Sya masih terlihat mengantuk saat aku bangunkan. Terpaksa aku memangkunya menuju ke dalam Gazebo di samping restoran. Mas Elang mengarahkanku supaya masuk ke samping kiri restoran menuju Gazebo. Di belakang Gazebo rupanya ada sebuah rumah seperti villa yang sengaja diperuntukkan Mas Elang saat berkunjung ke sini.
"Masuklah... di sana ada Mang Udin dan istrinya!" perintah Mas Elang.
Aku mengikuti arahan Mas Elang, saat di pintu utama aku disambut Mang Udin.
"Pak Udin, kenapa ada di sini? Bukankah kemarin Supir untuk, Sya?" heranku.
"Iya Non, kemarin saya dibutuhkan jadi Supir oleh Pak Elang. Sekarang saya kembali ke sini seperti biasa, menjaga keamanan villa dan restoran di sini!" ucap Pak Udin. Aku manggut-manggut.
Kemudian Pak Udin memanggil istrinya Bi Neri untuk menunjukkan kamar di mana kami istirahat.
"Bu... tunjukkan kamar untuk Non Nada!" titahnya, Bi Neri patuh dan segera berlari kecil menyambutku.
"Mari Non... ikuti saya!" ucapnya seraya menunjukkan sebuah ruangan.
"Di sini Non kamarnya!" tunjuknya pada sebuah ruangan yang cukup luas dengan interior yang unik. Aku cukup takjub, rupanya Mas Elang punya sebuah villa didekat restorannya.
"Bi... apakah villa ini disewakan juga?" tanyaku.
"Seringnya tidak sih Non, Pak Elang hanya sesekali menjamu tamunya di sini, seperti sahabat terdekatnya saja dan keluarga saja. Tapi tidak disewakan!" jelas Bi Neri.
"Sahabat-sahabat Pak Elang itu orang penting semua Non, ada Bapak Walikota, Polisi, Tentara dan Pengusaha interior terbesar di kota ini juga ada!" ucap Bi Neri tanpa ku tanya.
"Baiklah Non, silahkan istirahat dulu. Saya ke belakang dulu. Oh iya, Non Nada mau diambilkan teh hangat atau susu coklat panas?"
"Kalau ada Teh Jahe pakai gula sedikit ya, Bi!" perintahku. Bi Neri segera beranjak dan meninggalkan kamar. Aku tersadar saat tanganku terasa pegal, rupanya Sya tertidur kembali dan sejak tadi aku belum membaringkannya.
Tak berapa lama, pintu kamar diketuk, Bi Neri masuk dengan segelas Teh jahe hangat berserta kue. "Silahkan Non, Teh Jahenya." Aku mengangguk seraya meraih cangkir Teh Jaheku. Tubuhku seketika terasa hangat.
Sejenak setelah itu, Mas Elang datang dan masuk kamar. Mas Elang melihat Sya lalu beralih ke arahku.
"Gimana kamu sudah lapar?" tanya Mas Elang.
"Belum Mas, biar nanti saja makannya bareng Sya," jawabku.
"Kalau lapar, makanannya bisa dibawa kesini?"
"Tidak, nanti saja," tolakku. Mas Elang tidak memaksa lagi.
Jam makan malam tiba, Bi Neri mengetuk pintu dan memberitahu bahwa makan malam sudah siap. Aku dan Mas Elang serta Sya bersiap ke ruang makan villa tersebut. Mas Elang tadinya ingin mengajak makan malam kami di dalam restorannya. Namun karena pengunjung masih banyak, Mas Elang mengurungkan niatnya.
Makanan yang tersaji di meja makan malam ini, adalah semua menu terbaik di restoran milik Mas Elang ini. Mas Elang sengaja menghadirkan menu spesial untukku dan juga Sya. Tapi Aku tidak mungkin mencoba semuanya, aku lebih tertarik dengan lobster asam pedas dan salad.
"Bunda..., Sya mau Lobster juga!" pintanya.
"Ini pedas sayang, yang lain saja ya!" cegahku.
"Nah, ini ayam kremes, Sya suka kan ayam kremes?" Sya mengangguk dan tidak protes.
"Mas, mau aku ambilkan apa?" tanyaku beralih pada Mas Elang.
"Lobster asam pedas sama cah sawi," ucapnya. Mas Elang makan dengan lahap, Sya juga sambil sesekali diiringi celotehan gemasnya.
Ketika makan malam kami selesai, tiba-tiba kami mendengar suara gaduh dari arah restoran, dan kini suara gaduh itu semakin mendekat ke arah villa.
Dari Gazebo terdengar suara lantang seorang perempuan yang memanggil nama Mas Elang.
"Elang... di mana kamu? Jangan menghindar dan menjauhkan Sya denganku!" teriaknya tanpa rasa malu. Aku menatap ke arah Mas Elang, dan Mas Elang memberi kode supaya aku membawa Sya ke dalam kamar.
Aku patuh dan segera membawa Sya ke dalam kamar. "Ayo sayang kita masuk kamar!" ajakku seraya menutup pandangan Sya ke arah wanita itu.
"Kenapa Mbak Mayang tidak dengan cara baik-baik ingin bertemu Sya, kenapa harus berteriak-teriak dan marah?"
Sya kuajak segera tidur tapi dia seakan merasa penasaran dan takut saat tadi mendengar jeritan Mbak Mayang.
"Bunda, tadi yang berteriak siapa?"
Aku bingung menjawabnya, di sini aku merasa bukan kapasitasku menjelaskan hal yang sebenarnya pada bocah menggemaskan itu, biarlah kelak jika sudah waktu yang tepat, Mas Elang yang mengatakan siapa Mbak Mayang.
"Bunda tidak kenal sayang, mungkin rekan bisnis Papa," sahutku.
"Ayo, sekarang Sya gosok gigi dulu lalu cepat tidur." Sya patuh dan beranjak ke kamar mandi diikuti aku dari belakang.
Sya kini sudah berbaring di tempat tidur, aku mengelonnya sambil bercerita sebelum tidur. Aku berharap dengan suaraku Sya tidak mendengar suara gaduh dari ruang tamu yang gemanya sebetulnya sampai di kamar ini. Bersyukur Sya cepat tidur, anak ini memang disiplin. Saat tidurpun dia tidak menunggu lama. Ketika ku lihat Sya benar-benar telah tertidur lelap, perlahan aku menyelinap menuju pintu, aku buka perlahan dan keluar dengan mengendap-endap.
"Hal apa yang mengantarmu ke sini, tidakkah kau membiarkan kami tenang setelah kepergianmu meninggalkan kami dan menggondol semua harta kekayaanku?" tanya Mas Elang meninggi
"Tidak akan aku biarkan kamu tenang Elang, sebelum Sya dan restoran ini bisa menjadi milikku. Serahkanlah Sya dan restoran ini untuk biaya hidup Sya kelak saat bersamaku," teriaknya meminta.
"Buat apa kamu meminta Sya dan restoran ini, bukankah dulu kamu meniggalkan Sya tanpa rasa belas kasihan saat dia masih memerlukan kasih sayangmu? Dan kenapa kamu meminta restoran ini, sementara aset-asetku telah kamu ambil, hampir semua asetku?"
"Asetmu telah atas namaku jadi wajar aku menikmatinya, dan kenapa sekarang kamu ungkit?"
"Atas namamu, tapi tidak untuk kau nikmati dengan pria lain dan membawanya kabur dan pergi meninggalkan kami. Apakah masih pantas perempuan sepertimu disebut Ibu?"
"Tidak perlu banyak debat Elang, dari dulu aku hanya menginginkan hartamu, dan untuk yang terakhir kalinya aku minta serahkan restoran ini dan Sya, kalau tidak, akan aku obrak-abrik usahamu termasuk restoran ini sampai kau benar-benar hancur dan gila," ancamnya berteriak.
Mas Elang nampak prustasi, dia meremas rambutnya kasar.
"Tidak perlu mengancam, kau ini aneh. Usaha yang aku rintis telah berdiri sejak kau belum hadir dalam kehidupanku, jadi untuk apa kamu menginginkan kembali restoran ini, bukankah semua aset yang kamu gondol lebih dari cukup untuk hidupmu yang hedonis itu, lagipula kamu telah memiliki suami kaya raya seperti apa yang kamu bilang, kenapa masih menuntut yang bukan hak kamu? Dulu aku begitu bodoh dan percaya denganmu saking aku cinta dan tidak ingin kamu lari dengan lelaki lain, tapi apa buktinya? Setelah semua aku berikan, kau pergi dengan lelaki lain dan bersenang-senang, sampai lupa bahwa dirimu seorang Ibu dan istri. Sekarang jangan harap lagi untuk merongrong kehidupanku. Aku pastikan Sya tidak akan pernah mau diasuh Ibu sepertimu, karena tingkahmu saja sudah diluar batas!" ucap Mas Elang panjang lebar dan keras, diiringi nafas yang tersengal-sengal.
"Pergilah! Aku tidak mau tangan ini menyakiti tubuh seorang perempuan, sekalipun perempuan itu menyakitiku." Mas Elang mencoba mengusir.
"Tidak. Sebelum aku membawa Sya," ujarnya seraya berlari menuju kamar yang ditempati kami. Aku buru-buru kembali menyelinap ke kamar dan segera mengunci pintu kamar dari dalam. Untuk meredam pendengaran Sya, Aku mencari kapas untuk menutupi telinga Sya supaya tidak mendengar teriakan Mbak Mayang. Bersyukur di meja rias ada kapas yang tersedia, seenggaknya bisa sedikit meredam pendengaran Sya.
Sementara di luar kamar, aku mendengar suara hantaman keras, dan jeritan Mas Elang.
"Awww....!" Itu jeritan Mas Elang, aku merasa khawatir namun aku tidak berani membuka pintu.
"Mang Udin ... Bi Neri ... tahan dia supaya tidak menggapai pintu!" teriak Mas Elang memerintah dengan suara yang menahan sakit.
"Lepaskan! Jangan kau halangi aku Elang, lepas!" teriak Mbak Mayang.
Perlahan suara teriakan Mbak Mayang sedikit demi sedikit menjauh dari mulut pintu, mungkin Pak Udin dan Bi Neri berhasil membawa Mbak Mayang jauh dari pintu. Aku sedikit lega setidaknya Sya tidak terbangun dan tidak mendengar apa-apa di luar.
Entah sejak kapan Mas Elang memanggil polisi, sebab saat aku keluar kamar dan mengintip kembali, Mbak Mayang sudah diamankan polisi.
"Lihat Elang, akan ku buat hancur restoranmu ini, sampai benar-benar kamu hancur sehancur-hancurnya!" ancamnya, kemudian berlalu dengan mobilnya. Untuk kali ini, Mas Elang membiarkan Mbak Mayang pergi dan tidak dibawa polisi, alasannya karena Mbak Mayang masih dalam tahap mengancam dan tidak ada tindak kejahatan lain. Mungkin Mas Elang memberikan Mbak Mayang kesempatan untuk bertobat.
Nah ada kejadian apa lagi setelah ini yuk mari mampir dikisahkan Elang Nada. Kasih dukungannya ya, like, komen, vote kemudian Favoritkan.... ditunggu ya readers.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
dasar wanita licik Dan sinting
2025-01-22
2
Suyatno Galih
wl prmpuan kl sdh anarkis itu sdh msk tindak kriminal mskan prodeo sj elang jgn ksh sela
2024-02-11
2
💞Amie🍂🍃
Pnjarain aja deh thor biar kapok
2022-12-31
0