Diatas sebuah ranjang yang tak terlalu besar, tampak sepasang laki laki dan perempuan yang sedang terengah-engah. Keduanya sama-sama mengatur nafas serta mengelap keringat yang membasahi hampir di seluruh tubuh. Belum terlalu malam, tapi keduanya sudah menjalankan sunah rosul.
Mila memiringkan tubuhnya menghadap Elgar. Disentuhnya rahang sang suami yang terasa kasar.
"Ikut aku bentar yuk," ajak Mila sambil menarik tangan El agar bangun.
"Kemana?"
"Udah, ayok." Mila menarik lengan El masuk ke dalam kamar mandi. Dia kemudian mendorong pelan bahu pria itu agar duduk di atas kloset.
Mila mengambil foam cukur sekaligus alat cukurnya.
Melihat apa yang Mila ambil, seketika Elgar paham apa yang hendak dilakukan istrinya itu. Beberapa hari ini dia memang tak sempat bercukur.
Mila berdiri di depan Elgar dengan sedikit menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Elgar yang duduk. Dia semprotkan foam cukur disekitar rahang El lalu mencukurnya pelan-pelan.
"Gue gak cocok ya jenggotan?"
"Bukannya gak cocok. Cuma aku ngerasa perih aja saat kamu gesekin ke muka atau dada aku," jawab Mila sambil fokus mencukur El. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati agar tak melukai kulit El. Kalau sampai kena, bisa langsung keluar taringnya tuh laki emosian.
"El...." Desis Mila sambil melotot saat Elgar malah memainkan dada yang menggantung indah dihadapannya. Mereka memang sedang sama sama polos saat ini.
"Auh...El." Rintih Mila saat El memelintir ujung dadanya. "Jangan ganggu dong. Ntar kamu kena pisau cukur," omel Mila sambil menyingkirkan tangan El yang bertengger didadanya.
Elgar hanya ketawa mendengar omelan Mila. Bukannya menurut, dia melah mendekatkan wajahnya kedada Mila lalu mengghisap ujungnya.
Mila berusaha mendorong kepala El agar melepaskan dadanya, tapi yang ada, pria itu kian memperkuat hissapannya. Bahkan tangan yang satunya mulai meremmas sebelahnya.
Ranggsangan yang diberikan El mampu melenakan Mila. Dia tak lagi berusaha menjauhkan kepala El, justru kian menekan kepala pria itu kedadanya.
Mila semakin kelonjotann saat salah satu tangan El bermain-main di bagian intinya. Tubuhnya terasa ringan dan melayang layang diudara. Hingga alat cukur yang dia pegang terjatuh ke lantai.
"Second round, Honey." Ujar Elgar sambil menatap Mila dengan mata sayu penuh gairahh.
Elgar berdiri dan langsung menyambar bibir Mila. Mengulumm bibir manis itu penuh naffsu hingga Mila beberapa kali terpaksa memukul punggung Elgar saat dia kehabisan nafas.
Keduanya kembali bergelut di kamar mandi yang tak terlalu luas. Tak ada rasa dingin lagi, karena keduanya sama sama terbakar panasnya percintaan ronde kedua.
Setelah sesi kedua selesai, Mila terduduk lemas di atas kloset sambil mengatur nafas.
Elgar tersenyum puas melihat Mila yang seperti tak berdaya.
"Mau lanjut ronde ketiga?" Elgar menaikkan sebelah alisnya.
Mata Mila seketika melotot. Tubuhnya sudah terasa bagai tak bertulang, bisa-bisanya Elgar menawarkan ronde ketiga.
"Jangan gila El, aku sudah gak sanggup," jawab Mila lemah.
Elgar tertawa terbahak bahak melihat raut wajah Mila yang tampak kesal.
"Kalau diajak aja bilang capek. Tapi kalau udah main. Terus.....El, terus...Lebih cepat lagi El....Enak El." Elgar malah mencibir dengan menirukan gaya bicara Mila saat mereka bercinta.
Mila mendengus kesal, dia tak ada tenaga untuk menanggapi cibiran Elgar.
Elgar mengambil pisau cukur dan melanjutkan pekerjaan Mila tadi. Setelah kumis dan jenggotnya telah bersih, dia menyimpan kembali alat itu ditempatnya.
"Sini." Elgar menarik lengan Mila agar berdiri dan membawanya kebawah shower. Setelah mengatur suhu air, dia segera mengguyur tubuh mereka berdua.
Elgar mengambil shampo milik Mila lalu menuang isinya ketelapak tangan.
Mila tersenyum saat Elgar mulai menggosokkan tangan yang penuh shampo itu ke kepalanya. Biasanya, Mila yang selalu mencuci rambut El. Tapi kali ini, untuk pertama kalinya, Elgar mencuci rambut panjangnya.
"Makasih El." Ujar Mila saat Elgar memijat lembut kepalanya. Jantung Mila terasa berdebar mendapatkan perlakuan manis seperti ini.
"Gue tahu lo capek banget. Jadi kali ini, gue yang bakal mandiin lo. Tenaga lo, mending disimpen buat ronde berikutnya."
"Hah!" Mila seketika melongo. Dia pikir Elgar tulus, ternyata ada udang dibalik bakwan.
Setelah keduanya selesai mandi, Elgar segera memesan makanan. Dia butuh tenaga untuk mencari pahala sebanyak mungkin malam ini. Mumpung malam jumat, wkwkwk.
Mila duduk di depan meja rias sambil menggosok rambutnya dengan handuk kecil. Sedangkan Elgar, pria itu duduk diatas ranjang sambil sibuk dengan ponselnya.
"El.." Panggil Mila sambil menatap pantulan El di cermin.
"Hem," sahut Elgar tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.
"Em..." Mila bingung mau memulai bicara. "Bulan depan aku minta uang tambahan ya."
Elgar seketika menoleh kearah Mila.
"Gak bisa, menurut perjanjian, 5 juta perbulan. Jadi gak usah aneh-aneh mau minta lebih."
Mila beranjak dari kursi meja rias, lalu berpindah duduk di sebelah El.
"Hanya bulan depan El. Adik aku mau masuk kuliah, dia butuh laptop baru dan uang untuk biaya kos."
El berdecak lalu menatap Mila tajam. "Sampai kapan lo akan direpotin keluarga lo kayak gini? Kalau emang gak ada biaya, ya gak usah maksaiin kuliah."
Mila memang selalu mengirimkan uang 5 juta dari El kekampung. Selain untuk makan sehari hari, juga untuk bayar angsuran bank serta uang sekolah dan uang saku adiknya.
Mila menggeleng. "Aku gak merasa direpotkan kok. Aku yang memaksa adikku agar kuliah. Dia dapat beasiswa, sayang kalau tidak diambil. Hanya bulan ini, setelah ini, dia akan kerja sambil kuliah untuk biaya kos dan sehari hari. Aku ingin salah satu keluargaku menjadi orang sukses. Setidaknya, bapak dan ibu akan merasa bangga pada anaknya. Selain karena itu, adikku laki-laki, dia akan menjadi kepala keluarga. Jika tidak kuliah, takutnya dia tak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak." Masuk akal memang, tapi rupanya itu tak membuat hati seorang Elgar tersentuh.
"Tapi jadinya, gue yang direpotin," keluh Elgar.
"Hanya bulan depan El, please....boleh ya?"
Elgar tak juga mengiyakan. Membuat Mila berusaha sekuat tenaga merayunya.
"Hanya 3 juta saja El. Aku yakin uang segitu gak ada artinya buat kamu."
"8 juta begok. Ditambah yang 5 juta, jadi 8 kan? Itu bukan uang sedikit." El seketik berubah mode. Tak ada lagi kata-kata dan perlakuan manis seperti tadi. Dia seperti kembali ke mode asal, kalau ngomong gak mikirin perasaan orang lain.
Mila membuang nafas pelan. Dia memang tak pernah tahu berapa gaji El. Tapi dia yakin, melihat posisi yang diduduki El di perusahaan, gajinya pasti sangat besar.
"Hanya bulan depan El, please...."
"Mulai matre lo ya."
"Huft, minta uang sama suami bukan matre lah, El."
"Gue bilang enggak ya enggak." Bersamaan dengan itu, terdengar suara bel berbunyi. Sepertinya, pesanan makanan mereka sudah datang.
Elgar yang kesal segera menyuruh Mila untuk mengambil makanan mereka. Dia tak mau lagi membahas masalah uang tambahan.
...*****...
Mila terus-terusan memandangi jam, 10 menit lagi jam makan siang. Itu artinya, dia harus segera mengantarkan makan siang untuk Devan.
Sekarang banyak yang bawa bekal dari rumah, sehingga kerjaannya tak sesibuk dulu saat mendekati jam istirahat. Selain itu, sekarang juga jaman internet, dengan bermodalkan handphone, mau beli makanan apapun tinggal tekan. Dan ob tak perlu susah susah keluar, tinggal ambil di lobi dan mengantarkan ke yang bersangkutan.
Mila mondar mandir gak jelas di pantry sambil membawa kantong keresek berisik kotak bekal. Sengaja dia taruh keresek agar dikira pesanan delivery Pak Devan. Kalau ada yang sampai tahu dia memberikan bekal makan siang untuk Devan, pasti akan jadi berita hot.
Dia tak percaya diri untuk menyerahkan makan siang pada Devan. Menurutnya, makanan yang dia bawa terlalu biasa, ditambah lagi, Elgar sering bilang jika masakannya tidak enak. Masakan kampunglah, ini lah, itulah, bla bla bla. Dia jadi makin tak percaya diri.
"Lo ngapain mondar mandir?" Suara Reni mengagetkan Mila yang pikirannya sedang kacau.
Tiba-tiba terbesit ide meminta tolong Reni untuk memberikannya pada Pak Devan. Tapi setelah dia pikir lagi, itu justru akan bikin masalah. Takutnya Reni malah berpikiran yang tidak tidak.
"Lo bawa apa itu?" Reni memperhatikan keresek putih yang dipegang Mila.
"Oh...ini." Mila mengangkat kresek itu. "Ini....makanan deliverynya mbak Sisil," dia terpaksa berbohong.
"Terus, kenapa lo malah mondar mandir di sini. Cepat anterin, dia pasti udah nungguin."
"I, iya iya." Mila segera keluar daripada ditanya macam-macam lagi oleh Reni.
Mila berjalan menuju ruangan Devan. Jantungnnya berdegup tak karuan, antara canggung, cemas, dan malu. Dia sudah membayangkan yang buruk-buruk tentang tanggapan Devan mengenai masakannya.
Mila berhenti tepat di depan pintu ruangan Devan. Tangannya seakan berat untuk bergerak mengetuk pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ida Sriwidodo
Jadi pen' komen setelah baca bab ini..
Ampuunn Milaa.. dah lah jadi simpenan cuma dikasi 5 jt/bulan..??? 😱😱😱
Nanggung Mil.. mending nyari yang tajir n yang royal sekalian
Image buruk tapi bisa hidup hedon.. paling ngga bisa punya rumah/apartemen mewah, mobil, depositi, perhiasan.. bisa belanja sepuasnya..
Ngapaiin jadi simpenan klo cuma dapet segitu..
Nanggung amaatt.. sekali nyebur basah sekalian.. ntar setelah dicerein paling ngga punya modal buat buka usaha atau lanjut kuliah..
5 jt dapet apa??
Pun di kirim ke kampung semua.. ntar pisah sama Elgar teteup ajaa jadi OG.. haiiszz.. 🤦🏻♀️😬😬🤦🏻♀️
2024-11-10
1
Ila Lee
jgn mahu lagi Mila samaelgar jdi simpanan dikasi wang hanya 5 juta orang sekali jdi simpanan di bemobil rumah wang bulan 1oo juta kn kje berat 🤣😃🤣😂😂
2025-01-16
0
Kar Genjreng
ya Tuhan elgar minta tiga juta saja di bilng matre,,,,Bos gedebus,,,biar cuma siri tetap yang menemani di waktu butuh di salurkan
2025-02-19
0