Wening

Wening

Bingkai Emas Rumah Tua

Gadis berkulit kuning langsat itu tengah mengamati wajahnya di depan cermin wastafel. Rambut yang hitam dan lurus, dia ikat dengan gaya ekor kuda sederhana. Sesekali, jemari lentiknya menyisir rambut yang sudah tertata rapi. Gadis tadi bernama Wening, hanya terdiri dari satu kata. Entah apa alasan kedua orang tuanya memberi nama demikian. Setiap kali dia bertanya kepada, mereka seakan tak memiliki jawaban yang pasti.

Hari itu adalah ulang tahun Wening yang ke-25. Namun, tak ada seorang pun yang mengucapkan selamat kepada dirinya. Kedua orang tua Wening telah tiada empat tahun yang lalu, meninggalkan dia seorang diri tanpa saudara ataupun kerabat dekat.

"Aku akan baik-baik saja," gumam Wening sambil terus menatap wajahnya yang pucat. Sudah biasa bagi gadis itu hidup dalam kesunyian. Sebagai seseorang yang pendiam dan tertutup, sangat sulit bagi Wening untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Terlebih, karena kebanyakan teman-temannya menganggap Wening sebagai seorang gadis yang aneh.

Hal itu sudah terjadi sejak lama, bahkan kini setelah dia berhasil menempuh pendidikan keperawatan dan bekerja di bidang yang sesuai. Namun, hal itu tak membuatnya bisa menambah seorang teman pun.

Wening mendesah pelan. Kembali ditatapnya wajah dingin pada pantulan cermin. Dia mengusap permukaan kaca itu, mengikuti lekuk garis rahangnya. Sekilas, gambaran tentang sesuatu berkelebat di benak gadis itu, berupa sebuah rumah tua samar terbentuk dalam bayangan. "Ada apa lagi ini?" gumamnya pelan. Pertanyaan dalam diam yang langsung terjawab oleh suara ketukan pelan di pintu.

Wening segera tersadar dan bergegas menuju pintu toilet. Dia membukanya dengan perlahan dan mendapati seorang rekan kerja yang berdiri dengan wajah menyiratkan rasa takut. "Kepala perawat ingin bertemu denganmu. Beliau sudah menunggu di ruangannya," ucap rekan kerja Wening dengan nada hati-hati.

Tanpa banyak bicara, Wening mengangguk pelan. Langkahnya cepat menuju ruangan kepala perawat. Beberapa kali dia berpapasan dengan rekan sejawat di lorong. Seperti biasa, mereka membuang muka atau pura-pura tak melihat. Bagaimanapun caranya agar mereka tak bersitatap dengan bola mata gelap nan bulat milik gadis itu.

Wening sendiri tak mau ambil pusing. Sudah biasa bagi dirinya, ketika semua orang memandangn dengan sorot mata ketakutan. Entah karena rambut panjangnya yang berwarna hitam, atau karena sorot mata yang terlihat kelam. Selain itu, bibir pucat Wening pun jarang sekali tersenyum. Kemungkinan terakhir adalah sikap gadis itu yang terlalu dingin, seakan tanpa emosi. Hal itu membuatnya terlihat seperti manusia tak bernyawa.

Langkah Wening kemudian berhenti tepat di depan sebuah ruangan bercat putih di ujung lorong. Dia mengetuk pintu perlahan, lalu membukanya. Seorang wanita paruh baya tengah duduk di depan meja kerja, sambil mengamati lembaran kertas yang tergenggam di tangan kanan. "Duduk!" perintah wanita itu tanpa mengalihkan pandangan dari kertas-kertas di tangannya.

Wening menurut. Dengan sikap hormat, dia menarik kursi dan duduk di hadapan wanita bertubuh tambun tersebut.

"Keluarga Wiratama membutuhkan seorang perawat home care, untuk menjaga putrinya selama menjalankan masa terapi di rumah," terang kepala perawat tanpa basa-basi. Dia lalu menyodorkan berkas-berkas yang dibacanya beberapa saat lalu kepada Wening. "Ada nama, alamat, daftar obat untuk terapi, dan kondisi pasien yang tertulis di sana. Pelajari segera, karena keluarga Wiratama meminta seorang perawat siap datang ke rumahnya hari ini juga," tegas kepala perawat.

Wening membaca dengan saksama. Sekelebat bayangan rumah tua kembali hadir dalam benaknya, ketika dia membaca bagian kolom alamat rumah keluarga Wiratama.

Tubuh gadis itu bergetar pelan. Ada hawa dingin yang menyeruak masuk ke dalam setiap pori-pori kulitnya. Sekuat tenaga, Wening menahan perasaan aneh itu. “Kapan saya harus ke sana?” Suara datar dan dingin Wening terdengar beberapa saat kemudian, setelah hawa dingin itu perlahan sirna.

“Aku sudah mengatakan kepada tuan Gandhi Wiratama, bahwa kau akan datang ke kediamannya sore ini sepulang dari dinas. Bawa beberapa perlengkapanmu. Kau akan menginap di sana. Ingat, lakukan tugasmu dengan baik karena kau membawa nama instansi rumah sakit ini,” pesan sang kepala perawat itu lagi dengan nada bicaranya yang tak berubah

“Saya mengerti, Bu Kepala. Anda tidak perlu khawatir akan hal itu,” jawab Wening datar dan tanpa banyak basa-basi

“Bagus. Silakan kembali lakukan tugasmu,” tutup kepala perawat itu.

Wening beranjak dari duduknya. Dia bergegas keluar dan kembali menjalankan tugas di sana, hingga tiba waktunya untuk pulang.

Sebelum berangkat menuju kediaman keluarga Wiratama, Wening terlebih dahulu mampir ke kediamannya untuk membawa perlengkapan pribadi. Rumah sederhana itu merupakan harta peninggalan dari kedua orang tuanya. Setelah selesai mengemasi perlengkapan, Wening segera berangkat menuju alamat yang dimaksud.

Adalah sebuah kawasan perumahan elite di pinggiran kota Bandung. Wening mengingatnya sebagai sisi mistis kota itu. Masih lekat dalam ingatan, ketika ayahnya mengajak Wening kecil berjalan-jalan di sekitar kawasan tersebut. Telinga gadis itu menangkap jeritan dan raungan dari sosok tak kasat mata yang berasal dari sekitarnya. Wening kecil, segera menutupi pendengaran dan memejamkan mata rapat-rapat. Dia memohon kepada sang ayah agar segera membawanya pergi dari sana.

Bagi Wening, hal itu adalah kenangan buruk yang harus segera dia singkirkan. Tugas pertama sebagai perawat home care telah menanti. Tentu dia tak ingin mengecewakan instansi tempatnya bekerja.

Wening berangkat ke kediaman Wiratama dengan menaiki bus kota dan berhenti tepat di seberang pintu gerbang perumahan tersebut. Setelah menyeberang, dia lalu menuju pos penjaga dan memperlihatkan kartu identitasnya. Petugas keamanan itu kemudian mengangguk dan mengizinkannya untuk masuk.

Angin senja berembus tak terlalu kencang menerpa wajah cantik Wening. Hal itu seakan menjadi sebuah sambutan sederhana bagi gadis dua puluh lima tahun tersebut. Wening terus melangkah menyusuri jalanan komplek perumahan. Ada beberapa rumah besar nan megah yang telah dirinya lewati, hingga akhirnya dia berhenti di depan sebuah rumah mewah bernomor A-13 dengan dominasi warna putih. Bangunan rumah tua yang sama persis dengan bayangan samar, dan sempat merasuk ke dalam ingatannya siang tadi.

Sejenak, Wening terpaku menatap rumah dengan dua pintu gerbang yang tampak begitu kokoh tersebut. Sepasang matanya kemudian bergerak perlahan dan menyapu sekitar bagian depan rumah yang ditumbuhi pepohonan rindang. Kakinya melangkah maju, setengah ragu mendekati bel. Sebelum sempat menekan benda itu, tiba-tiba pintu gerbang telah terbuka.

Seorang wanita paruh baya yang memakai daster sederhana, setengah berlari menghampiri Wening. "Mangga, Neng. Bapak sudah menunggu," ucapnya sopan.

Gadis itu mengikuti gerak si wanita melintasi ruang tamu, berbelok ke kanan dan berhenti pada sebuah pintu yang setengah terbuka.

Wanita itu mengetuk pintu pelan. Wajahnya menunjukkan raut ketakutan. "Saya paling tidak suka masuk ke ruangan ini, Neng. Saya selalu tertekan setiap kali membersihkannya," keluh wanita tadi dengan suara yang teramat pelan, sampai-sampai Wening harus mendekatkan telinganya ke arah wanita tersebut.

"Masuk!" seru seseorang dari dalam ruangan.

Wanita tadi mendorong pintu hingga terbuka lebar. Tampaklah seorang pria yang sepertinya berusia sekitar empat puluh tahun. Wajahnya terlihat ramah dan penuh senyum. Namun, bukan hal itu yang menjadi perhatian Wening, melainkan lukisan berukuran besar dan berbingkai emas yang terpajang pada dinding ruangan tersebut.

Terpopuler

Comments

dewi andarini

dewi andarini

baru mulai baca... sudah menarik

2023-09-28

1

Mbak R

Mbak R

mampir lagi kak.

2023-09-06

1

Savantina Dwi Yana

Savantina Dwi Yana

malam minggu enak.nya baca mangan toon yg misteri emang..

2023-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!