...༻◐༺...
Afrijal, dialah sosok yang ada di hadapan Zara sekarang. Lelaki paruh baya itu melangkah masuk ke kedai. Pergerakan kakinya sempat terjeda. Dia berhenti untuk mengamati Zara sejenak.
Senyuman miring terukir di wajah Afrijal. Ia geleng-geleng kepala dan berlalu begitu saja.
Zara tak peduli. Setelah mendapat uang kembalian, dia mengajak Zafran pulang.
"Aku kira kau sudah jadi orang kaya raya! Tapi ternyata..." Afrijal tiba-tiba berseru. Membuat langkah kaki Zara sontak terhenti. Meskipun begitu, dia tidak menoleh ke belakang.
"Bunda, dia siapa?" tanya Zafran sembari sesekali menengok ke arah Afrijal.
"Tidak penting. Ayo kita pergi!" ajak Zara tak acuh. Dia berderap laju membimbing Zafran untuk pulang.
Sementara Afrijal tampak mematri senyuman remeh. Dia tidak berniat bicara panjang lebar dengan Zara.
Dengan langkah yang tergesak-gesak, Zara dan Zafran masuk ke rumah. Penglihatannya langsung disambut dengan keberadaan Anton yang berdiri tegak. Pria tersebut bahkan memasang pose berkacak pinggang. Matanya memancarkan pelototan tajam. Anton siap memarahi habis-habisan.
"Makin hari kamu tambah menyebalkan! Kemana saja kamu, hah?! Tidak pulang semalaman!" timpal Anton seraya berjalan kian mendekat. Menyebabkan Zara dan Zafran perlahan melangkah mundur.
"Aaarrghh!!!" Anton mendadak berlari ke hadapan Zara. Mencekat tenggorokan Zara dengan dua tangannya.
Zara terpojok ke dinding. Dia kesulitan bernafas dan bicara. Anton sepertinya bertekad membunuhnya hari ini.
"Ayah! Jangan sakitin Bunda! Ayah!" pekik Zafran. Ia menarik-narik kaos baju Anton berkali-kali. Dirinya tentu cemas melihat tindakan kasar Anton.
Zara mencoba menenangkan Zafran. Akan tetapi bicara saja dia tidak bisa. Zara hanya berupaya keras melepas tangan Anton dari lehernya.
"Aku ingin memberimu pelajaran kali ini... Berani sekali kau tidak pulang seharian... jika aku mengetahui ada sesuatu, aku tidak akan tinggal diam!" tegas Anton. Cekikannya berhasil membuat seluruh wajah Zara memerah padam.
"Ayah! Hentikan!" Zafran kembali memohon. Dia memukuli Anton sekuat tenaga. Berharap sang ayah melepas cekikannya.
"Zafran! Jangan ganggu Ayah dan Bunda! Kamu sebaiknya masuk ke kamar!" titah Anton sambil mendorong Zafran menjauh. Dia terlalu kesal sekarang. Sampai tega membuat putranya terjatuh ke lantai.
Zafran sontak menangis. Memancarkan gelimang air mata melalui pipinya yang mungil dan putih.
Mendengar rengekan Zafran, Zara bertekad untuk melepaskan diri. Penderitaan Zafran seakan seperti suntikan energi di tubuhnya. Tanpa pikir panjang, sebuah tendangan dilayangkannya ke betis Anton.
"Akhh!!!" Anton mengerang kesakitan. Dia reflek melepas cekikannya.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Zara terbatuk. Dia mencoba mengontrol dirinya sebentar. Selepas mendapat kesadaran sepenuhnya, Zara membawa Zafran keluar dari rumah. Ia berlari dalam keadaan menggendong Zafran.
"Zara!!!" panggil Anton sembari berlari ke ambang pintu. "Kamu mau kemana lagi?! Bukankah harusnya kau membuatkan makan malam?! Woy! Istri kurang ajar!" tambahnya. Namun Zara justru tetap berlari menjauh.
Zara mengajak Zafran naik bus umum. Di sana mereka bisa duduk dengan perasaan lega. Walaupun begitu, Zara tidak tahu harus membawa Zafran kemana. Terlebih dia sudah terlalu sering mendatangi panti asuhan. Zara tidak mau terlalu jelas menampakkan penderitaannya kepada Wida.
"Bunda, kita mau kemana? Aku ngantuk..." keluh Zafran. Ia perlahan menyenderkan kepala ke pundak Zara.
"Sabar ya sayang..." Zara mengelus puncak kepala Zafran dengan lembut. Kini dia sedang berpikir mencari tempat untuk didatangi. Hingga tawaran Susan tadi pagi terlintas dalam benaknya. Tanpa basa-basi, Zara segera menghubungi Susan dan menanyakan alamat tempat yang harus didatangi.
"Lumayan, dapat tempat dan bisa sekalian digaji orang," gumam Zara yang tengah berpikir positif. Dia memutuskan bekerja saja. Masalah Zafran, Zara berniat menemukan tempat tidur untuk anak itu.
Setibanya di lokasi tujuan, Zara melangkah sambil celingukan ke segala arah. Lalu memasuki sebuah ruangan. Di sana dia menyempatkan diri untuk menidurkan Zafran.
Sekian menit terlewat. Zafran akhirnya jatuh ke dalam lelap. Saat itulah Zara beranjak untuk bergabung bersama Susan dan yang lain. Zafran ditinggalkan dalam keadaan telentang di sofa panjang.
"Kak Zara kenapa mendadak berubah pikiran? Katanya tadi nggak mau ikut?" timpal Susan. Ketika menyaksikan Zara sudah datang.
"Hehehe... aku lagi butuh tambahan uang buat bayar spp-nya Zafran," jelas Zara asal. Dia tidak sepenuhnya berbohong.
"Nggak apa-apa, Kak. Untung acaranya belum di mulai, jadi tenaga Kakak masih dibutuhkan banget di sini," ucap Susan. Dia merekahkan senyuman lebar.
Zara segera bekerja. Dia memasuki ruang utama. Di sana sudah banyak sekali tamu yang berdatangan. Berulang kali Zara mengedarkan pandangan. Berharap acara yang diselenggarakan bukanlah reuni.
Dengusan lega dilakukan Zara, saat acara yang ada bukanlah reuni. Melainkan acara pertunangan seseorang. Satu hal yang tidak dia ketahui, acara pertunangan tersebut tidak lain adalah acara pertunangan Gamal dan Selia.
Di sisi lain, Gamal telah selesai mengenakan setelan jas rapi. Dia terlihat menatap pantulan dirinya di cermin. Ponsel yang bergetar mengharuskan Gamal teralih sejenak.
Pesan masuk dari Raffi diterima Gamal. Sahabat dekatnya itu hanya memberitahu kalau dirinya dan Elsa akan datang terlambat.
...'Nggak apa-apa-lah. Yang penting, jangan datang pas orang sudah bubar!'...
Kira-kira begitulah balasan pesan Gamal untuk Raffi. Seanjutnya, dia dipersilahkan memasuki ruang utama. Gamal langsung berhadapan dengan Afrijal dan Firman. Mereka berbincang-bincang akrab sebentar.
Di suatu waktu, Firman meninggalkan Afrijal dan Gamal. Sekarang dua ayah dan anak itu saling mengedarkan pandangan. Hingga atensi mereka sama-sama tertuju ke arah Zara.
Deg!
Jantung Gamal rasanya mau copot. Kenapa Zara ada di acara pertunangannya? Ini benar-benar gila!
Tepat di sebelah Gamal, Afrijal memicingkan mata. Memastikan sosok yang dilihatnya adalah Zara. Setelah memperhatikan dengan seksama, Afrijal sadar betul kalau perempuan yang dia lihat adalah Zara.
Afrijal berseringai remeh. Membuat Gamal sontak mengerutkan dahi.
"Apa kau tidak mengenali wanita itu?" tanya Afrijal seraya membawa Gamal masuk ke dalam rangkulan.
"Aku tidak peduli siapapun dia!" jawab Gamal. Dia harus berbohong agar bisa melindungi Zara. Gamal juga tidak berniat menghancurkan acara penting yang terjadi.
Mendengar pengakuan Gamal, Afrijal tersenyum simpul. "Syukurlah kalau begitu. Dia sudah mencampakkanmu bertahun-tahun. Untuk apa memperdulikan wanita itu!" ujarnya senang.
Berbeda dengan Afrijal, Gamal malah tersenyum masam. Apalagi saat dirinya melihat kedatangan Selia. Gadis itu tampak cantik dalam balutan gaun berwarna biru malam.
Ketika semua orang sudah terkumpul, acara pertunangan di mulai. Sesi pertukaran cincin berlangsung dengan lancar.
Zara menyaksikan dari kejauhan. Dia sebenarnya baru menyadari keberadaan Gamal beberapa menit lalu. Walaupun begitu, Zara berusaha tetap tenang. Toh dia terlanjur berada di tempat acara. Zafran bahkan sudah tertidur pulas.
Dengan kepala tertunduk, Zara merasa ada yang menjanggal di hatinya. Hal itu jelas adalah perasaan sakit hati. Lelaki pujaannya sebentar lagi akan dimiliki oleh perempuan lain.
Zara mematung di tempat. Dia bahkan tidak sadar kalau acara telah selesai.
Sebuah tangan tiba-tiba menarik lengan Zara. Membawanya pergi menjauh dari ruang utama. Mata Zara membulat, saat mengetahui pemilik tangan itu adalah Gamal.
"Gamal! Udah gila ya?!" pungkas Zara dengan nada pelan, tetapi penuh penekanan.
"Iya! Aku selalu gila kalau lihat kamu, Ra!" sahut Gamal. Dia mengajak Zara memasuki sebuah ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Bzaa
zaraa.... semangat 💪
2023-06-25
0
Daimatul Hasanah
Rrklopo999
2022-07-19
0
penahitam (HIATUS)
pak rijal jgn gitu pak, dia ibu dari cucu yang belun kamu tau. awas nyesel loh pak rijal
2022-06-08
1