"Dia hamil, dan kondisinya yang lemah bisa mengancam kesehatan janin yang dikandung."
"Hamil?" Imas mengerutkan dahi.
Entah mengapa dia merasa kecewa dengan berita yang disampaikan dokter. Bisa saja dia tidak mempedulikan Liontin. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukannya. Di balik sikap ketusnya pada Liontin, sebenarnya dia sangat menyayangi perempuan itu.
Imas sudah tidak memperhatikan lagi ucapan dokter. Perempuan itu langsung memasuki UGD untuk melihat kondisi Liontin. Perlahan dia mendekati Liontin yang kini membelakangi pintu masuk.
"Ontin ...."
Liontin bergeming, tetapi Imas dapat melihat dengan jelas bahwa teman seperjuangannya itu sedang menangis. Punggung Liontin bergetar dengan napas tak beraturan. Imas mempercepat langkahnya, kemudian duduk di depan perempuan itu.
"Apa ada yang tidak aku ketahui? Kamu hamil sama siapa?" Imas menggenggam jemari Liontin sambil mengusapnya perlahan.
"Apa jika aku mengatakan ayah dari bayi ini, akan mengubah hidupku, Teh?" Liontin mengusap bulir air mata yang terus menetes membasahi pipi.
"Katakan siapa orangnya! Aku akan mendatangi lelaki itu untuk mendapatkan pertanggungjawaban!"
"Apa Teteh yakin? Apa Teteh berani melakukannya jika dia adalah Tuan David?" Liontin tersenyum miris dengan netra yang bercucuran air mata.
Imas terbelalak seketika. Mulutnya ternganga karena ucapan Liontin. Banyak pertanyaan berputar di dalam benaknya. Dia ingin sekali menanyakan semuanya pada Liontin. Namun, melihat kondisi perempuan di depannya sedang tidak baik, dia mengurungkan niat.
Imas segera memberi pelukan untuk menenangkan Liontin. Tangis perempuan itu semakin pecah. Baru saja dia bisa menerima keadaan, tetapi sekarang Tuhan menyiapkan lagi kejutan tak terduga. Perbuatan David beberapa bulan lalu membuahkan hasil.
Malam harinya, sebuah pikiran buruk muncul di benak Liontin. Dia melepas jarum infus, hingga darah segar mengalir di tangannya. Dia diam-diam melangkah keluar bangsal dan menuju lift.
Maafkan ibu yang lemah ini, Nak. Ayo kita pergi bersama dan mengakhiri semuanya.
Dentingan lift membuat Liontin mendongak. Dia menatap layar kecil yang menunjukkan angka lima belas. Setelah pintu lift terbuka, dia melangkah keluar, kemudian menaiki anak tangga dan membuka pintu atap gedung.
Hembusan angin terdengar seperti siulan. Rasa dingin yang menusuk tulang tidak menyurutkan niat Liontin untuk mengakhiri hidupnya. Perempuan itu terus melangkah mendekati tepi gedung.
"Tinggi ... aku takut ...." Liontin melongok ke dasar lantai.
Kaki perempuan itu mulai gemetar. Dia naik ke pembatas dan bediri di sana. Dia memejamkan mata, kemudian merentangkan kedua tangan.
"Selamat tinggal semua ...."
...****************...
Hembusan angin meniup tirai putih yang menutup bangsal rumah sakit. Liontin duduk bersandar pada tumpukan bantal sambil menatap ke luar jendela. Tatapannya kosong seperti mayat hidup.
Bibir perempuan itu terlihat pucat dan kering. Lingkar hitam di area mata terlihat begitu jelas. Kelopak mata Liontin sembab karena sisa tangis.
Suara deritan pintu tak membuat Liontin mengubah posisinya saat ini. Suara langkah seseorang semakin mendekat. Ketika suara langkah itu berhenti, terdengar deheman.
"Tolong, jangan seperti ini, Liontin." David menatap sedih perempuan di depannya.
"Kita bisa bicarakan baik-baik semuanya. Ini sebuah kesalahan, kita bisa memperbaikinya."
Mendengar ucapan David membuat Liontin tersenyum miring. Dia masih enggan menatap lelaki yang sudah membuat kehidupannya semakin hancur.
"Kesalahan siapa, Tuan? Anda mau menyalahkan siapa? Aku yang panik melihat majikanku seperti orang yang sedang sekarat?" Sebuah tatapan tajam kini menusuk hati David.
"Yang jelas, tidak mungkin Anda menyalahkan diri sendiri karena saat itu sedang dalam pengaruh obat!"
David membisu. Lelaki itu tidak bisa berkata-kata lagi. Dia mengembuskan napas kasar.
"Apa kamu ingin aku menikahimu?"
"Aku rasa hal itu tidak bisa dilakukan. Jika boleh, aku ingin kembali ke Indonesia." Liontin membuang muka.
"Tidak bisa!" seru David.
"Kenapa tidak bisa, Tuan?" Liontin mengerutkan kening sambil memicingkan mata.
"Bagaimana dengan Jia?"
Bayangan bayi mungil itu kembali terlintas di benak Liontin. Sejujurnya dia benar-benar terlanjur menyayangi Jia. Akan tetapi, setiap melihat David membuat hatinya nyeri.
"Lalu bagaimana dengan aku yang harus menanggung beban karena setiap hari melihat Anda, Tuan!" Mata Liontin kembali basah.
"Sebencikah kamu kepadaku?"
"Iya! Bahkan aku tidak ingin melihatmu lagi!" Liontin berteriak histeris. Tangisnya pecah, dan tubuh perempuan itu bergetar hebat."
Mendengar tangis Liontin, membuat hati David teriris. Secara naluriah, jemarinya mulai bereaksi hendak mengusap puncak kepala Liontin. Namun, dia kembali memasukkan tangannya ke dalam saku karena suara derit pintu.
"Biar Liontin tinggal bersamaku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
ratu adil
plng dja lion david g mau tanghung jwab
2022-06-05
2