Terhalang Pantangan

Sesaat Gandhi merasa terkejut dengan sikap Wening padanya. Duda satu anak itu menjadi bingung harus bersikap bagaimana. Gandhi tentu saja bukanlah tipe pria brengsek yang pandai mencari kesempatan dalam kesempitan. Namun, kenyataannya dia tak kuasa untuk menolak sebuah dorongan dari dalam dirinya, yang terus memaksa agar pria itu berbuat sesuatu.

Ragu, Gandhi menggerakkan tangan dan merangkul pinggang Wening. Mereka pun saling berpelukan dengan erat untuk beberapa saat. Gandhi seperti dapat merasakan segala hal yang tengah Wening rasakan saat itu.

Wening yang masih dalam keadaan ketakutan dengan semua hal aneh yang baru dialaminya, terus berusaha untuk menenangkan diri. Dia meluruhkan segala kepanikan yang dirasakan.

Sementara Gandhi merasakan degub jantung gadis itu dengan begitu jelas. Setiap detakannya begitu berirama dan membuat dia membayangkan sesuatu. Dalam ingatannya, Gandhi melihat sebuah pergumulan panas di atas ranjang yang ditutupi kelambu. Namun, pria itu segera menepis bayangan yang terkesan mesum tersebut.

Duda tampan itu merasa heran dengan bayangan aneh yang tiba-tiba muncul. Namun, Gandhi seakan pernah merasakan hal tersebut. Dekapan dan degub jantung Wening, kedua hal yang seperti sudah begitu akrab dengan dirinya. “Apakah Suster baik-baik saja?” tanya Gandhi yang masih berpelukan dengan Wening. Entah kenapa, dia merasa begitu nyaman saat itu.

“Semuanya terasa menakutkan. Aku tak bisa memahami apa yang telah terjadi,” ucap Wening pelan. Cara bicaranya tak lagi terdengar formal dengan menggunakan kata ‘saya’.

“Apa yang terjadi sehingga Suster begitu ketakutan?” tanya Gandhi lagi. Perlahan dia merenggangkan pelukannya dan menatap wajah pucat Wening dengan begitu lekat, sampai-sampai Gandhi dapat mengingat dengan baik setiap detail dari paras cantik sang perawat.

Sedangkan Wening tak segera menjawab. Dia terdiam dan berpikir. Gadis itu baru menyadari apa yang telah dilakukannya. Lagi-lagi, dia merasa begitu bodoh. “Ya, Tuhan. Maafkan saya, Pak. Saya tak bermaksud bersikap tidak sopan terhadap Anda.” Wening menundukan wajah. Dia merasa begitu malu terhadap pria yang ada di hadapannya itu. “Ini sangat memalukan.” Wening menggerutu pelan. Dia seperti tengah merutuki dirinya, yang tak mampu menguasai akal sehat dengan baik.

“Tak apa-apa, Suster. Saya bisa memahaminya dengan baik,” ujar Gandhi bijak. Dia sama sekali tak berpikiran negatif tentang gadis yang berprofesi sebagai perawat itu. “Saya hanya merasa penasaran dengan yang Suster alami, sehingga bisa menjadi seperti ini,” lanjut pria itu dengan tenang.

Wening lagi-lagi tak segera menjawab, atau memberikan penjelasan kepada Gandhi yang merasa begitu penasaran. Dia justru teringat kepada Raline. Sudah waktunya untuk memeriksa keadaan gadis belia itu. “Saya harus segera melihat keadaan Raline.”

Wening bergegas merapikan rambut dan seragamnya yang sedikit kusut. Sementara Gandhi tak juga melepaskan tatapan dari gadis cantik tersebut. Namun, sesaat kemudian pria itu pun beranjak dari duduknya dan memberi ruang kepada Wening untuk bergerak. Gadis itu pun segera turun dari sofa, lalu berdiri.

“Suster sungguh tidak apa-apa?” tanya Gandhi lagi meyakinkan keadaan Wening.

Gadis dua puluh lima tahun itu hanya membalas pertanyaan pria di hadapannya dengan sebuah anggukan. Setelah mengambil barang-barang yang dia bawa tadi, Wening pun berpamitan keluar dari ruang kerja itu. Keresahan masih terlihat dengan cukup jelas dari raut wajahnya. Namun, dia tak menceritakan apapun terhadap Gandhi. Gadis itu membiarkan duda tampan tersebut terus diliputi rasa penasaran atas apa yang telah terjadi pada dirinya.

Wening kini telah kembali ke kamar Raline. Dia mendapati gadis itu sudah terbangun dari tidurnya, atau mungkin Raline tak tidur sama sekali. Gadis belia dengan sorot mata yang sayu tersebut menoleh kepada Wening yang baru saja masuk, kemudian melangkah ke arahnya. “Kau bangun lebih dulu sebelum aku datang,” ucap Wening dengan senyuman yang tak pernah terlihat berlebihan. Sedangkan Raline tak menjawab. Dia hanya menatap Wening dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan.

“Saatnya minum obat, Raline,” ucap Wening lagi yang kini sudah berada di dekat gadis belia tadi. Wening tampak menyiapkan segala sesuatunya.

Saat itu, terdengar pintu kamar diketuk dari luar. Bi Lastri muncul dengan membawakan menu makan siang untuk putri sang majikan.

“Ini Neng, makan siangnya,” ucap bi Lastri sopan. Dia meletakkan nampan yang dirinya bawa. Setelah itu, bi Lastri menoleh kepada Wening. “Apakah Neng Suster juga ingin makan siang sekarang? Semuanya sudah siap, tapi bapak belum keluar dari ruang kerjanya,” ucap wanita paruh baya itu

kemudian.

“Nanti saja, Bi. Saya harus memastikan dulu bahwa Raline meminum obatnya dengan benar,” jawab Wening pelan tapi sopan.

“Baiklah, Neng. Kalau begitu, Bibi permisi dulu,” ucap bi Lastri lagi. Dia berpamitan untuk keluar dari dalam kamar dan kembali pada tugasnya.

Wening menanggapi ucapan wanita berdaster tadi dengan sebuah anggukan. Setelah bi Lastri benar-benar pergi dari sana, perhatian Wening kembali terfokus kepada Raline yang masih terdiam.

“Apa kau baik-baik saja, Raline?” tanya Wening seraya duduk di tepian ranjang dan menghadap langsung kepada gadis berusia lima belas tahun itu.

Tatapan Raline terlihat semakin aneh dan mencurigakan. Dia lalu memajukan tubuhnya sedikit, sehingga lebih mendekat kepada Wening. “Kenapa aku bisa mencium bau ayah di sini?” tanyanya dengan setengah bergumam seperti pada diri sendiri. Bola mata Raline yang berwarna pekat segera mengarah pada wajah cantik Wening. Dia seakan mencari jawaban di sana.

Wening tersentak untuk sesaat. Wajahnya merah padam, lalu menunduk menghindari tatapan polos gadis remaja tersebut. “Aku ....” Wening kebingungan melanjutkan kata-katanya. Dia pun terdiam untuk sejenak.

“Kakak sudah melihat dia?” tanya Raline sebelum Wening sempat melanjutkan kata-katanya.

“Apa?” Wening segera mengangkat wajah untuk menanggapi pertanyaan aneh dari Raline.

“Kakak sudah melihat penampakan tanteku?” Raline semakin mendekatkan dirinya pada Wening. Nada bicara gadis itu terdengar sangat aneh. Raline begitu dingin dan terasa berbeda dari gadis yang Wening temui tadi pagi.

“Da-darimana kau tahu?” Wening tergagap sambil memundurkan badan. Dia memberi jarak antara dirinya dan gadis belia itu.

“Tanteku selalu muncul setiap kali ada perawat baru di sini,” ungkap Raline. “Dia hanya bermaksud untuk memperingatkan agar mereka berhati-hati. Kakak jangan khawatir. Tanteku baik,” jelas gadis itu lagi, seakan tanpa beban. "Dia menggemaskan bukan?"

Wening makin merasakan penat di kepalanya. Baru beberapa hari tinggal di rumah itu, dia sudah menghadapi begitu banyak kejanggalan. Sebuah ******* lolos begitu saja dari bibirnya.

“Sejak kapan kakak memiliki kekuatan?” tanya Raline kemudian.

“Kekuatan apa?” Wening mengernyitkan keningnya.

“Kekuatan melihat yang tak terlihat,” jawab Raline datar.

“Aku tidak mengerti maksudmu, Raline. Bukankah kau yang mengatakan bahwa semua suster mengalami kejadian penampakan seperti yang aku alami?” balas Wening. Dia lalu berdiri mengambil meja portabel dan mendorong ke dekat ranjang. Diraihnya pula nampan makan siang, lalu Wening letakkan di atas meja tersebut.

“Ini bukan tentang penampakan tanteku, Kak. Dari awal aku melihat Kakak, aku sudah merasakan aura yang berbeda. Mungkin itu alasan pihak rumah sakit memilih kakak untuk menemaniku di sini,” tutur Raline membuat Wening menjeda kegiatannya, kemudian menoleh.

“Apa maksudmu?” Nada suara Wening terdengar bergetar.

“Kakak tahu, kan? Sejak kecil, aku selalu keluar-masuk rumah sakit. Aku sampai hafal nama-nama suster di sana. Aku juga tahu bahwa Kakak masuk ke dalam jajaran perawat baru. Namun, anehnya mereka memilih Kakak untuk datang kemari Padahal, sebelumnya semua yang merawatku merupakan perawat senior.” Raline mengakhiri kalimatnya sambil terkikik geli.

“Apanya yang lucu?” Wening semakin tak mengerti.

“Perawat-perawat itu semuanya tergila-gila pada ayahku. Entah apa yang mereka lihat. Hal itulah yang membuat pemilik rumah marah dan mengusir mereka.” Tawa lucu Raline menghilang, digantikan oleh sorot misterius dari mata bulat itu.

Wening menggeleng pelan dan mulai memijit pelipisnya, “Pemilik rumah, pemilik rumah! Dari kemarin kau selalu menyebutkan hal itu. Siapa yang kau maksud, Raline?”

“Nanti juga Kakak akan tahu sendiri. Dengar ya, Kak. Aku sangat menyukai Kakak. Oleh karena itulah, aku berusaha memperingatkanmu. Jangan sering-sering masuk ke ruang kerja ayah. Walaupun aku tahu Kakak mempunyai kekuatan besar, tapi sampai detik ini masih belum ada yang bisa mengalahkan pemilik rumah,” bisik Raline begitu lirih.

Wening membeku untuk beberapa saat. Gadis belia di hadapannya itu jelas bukan seseorang yang biasa. Dari awal kedatangannya ke rumah itu, Raline dapat dengan mudah mengetahui bahwa Wening memiliki kekuatan. Sesuatu yang selama ini dia simpan rapat-rapat.

Ya, Wening berbeda. Bukan tanpa alasan dia tak memiliki teman sejak kecil. Semua karena sifat aneh yang membuat rekan-rekan sebayanya tak berani mendekat, bahkan hingga dia dewasa. Wening selalu kesulitan untuk mendapatkan teman.

'Kekuatan’ itu datang pertama kali, ketika Wening mengalami demam tinggi di usianya yang baru lima tahun. Semenjak saat itu, dia dapat melihat apa yang seharusnya tak bisa dilihat. Wening kerap bermimpi seseorang atau sesuatu yang sering menjadi kenyataan di masa depan.

“Apalagi Kakak bisa melihat Paundra,” celetuk Raline yang seketika membuyarkan lamunan Wening.

“Maksudnya?” Bulu kuduk Wening mulai meremang.

“Memangnya Kakak tidak mengetahui bahwa Paundra bukanlah seorang manusia?” jawab Raline pelan.

Terpopuler

Comments

Armadany fery indradewi

Armadany fery indradewi

duuh pinter banget nih othor nakutin kita....

2023-07-24

1

Titik pujiningdyah

Titik pujiningdyah

jangan-jangan ada tumbal yg gk kerawat inu

2022-07-13

1

Fay

Fay

asli nih baca novel sambil deg deg takut😬😃

2022-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!