TKI (Tenaga Kerja Indehoy)
"Ontin, kamu nggak percaya sama Mbak?" Suara Cincin terdengar kesal ketika menghubungi Liontin melalui sambungan telepon.
Liontin meletakkan ponsel ke atas kabinet, agar kesehatan telinganya tetap terjaga. Dia menekan tombol bergambar speaker, agar bisa mendengar ocehan Cincin tanpa harus menempelkan ponsel ke telinga.
"Ontin, kamu masih di sana, 'kan?" tanya Cincin.
"Masih Mbak, masih. Aku lagi jaga juragan kecil tidur, jadi volume suaramu tolong dikondisikan." Liontin terkekeh membayangkan ekspresi sang kakak saat ini. Sudah bisa dipastikan bibir Cincin sedang maju lima senti karena kesal.
"Aku sudah bilang, ya. Aku lihat dia lagi pangku-pangkuan sama si janda bolong di kebun tebu Pak Lurah! Sumpah! Kalau aku bohong, potong saja lidahku!" Nada bicara Cincin semakin menggebu-gebu penuh amarah.
"Yo wis, biar waktu yang menjawab, Mbak. Bangkai yang disimpan serapat apa pun, nanti pasti ketahuan. Ontin lanjut kerja, ya, Mbak. Sebentar lagi majikanku pulang." Liontin langsung mematikan telepon setelah sang kakak mengucapkan salam. Dia memandangi bayi berumur satu tahun di depannya itu.
Pipi bulat Jia terlihat menggemaskan seperti Bakpao. Rambutnya ikal dan hitam pekat. Ketika ia membuka mata, pasti semua orang langsung terpesona dengan keindahan mata bayi lucu itu. Dia memiliki iris mata berwarna kehijauan yang didapat dari sang ibu. Bayi itu keturunan Tionghoa-Perancis. Liontin tersenyum miris mengingat nasib buruk yang dialami Jia, karena sang ibu harus meregang nyawa ketika berjuang melahirkannya ke dunia.
Sambil menunggu Jia bangun, Liontin melipat pakaian sang majikan kecil yang baru saja kering. Bayi mungil itu memiliki pakaian beraneka model dengan harga selangit. Jika dihitung-hitung, gaji satu bulan Liontin hanya cukup untuk membeli lima potong baju Jia. Belum lagi kebutuhan lain, seperti bedak bayi, sabun, sampo, dan pelembab.
"Aduh, Nduk. Kamu terlahir beruntung karena bisa menikmati kemewahan sejak dini. Sayangnya, di saat yang bersamaan, kamu harus kehilangan sosok ibu. Semoga di kemudian hari, kamu bisa mendapatkan ibu pengganti yang baik," gumam Liontin sambil menatap wajah Jia yang masih terlelap.
...***...
Keesokan harinya ketika Liontin sedang asyik bermain dengan Jia, tiba-tiba Tuan David menghampiri mereka. Dia tersenyum lebar ke arah putri kecilnya. Melihat senyuman lelaki tampan itu membuat bibir Liontin turut melengkung ke atas. Ini adalah pertama kalinya dia melihat David tersenyum kembali setelah kematian istrinya.
"Jia, Papa hari ini pulang terlambat. Kamu baik-baik sama Bibi Ontin!" Lelaki itu mencium puncak kepala Jia kemudian berlalu begitu saja.
"Ma-ma-ma."
Celoteh Jia membuat Liontin gemas. Dia merengkuh tubuh mungil bayi itu dan menghujaninya dengan ciuman. Sesekali dia menggelitiki perut buncit Jia, sampai terdengar suara gelak tawa khas bayi.
"Jia, kita jalan-jalan keluar, yuk! Sepertinya cuaca sangat cerah hari ini!"
Liontin mengajak Jia bicara layaknya seorang teman. Mata bayi itu berkilat dan tersenyum lebar, seakan mengerti ucapannya. Tanpa menunggu lama, perempuan itu melangkah menuju kamar Jia dan mengganti bajunya. Dia berencana mengajak bayi itu ke taman dekat kompleks perumahan. Setelah selesai menyiapkan semua keperluan Jia, Liontin langsung meletakkannya ke dalam stroller dan mendorongnya.
"Jia ...." Seorang nenek bernama Nyonya Oey menyapa Liontin dan Jia sambil tersenyum lebar. Perempuan itu tampak bugar dalam balutan pakaian dan sepatu olahraga.
Mereka berjalan beriringan sampai taman kota. Liontin mendaratkan bokongnya ke sebuah bangku. Dedaunan rimbun memayungi ketiganya. Semilir angin pagi membawa kesejukan tersendiri bagi Liontin.
"Ketika aku seusiamu, aku memutuskan untuk menikah, tetapi kedua orang tuaku melarang. Mendiang suamiku berhasil meyakinkan mereka dan akhirnya kami direstui." Nyonya Oey kembali menceritakan kisah masa mudanya. Dia selalu menceritakan hal yang sama, tetapi Liontin tidak pernah bosan mendengar kisah cinta Nyonya Oey.
Saat Liontin sedang asyik mendengar cerita dari nyonya Oey, sebuah pesan dari nomor asing masuk. Dia mengabaikan pesan itu dan memilih untuk terus mendengarkan Nyonya Oey yang sedang bercerita. Sampai akhirnya panggilan dari Cincin masuk, dan membuat perempuan itu terpaksa menjeda cerita Nyonya Oey.
"Nyonya, aku permisi sebentar, ya? Ada telepon dari kakakku di kampung." Liontin menggeser tombol hijau pada layar, kemudian menempelkan benda pipih itu ke telinga.
"Apa, Mbak?" tanya Liontin.
"Suamimu itu bajingan!"
Mendengar umpatan dari Cincin tentu saja membuat Liontin tercengang. Dia memutar bola mata karena malas mendengarkan ucapan sang kakak. Akan tetapi, dia mencoba mendengarkan laporan yang dibuat oleh Cincin.
Ya, Cincin adalah salah satu narasumber terpercaya. Mulai dari berita kelahiran anak tetangga, kematian, kambing Mbok Miyem beranak, telur ayam Pak Karjo menetas, hingga berita maling sendal jepit yang tertangkap, bisa sampai ke telinga Liontin karena informan handal itu.
"Apa to, Mbak? Pagi-pagi kok marah-marah?"
"Bojomu itu semalam tertangkap warga lagi berhubungan badan sama Intan, si janda bolong samping rumahmu! Hari ini mereka menikah, resepsinya mewah, dan mengundang kelompok musik Campursari Lik Dalimin!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Muh Muholif
bagus
2023-10-17
2
Ersa
namanya antimainstream Liontin & Cincin
2023-06-27
0
Rose_Ni
sisitipi handal ini
2023-04-01
1