Liontin baru bisa menerima kembali keadaannya dua bulan kemudian. Sekarang semua berjalan seperti biasa. Di Indonesia, proses persidangan untuk perceraiannya tinggal menunggu putusan hakim. Liontin meminta bantuan sang kakak untuk mengurus semuanya. Tabungan bersama yang ia sisihkan di rekening Rangga, sudah ia ikhlaskan.
"Iya, Mbak. Untung aku bukan tipe perempuan yang selalu nurut." Liontin terkekeh ketika berbicara dengan Cincin melalui sambungan telepon.
"Nah, untung adikku ini pintar! Nggak semua hasil kerja di Taiwan, kamu kirim ke lelaki bangsat itu!"
"Di sini aku bersyukur, Mbak. Tuhan masih memberiku akal sehat. Bisa semakin stres kalo aku jadi wanita yang bodohnya nggak ketulungan."
"Oh, Ya wajib! Ingat Yu Sri 'kan? Dia langsung gila sepulang dari Hongkong karena hasil jerih payahnya musnah buat judi Mas Tanto?"
"Tenaga Kerja Wanita pertama di kampung kita, ya, Mbak. Kalau teringat Yu Sri, aku jadi sedih. Dia pulang dari Hongkong berharap uang terkumpul dan bisa bangun rumah gedong. Tapi malah suaminya kabur, dan meninggalkan banyak hutang."
Liontin tersenyum kecut ketika mengingat kembali pengalaman pahit salah satu tetangganya yang pernah menjadi Tenaga Kerja Wanita di Hongkong.
"Eh, sudah malam, Tin. Tidur sana! Besok kerja lagi!"
"Iya, Mba!"
Liontin mengakhiri sambungan telepon, kemudian meletakkan ponsel ke atas nakas di samping ranjang. Bukannya tidur, Liontin justru membuka kardus berisi paket dagangan yang Cincin kirim dari Indonesia. Perempuan itu meneliti setiap barang yang ia terima.
Besok dia berencana mengirimkan semua pesanan tersebut ke pelanggan. Setelah satu jam bergelut dengan barang pesanan sesama Tenaga Kerja Indonesia, rasa kantuk mulai menyerang Liontin. Dia meninggalkan pekerjaannya kemudian mencuci muka dan tidur.
Suara ketukan pintu pagi itu membangunkan Liontin. Dia berusaha membuka mata yang seakan direkatkan dengan lem. Semakin lama ketukan pintu, berubah menjadi gedoran. Telinganya menangkap suara sang majikan tengah berteriak memanggil namanya berulang kali. Setelah menyadari David yang menimbulkan kegaduhan pagi itu, Liontin bergegas turun dari ranjang dan membuka pintu.
"Ada apa, Tuan?" tanya Liontin.
"Kemana Jia? Dia tidak ada di kamarnya!"
"Tidak mungkin, Tuan! Tadi malam dia tidur di boks bayi ketika aku meninggalkannya!" Liontin melebarkan mata dan langsung melangkah menuju kamar Jia yang berada tepat di sampingnya.
Pintu kamar Jia setengah terbuka. Liontin langsung masuk dan menyalakan lampu. Dia membuka kamar mandi untuk mengecek keberadaan Jia. Namun, ruangan itu kosong. Liontin juga kembali menengok ke dalam boks bayi tempat Jia biasa tidur. Hanya ada bekas selimut dan kempeng di sana.
"Astaga, Jia! Kamu di mana!" seru Liontin.
"Kalau terjadi apa-apa dengan putriku, kamu tidak akan selamat!" ancam David. Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Liontin. Rahangnya terlihat semakin mengeras, dan otot leher David mulai menegang.
"Hihihi ... Ma-ma-ma."
Telinga Liontin menangkap suara Jia yang tertawa kecil sambil memanggilnya. Suara bayi itu terdengar sangat lirih hampir tak terdengar. Liontin memanggil nama Jia berulang kali. Dia terus menajamkan pendengaran untuk menetahui keberadaan sang majikan kecil. Langkahnya berhenti di depan lemari pakaian yang sedikit terbuka.
"Jia ... kamu di situ?"
Liontin membuka perlahan pintu lemari. Dia menelan ludahnya secara kasar. David tetap berada di belakangnya. Dia ingin melohat usaha Liontin untuk menemukan putrinya. Ketika pintu lemari sepenuhnya terbuka, Liontin terkejut buka main.
"BAAA!" teriak Jia.
Bayi mungil itu tersenyum lebar, menampilkan empat giginya yang baru tumbuh. Wajah Jia sudah dipenuhi dengan bedak. Rambutnya pun ikut memutih karena serbuk bedak yang menempel. Tanpa rasa berdosa, Jia merangkak keluar jendela, berdiri, dan menengadahkan tangan mungilnya minta digendong.
"Astaga Jia ... kamu ini, pagi-pagi bikin orang panik aja!"
Liontin menciumi pipi bulat Jia. Bayi mungil itu terbahak karena merasa geli. David mengembuskan napas lega karena mengetahui sang putri baik-baik saja. Namun, saat tatapannya dengan Liontin bertemu, ia memasang kembali wajah datar.
"Kali ini kumaafkan! Jangan sampai Jia menghilang karena keteledoranmu!"
David melangkah keluar kamar, diikuti tatapan tajam Liontin.
"Teledor? Astaga! Dia mana tahu kalau putrinya ini sangat aktif dan cerdas!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Nita Anjani
salut am liontin,abis di perkaos,ehh di perkosa maksutnya y ko masih Beta kerja di situ y🤭🤭🤭
2022-10-16
2
ratu adil
sabr liontin..gmna bnih cebong e udh bertunas blm
2022-06-05
3