Kalajanggi

“Nirwasita, jangan di sini. Kau belum cukup kuat untuk mengalahkannya,” ucap pria yang Wening kira sebagai Gandhi.

“Pa-pak Gandhi bicara apa?” Wening mengernyit keheranan. Dia merasa aneh atas ucapan pria itu. Begitu pula dengan penampilannya yang tak seperti biasa.

“Tidak ada waktu lagi. Ayo!” Pria tadi menggenggam tangan Wening dan menariknya menuju semak-semak.

“Tu-tunggu, Pak Gandhi! Saya harus melihat keadaan Raline,” tolak Wening. Sekuat tenaga dia berusaha melepaskan tangannya, tetapi kekuatan pria itu sungguh luar biasa, sambil terus berjalan dan menggenggam erat pergelangan Wening.

“Sentanu!” Terdengar suara lain di sekitar mereka berdua, membuat pria itu seketika menghentikan langkah.

“Paundra?” Panggilnya seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Pandangan mereka terhalang oleh tumbuhan belukar yang cukup tinggi serta pepohonan besar dan lebat. Beberapa saat kemudian, semak-semak di depan mereka bergerak dan tersibak oleh tangan seseorang dari baliknya. Wening segera bersembunyi di balik tubuh tinggi dan tegap pria yang dia kira sebagai Gandhi Wiratama.

Tak disangka, Paundra lah yang keluar dari balik tumbuhan itu. Mata Wening terbelalak. Dia tak percaya atas apa yang dilihatnya saat ini. “Paundra?” Wening keluar dari persembunyiannya dan menyebutkan nama itu. “Ini di mana? Bawa aku pulang sekarang juga! Raline membutuhkanku! Tolonglah!” Wening menghambur ke arah Paundra yang terlihat berbeda.

“Aku telah mempertaruhkan nyawaku demi melindungi kalian, tapi kenapa kau malah menghampiri bahaya, Nirwasita?” seru Paundra dengan nada gusar. “Sudah kukatakan padamu, jangan datang kemari sekarang! Jangan gegabah! Kau tak tahu betapa berkuasanya Kalajanggi saat ini,” imbuhnya.

“Maafkan dia, Paundra. Aku akan segera membawanya pulang sekarang juga,” sela pria yang masih belum melepaskan genggaman tangannya dari Wening.

“Kau harus lebih bisa menjaganya, Sentanu!” tegas Paundra.

“Kau tahu bahwa hubungan kami terlarang. Aku tidak bisa bersama dan menjaganya setiap waktu,” kilah pria yang Paundra panggil sebagai Sentanu tersebut.

Saat itulah Wening baru tersadar, bahwa apa yang ada di hadapannya saat itu hanyalah sekadar penampakan. Kedua pria itu bukanlah Gandhi ataupun Paundra yang Wening kenal. Perlahan, gadis itu melangkah mundur. Kalut bercampur takut dirasakan olehnya. Semua bercampur menjadi satu dan membuatnya merasa ingin berteriak dengan sangat keras. Akan tetapi, Wening tak mampu melakukan hal itu. “Tolong. Siapa pun, bawalah aku pergi dari sini,” pintanya lirih. Gadis itu pun mulai terisak pelan.

“Kenapa harus terburu-buru?” Hembusan udara dari mulut seseorang yang tengah berbicara, menyapa tengkuk Wening. Spontan gadis itu menoleh dan terperanjat. Napasnya seakan tercekat di tenggorokan.

Wanita mengerikan yang memiliki penampilan seperti iblis itu telah berdiri di sana sambil menyeringai. Bola matanya berwarna merah darah, selaras dengan cahaya yang memancar dari seluruh tubuh. Sekeliling Wening yang awalnya gelap, kini terang benderang akibat keberadaan wanita tersebut, bahkan cahayanya sempat membakar dedaunan yang menyentuh sosok aneh itu. Perhatian wanita iblis tadi, kemudian beralih kepada Paundra. “Kau seharusnya membantuku di sana! Dasar anak tak berguna!” hardiknya.

“Anak?” desis Wening. Tak terkira rasa terkejutnya saat itu. Dia melotot kepada Paundra yang membeku menatap iblis wanita tersebut.

“Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan, Bu. Hentikan semuanya. Jangan lagi ada nyawa melayang,” pinta Paundra. Dia lalu bersimpuh di depan wanita itu.

“Kau sama lemahnya dengan ayahmu, Paundra. Sudah tepat jika aku membunuhnya,” ujar wanita itu pelan, tapi anehnya Wening dapat mendengar dengan jelas.

“Lalu kau, Sentanu! Kau ingin berkhianat juga dariku?” Bola mata merahnya kini menyorot kepada Sentanu. “Jangan lupakan peran besarku, sehingga membuat keluargamu menjadi kaya raya dan berkuasa. Kau pikir aku memberikan dua hal itu dengan percuma, hah!” sentaknya.

“Dari awal aku tak pernah menyetujui ritual ini! Aku bukanlah kedua orang tuaku yang bersedia bertekuk lutut di depanmu dengan mudah! Cuih!" Sentanu meludah tepat di muka wanita iblis tadi, membuat amarah makhluk itu seketika memuncak.

“Kau sudah memancingku, Sentanu! Perjanjianku dengan orang tuamu sudah tertulis dengan darah. Tak dapat dibatalkan dengan apapun sampai akhir dunia! Kau dan keturunanmu harus terus menyediakan tumbal perempuan yang berasal dari darah asli keluargamu! Kalian adalah budakku!” Suaranya menggelegar memecah kesunyian malam.

“Tidak cukupkah darah para perawan desa yang kau jadikan korban setiap tahun, Kalajanggi?” geram Sentanu. Tak tampak ketakutan sedikit pun dari wajah tampannya.

“Mereka hanyalah selingan.” Wanita iblis itu tertawa lebar, dan baru berhenti ketika Wening menyerangnya. Entah kekuatan dari mana, tangan gadis itu bergerak menembus dada kiri si wanita. Tak dirasakannya panas yang membakar. Tangannya meraih serta menarik jantung Kalajanggi, hingga benda berdenyut itu tercabut keluar.

Teriakan kesakitan Kalajanggi membahana, sehingga tak membutuhkan waktu lama bagi pengikutnya untuk datang dan mengepung mereka. “Balaskan dendamku!” teriaknya pilu. Tangan kanan yang dia gunakan untuk menutupi lubang di dada, sekarang bergerak memanjang mengejar Wening yang berlari sambil membawa jantung itu. Kuku-kuku yang tajam dan runcing hendak menusuk punggung Wening, tetapi Sentanu bergerak cepat menjadi tameng gadis tadi.

Kuku-kuku yang bagaikan pisau itu melesat, merobek dada dan perut Sentanu, hingga pria tersebut roboh tak bernyawa. "Pak Gandhi!” Wening terpaksa berhenti berlari dan berbalik menghampiri tubuh tak bernyawa itu.

“Kembalikan jantungku!” seru si wanita iblis lagi.

Wening menggeleng kuat-kuat, disaksikan oleh Paundra yang terdiam membisu. Dia mengangkat jantung itu tinggi-tinggi. Tak berapa lama, cahaya putih memancar dari sela-sela jari, persis seperti yang terjadi di kamar paviliun. Cahaya putih tadi bersinar semakin terang membakar jantung. Tak hanya demikian, cahaya putih itu juga merambat, membakar Paundra dan wanita iblis bernama Kalajanggi beserta seluruh pengikutnya.

Wening memicingkan mata karena tak sanggup menahan silau. Tubuhnya mulai merasakan panas yang berasal dari cahaya putih yang ternyata juga tengah menyerap energinya. Tenaga gadis itu melemah, sampai-sampai dia tak sanggup berdiri, lalu jatuh begitu saja di atas tanah bagaikan daun yang gugur dan layu.

Beberapa saat dia berada dalam kegelapan, hingga sebuah sentuhan lembut menyentuh pipinya. “Neng. Sadar, Neng,” panggil seseorang.

Perlahan, Wening membuka matanya. Sosok bi Lastri dengan raut cemas kini memenuhi pandangan Wening.

“Bi.” Suara Wening terdengar parau. “Di mana ini? Raline bagaimana?” tanyanya lirih.

“Non Raline sedang tidur, Neng. Jangan khawatir. Pak Gandhi sudah meminta suster lain untuk merawat non Raline,” jawab bi Lastri lembut.

“Me-memanggil suster lain?” Wening memaksakan diri untuk duduk. Setelah kesadarannya pulih, Wening mengedarkan pandangan ke ruangan yang terasa asing. “Kenapa saya bisa berada di sini, Bi?” tanya Wening. Rasa gelisah dan takut kembali hadir dalam hatinya.

“Maaf, Neng. Pak Gandhi yang membawa Neng kemari,” tutur wanita berdaster itu.

“Kenapa, Bi? Kenapa saya dibawa ke rumah sakit?” Wening menautkan alisnya. Butiran bening terjatuh dari sudut mata. Dia berniat mengusapnya, tetapi tersadar bahwa di punggung tangan sudah tertancap jarum infus.

“Iya. Kami semua khawatir, Neng. Beberapa hari kemarin Neng tiba-tiba pingsan di depan ruang kerja pak Gandhi. Sampai berjam-jam Neng belum juga siuman. Akhirnya, pak Gandhi memutuskan untuk membawa Neng kemari,” jelas bi Lastri.

“Beberapa hari?” ulang Wening.

“Iya. Neng sudah pingsan selama dua hari,” terang bi Lastri lagi.

Terpopuler

Comments

Siti Arbainah

Siti Arbainah

yg melakukan perjanjian itu dr buyut" terdahulu ya trus mereka yg sekarang hrus bisa melapas perjanjian itu

2024-04-24

1

Khuswatun Abdillah11

Khuswatun Abdillah11

ini alur ceritamya kemana ya,,, kok ikut bingung bacanya

2022-08-05

2

Ima Diah

Ima Diah

bingung campur penasaran...ini arah nya ke mn...

2022-07-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!