar dalam tubuh. Seolah-olah apapun yang dilakukan Herry adalah kesalahan, orang tuanya yang mengadopsi dirinya pun salah. Tidak mau tahu apa yang terjadi pada hidupnya jika Herry dan keluarganya tidak ada. Sebuah keluarga yang sejatinya berjasa dalam hidupnya. Sekali lagi, yang ada bukan rasa terimakasih, namun iri dan dendam.
"Alexa juga terlihat tidak menyukai Sazi," gumam Dini tersenyum.
Fredric mengangguk."Kamu menyayangi Sazi?"
Tanpa ragu Dini menggeleng."Aku tidak menyukai anak sombong itu. Dia tidak pernah memikirkanku. Berbeda dengan Alexa, yang tau apapun yang aku inginkan,"
Pria itu membalas senyumannya, kembali mendekap erat tubuh Dini."Kamu tidak bisa punya anak, dari pada Sazi, perlakuan Alexa seperti putrimu. Sebentar lagi kita akan menikah, ada temanku yang memberikan informasi, Herry menderita kanker darah stadium akhir. Karena itu, setelah kematian Herry nanti, tidak perlu menyayangi Sazi lagi..."
"Tapi..." gumam Dini ragu.
"Warisan yang akan dimiliki Sazi? Semua biar aku yang akan mengaturnya..." ucap Fredric antusias, setelah mengetahui Dini yang tidak memiliki perasaan pada kakaknya dan keponakannya.
"Aku akan menyayangi Alexa dengan tulus, menganggapnya sebagai putriku sendiri. Kami memiliki selera dan hobi yang sama. Mungkin juga akan sangat cocok sebagai ibu dan anak." Dini tersenyum, memeluk tubuh Frederick lebih erat. Tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh mereka.
"Alexa menyukai Dave, rencananya aku akan mengatur segalanya. Bisa kamu membantuku?" tanyanya.
Dini mengganguk."Alexa dan Dave terlihat serasi..."
Tempat melakukannya? Sejatinya ini adalah kamar utama rumah tersebut. Bukan kamar Dini, namun kamar Herry yang terletak terpisah dengan kamarnya. Benar-benar istri rangkap baby sitter dan adik angkat yang baik.
***
Sedangkan di tempat lain, belum juga ada yang menjemputnya. Supir hari ini diminta pulang lebih awal oleh Alexa. Tujuannya? Tidak ada, hanya tidak ingin melihat Sazi di rumah yang akan menjadi miliknya. Bersama dengan Dave, menonton video dewasa di kamarnya.
Sazi masih setia menunggu di sekolah, hingga hujan sudah jauh mereda. Hanya hujan gerimis yang turun. Seorang pemuda tiba-tiba berdiri di hadapannya, menyodorkan daun talas. Satu adalah payung untuk dirinyanya sendiri dan satu lagi dipakai Sazi.
"Aku akan mengantarmu pulang. Mau berjalan kaki? Rumahmu sekitar 1 kilometer dari sini kan?" pemuda gemuk dengan satu mata masih membiru itu tersenyum. Sazi membalas senyumannya, meraih daun talas tanpa ragu.
"Berjalan 1 kilometer bisa membakar timbunan lemak jahatmu..." candaan Sazi, masih dengan tas di punggungnya, serta buket bunga di tangannya.
"Kalau aku kurus, apa kita bisa menikah? Aku sudah mencuri ciuman pertamamu. Aku akan bertanggung jawab..." ucapnya terlihat serius.
"Jika kamu kaya dengan kemampuanmu sendiri. Dan lebih kaya dari Dave, aku pertimbangkan..." Sazi tersenyum dalam perjalanan pulang mereka.
"Ada yang sebenarnya ingin aku katakan padamu. Aku orang kaya ..." Rion menghela napas kasar.
Sazi tiba-tiba menghentikan langkahnya, tertegun."Jadi kamu benar-benar seorang tuan muda?"
Rion kembali menghela napasnya...
Cup...
Satu ciuman lagi mendarat di pipi Sazi, yang tadinya terkejut dengan pernyataan Rion tentang status sosialnya.
Dasar gadis dengan kewaspadaan diri rendah... batinnya, tersenyum melarikan diri lebih cepat lagi.
"Maaf! Aku berbohong! Aku orang miskin! Jangan lempar tasmu lagi!! Aku bisa terkena gegar otak ..." teriaknya yang sudah jauh berlari.
"Rion!!" Sazi menjatuhkan daun talasnya, berlari mengejar Rion melewati puluhan ruko depan pasar.
Dua remaja SMU yang berlari mengenakan seragam mereka dengan ransel di punggungnya. Wanita itu kesal? Tapi masih tidak dapat menghentikan senyumannya. Meninggalkan sepasang daun talas yang jatuh berdampingan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Яцяу
orang orang gila yg ada diseputaran sazy.. kadang aku mikir kenapa author jahat banget bikin pemeran utama menderita semenderita menderitanya.. meskipun ujung2nya ada pangeran tampan yg akan jd dewa penolong tp tetep aja bikin emosi
2023-05-21
3
Widi Widurai
brt mungkin alexa anaknya dini kali
2023-04-20
2
Hanipah Fitri
gerombolan orang orang tamak
2022-12-29
3