Ciuman Menghanyutkan

Wening terhenyak mendengar penuturan Gandhi yang sungguh mengerikan bagi dirinya. "Saya turut bersedih, Pak. Kasihan sekali mereka harus tiada dalam usia semuda itu," ujarnya dengan nada penuh sesal.

"Ya, terima kasih. Akan tetapi, bagaimana Suster Wening bisa mengetahui tentang kedua saudari perempuan saya?" Gandhi kembali mengulang pertanyaannya yang belum Wening jawab. Akan tetapi, Wening pun tiba-tiba menjadi kebingungan sendiri untuk menanggapi pertanyaan tersebut.

"Um, saya ... saya ... hanya menerkanya, Pak." Wening mengeluh pelan. Dia kembali merasa bodoh saat itu. Sesaat, Wening menyembunyikan paras cantik dari tatapan menelisik Gandhi terhadap dirinya. Setelah dua kali mengempaskan napas panjang, Wening memberanikan diri untuk membalas sorot lekat pria di hadapannya.

Tajam, tatap mata Wening beradu dengan Gandhi, menelusup masuk dengan jauh lebih dalam hingga terlihat sebuah pusaran waktu yang memberi mereka sebuah penglihatan. Lagi-lagi, bayangan adegan panas di balik kelambu yang pernah muncul dalam ingatan keduanya, kembali hadir dan kini terlihat dengan cukup jelas. Wening melihat dirinya bergumul mesra dengan ayah dari Raline tersebut. Dia terlihat sangat menikmati hal itu, begitu juga dengan Gandhi.

"Nirwasita ...." Terdengar suara pria itu menyebut nama wanita yang tengah berada dalam kekuasaannya.

Seketika Wening tersadar, begitu juga dengan Gandhi. Bahasa tubuh mereka berdua terlihat tak nyaman saat itu. Wening pun memilih beranjak dari duduknya. "Saya ... saya permisi dulu, Pak." Dia bermaksud untuk keluar dari ruang kerja tersebut. Namun, dengan segera Gandhi mencegahnya. Pria itu bergegas menuju ke arah pintu dan menghalangi langkah Wening.

"Suster melihatnya?" tanya Gandhi dengan raut yang sulit untuk diartikan. Namun, Wening tak segera menjawab. Dia segera mengalihkan tatapan ke arah lain. "Katakan. Apakah Suster melihat apa yang saya lihat?" desak Gandhi lagi.

"Saya bahkan melihat apa yang tidak Anda lihat, Pak," jawab Wening. Rasa cemas itu kembali hadir dan menghiasi wajah cantiknya yang pucat. Kedua bola mata Wening bergerak dengan tak beraturan, menandakan bahwa dirinya tengah dilanda keresahan yang teramat besar.

"Apa maksud Suster sebenarnya?" tanya Gandhi tak mengerti. Dia tak juga mengalihkan tatapan tajam penuh selidik dari sosok perawat di hadapannya. "Tolong katakan apapun itu. Jangan membuat saya merasa penasaran. Ini adalah rumah saya, dan Suster kini sedang bekerja di bawah perlindungan saya. Jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka seluruh penghuni rumah ini akan kena imbasnya," ujar Gandhi dengan setengah mendesak kepada Wening.

Wening kembali memberanikan diri untuk membalas tatapan Gandhi, meskipun tak sedalam seperti yang tadi dia lakukan. "Siapa pemilik rumah ini yang sesungguhnya?" tanya Wening membuat Gandhi kembali dibuat tak mengerti. Pria itu menautkan alisnya.

"Apa maksud Suster sebenarnya?" tanya pria itu dengan suaranya yang terdengar begitu dalam.

"Saya juga masih belum dapat memahami semua ini. Segalanya terjadi dengan begitu cepat dan seakan tak memberikan kesempatan kepada saya untuk berpikir. Itulah kenapa saya merasa begitu tertekan saat ini," tutur Wening dengan keresahan yang tampak begitu jelas.

"Iya, tapi ... tolong jelaskan dengan pelan-pelan agar saya dapat mencernanya dengan baik," pinta Gandhi. Dia mencoba untuk tetap terlihat tenang dan memberikan rasa positif terhadap Wening. Gandhi kemudian beranjak ke dekat meja di mana terdapat sebuah dispenser air mineral. Pria itu mengisi segelas air putih dan menyodorkannya kepada Wening.

Ragu, Wening menerima gelas tersebut. "Minumlah dulu dan tenangkan diri sebelum bicara," saran Gandhi pelan. Sementara jam besar di ruang tamu telah berdentang sebanyak tujuh kali.

"Sudah malam. Saya harus melihat keadaan Raline terlebih dahulu," ucap Wening. Dia mencoba untuk menghindari topik pembicaraan itu.

"Kita akan melihat keadaan Raline nanti bersama-sama, setelah Suster memberikan penjelasan kepada saya," tegas Gandhi. Dia terkesan begitu memaksa agar Wening bersedia untuk bercerita kepadanya.

Wening menggenggam erat gelas yang masih berisi air putih. Tampak air dalam gelas itu bergerak-gerak, karena goncangan yang diakibatkan oleh tangannya yang sedikit gemetaran. "Andai saya mengatakan sesuatu kepada Anda, apakah Anda akan mempercayai apa yang saya katakan?" tanyanya.

"Kenapa Suster bertanya demikian?" Gandhi balik bertanya dengan heran.

"Karena ... karena ada seseorang yang memberitahu saya bahwa Anda tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat di luar nalar," jawab Wening terdengar ragu.

Gandhi menggumam pelan saat mendengar ucapan Wening. Dia dapat menebak siapa yang gadis itu maksud. Sebuah senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya yang dihiasi kumis tipis. "Saya hanya ingin selalu memakai akal sehat dan berpikir secara rasional," kilahnya. "Apa saja yang Raline katakan tentang saya kepada Suster?" selidik Gandhi.

Wening menggeleng pelan saat menanggapi pertanyaan dari Gandhi. "Tidak, bukan Raline," bantah Wening. "Bukan Raline yang mengatakan itu semua kepada saya," jelasnya.

"Bi Lastri?" Gandhi mengernyitkan keningnya. Namun, lagi-lagi Wening menggeleng. "Lalu siapa?" tanya pria itu semakin penasaran.

"Paundra," jawab Wening singkat.

"Paundra?" Gandhi semakin tak mengerti. "Siapa Paundra?" tanyanya lagi dengan setengah bergumam seperti kepada diri sendiri. Dia kembali melayangkan tatapan penuh selidik kepada Wening.

"Paundra. Dia adalah pria di paviliun yang bersebelahan dengan saya," jawab Wening.

Sementara Gandhi kembali dibuat semakin tak mengerti. Pria empat puluh tahun itu menggeleng sebagai tanda penolakan atas ucapan Wening. "Tidak ada yang orang lain yang menempati paviliun itu selain Anda, Suster Wening," tegas Gandhi.

“Ya, saya tahu. Paundra memang bukan manusia biasa. Bisa dibilang dia adalah sosok hantu yang memberitahu saya banyak hal tentang rumah ini,” jelas Wening.

Sementara Gandhi kembali menggeleng pelan. “Tidak. Itu tidak mungkin! Jadi, ternyata Suster adalah salah seorang yang memiliki kemampuan untuk ... untuk ....” Pria tampan itu tampak kesulitan merangkai kata-katanya.

“Saya mendapat anugerah ini dari Tuhan sejak kecil, Pak. Saya kerap melihat benda-benda maupun makhluk tak kasat mata. Akan tetapi, karena hal itu pulalah, saya jadi tak memiliki seorang pun teman. Semua orang sepertinya merasa takut kepada saya,” tutur Wening dengan kepala tertunduk dan nada bicara yang terdengar lesu.

“Apakah Suster merasa kesepian?” entah pertanyaan macam apa yang terlontar begitu saja dari mulut Gandhi saat itu. Namun, hal itu telah membuat Wening memberanikan diri untuk mendongak dan membalas tatapan lembut Gandhi.

“Saya sudah terbiasa sendirian, jadi saya tak pernah merasa kesepian,” jawabnya sambil tersenyum samar. "Kedua orang tua saya telah tiada sejak lama," ucap Wening lagi pelan.

“Kekasih?” Gandhi benar-benar tak dapat mengontrol ucapannya. Keluar lagi satu pertanyaan aneh semacam itu.

“Jangankan pacar, teman saja saya tidak punya,” sahut Wening sambil tertawa pelan dengan rona penuh kegetiran.

Akan tetapi, ada sedikit kelegaan dalam hati Gandhi saat mendengar jawaban Wening. Tanpa sadar, dia makin mendekatkan wajahnya pada paras cantik Wening.

“Kau semakin cantik dari masa ke masa,” racau Gandhi seraya menyentuh wajah dan juga bibir kemerahan Wening. Perlahan tangan Gandhi menelusup ke leher belakang Wening dan menahannya di sana. Setelah itu, dia juga menempelkan bibirnya pada permukaan bibir Wening.

Sementara Wening hanya dapat menahan napasnya. Dia juga tak menolak atas perlakuan Gandhi, ketika pria itu menyentuh bibirnya dengan semakin dalam. Semua terjadi begitu saja. Ciuman yang manis dan lembut, begitu menghangatkan tubuh keduanya dan membuat mereka terlena.

Terpopuler

Comments

Bunda Rima

Bunda Rima

waaahhh sepertinya mereka kekasih di masa laluu

2022-12-25

1

Rania puspa

Rania puspa

Aduuh bhya wening udah di ingetin sm Raline

2022-07-17

0

Fay

Fay

🙄🙄

2022-07-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!