Hari ini, Mila membawa sisa rendang semalam ke tempat kerja. Dia ingin berbagi pada teman temannya terutama Reni. Berharap kalau Reni tak lagi mendiamkannya hari ini.
Mata Dion dan Galang langsung berbinar menatap rendang. Mereka menelan air liur yang hendak menetes. Aroma rendang itu sungguh menggoda. Membuat mereka yang lapar kian bertambah lapar berkali kali lipat.
"Entar." Mila menepuk tangan Galang yang hendak mencomot rendang dari kotak bekal. "Tunggu Reni dulu."
"Ck, kelamaan." Gerutu Galang yang sudah sangat tidak sabar.
"Gini nih, orang miskin lihat daging. Auto melotot sambil ngiler." Cibir Dion sambil menarik telunjuknya dari sudut bibir ke bawah.
"Heleh, kayak lo kagak aja Yon. Lo juga ngiler sebenarnya. Tapi lo jaim karena didepan Mila." Galang menyebikkan bibirnya mengejek Dion.
"Udah udah gak usah berantem. Kalau Reni udah datang, kita langsung sikat sepuasnya." Ujar Mila.
"Gimana mau puas, orang cuma dikit rendangnya." Sahut Galang dengan mimik muka sedih.
"Gak bersyukur banget sih. Udah dikasih gratis, masih bilang dikit." Salak Dion sambil memelototi Galang. Mila tertawa sambil geleng geleng melihat teman teman sengkleknya.
"Doain aku banyak rejeki, biar nanti bisa masak rendang yang banyak."
"Amin.." Galang dan Dion kompak mengaminkan sambil mengangkat kedua telapak tangan.
Galang mondar mandir didekat pintu. Dia geram pada Reni yang tak kunjung datang juga. Padahal dia sudah tak tahan ingin segera makan siang.
"Mil, telepon Reni dong." Teriaknya sambil menoleh ke arah Mila.
Mila mengambil ponselnya dan hendak menghubungi Reni. Tapi batal karena mendengar ucapan Galang.
"Akhirnya lo dateng juga Ren." Suara Galang terdengar sangat lega. Dia sudah mirip orang puasa yang sedang menunggu waktu berbuka.
"Siapa tuh?" Tanya Dion saat Reni masuk bersama seorang gadis kecil berseragam TK.
"Cucunya bos besar."
Mila yang sedang menatap ponsel langsung menoleh mendengar ucapan Reni. Kalau gadis cilik itu cucu bos besar, berarti keponakannya Elgar.
"Tante, aku itu mau ke tempat papa, kenapa malah dibawa kesini. Papaku itu bos, masak ruangannya kayak dapur." Celoteh gadis kecil itu sambil mengamati seisi ruangan.
Reni menghela nafas lalu berjongkok didepan di gadis.
"Papa kamu sedang ada urusan diluar. Jadi kamu sama tante dulu ya." Ujar Reni sambil merapikan anak rambut gadis kecil itu.
"Eh Ren, kok bisa cucunya bos sama elo?" Tanya Dion yang penasaran.
Reni membuang nafas kasar lalu menuntun si gadis cilik mendekat ke tempat Mila dan Dion.
"Sini." Mila menarik kursi untuk duduk gadis kecil itu.
Reni lalu menceritakan kronologi bagaimana gadis kecil itu bisa bersamanya. Dia yang sedang mengantar makan siang pesanan Jordi, malah disuruh mengasuh bocah itu. Jordi adalah asisten pribadi Pak Dirga. Dia dan Pak Dirga mau ada meeting penting. Sedangkan papa bocah itu sedang pergi meninjau pabrik. Jadi Reni diperintahkan untuk mengasuh sebentar anak itu.
"Siapa nama kamu sayang?" Tanya Mila sambil tersenyum pada gadis itu.
"Pink tante."
Seketika Galang dan Dion melotot mendengar nama anak itu.
"Ada ya orang kasih nama anaknya pink. Kenapa gak Merah atau Hijau aja." Celetuk Galang yang langsung mendapat pelototan dari ketiga temannya.
"Cucu bos begok. Mau dipecat." Desis Reni sambil menginjak kaki Galang yang saat itu berdiri disampingnya.
"Emang kenapa om? Jelek ya nama pink?"
"Hahaha..." Galang seketika tertawa absurd.
"Bagus, bagus banget dek." Lanjutnya.
"Om bohong ya."
"Enggak kok."
Wajah pink mendadak sedih "Kenapa sih, orang dewasa suka bohong. Pink tahu kok om bohong."
"Enggak sayang, enggak." Galang buru buru menyanggah.
"Mampus, diaduin kakeknya, kelar hidup lo." Cibir Dion sambil menahan tawa.
Melihat mimik wajah Pink yang seperti mau menangis, Mila buru buru mengalihkan topik. Sepertinya, gadis itu pernah punya pengalaman buruk dibohongi.
"Emmm..Pink sudah makan?" Tanya Mila.
Gadis kecil itu menggeleng.
"Kalau gitu, mau gak makan sama sama tante dan om. Tante ada rendang loh." Mila membuka tutup kotak makan berisi rendang. Yang seketika itu juga, aromanya menyeruak.
"Jadi makin dikit dong jatah gue kalau dibagi lima." Gerutu Galang tapi lagi lagi langsung diinjak kakinya oleh Reni.
Mila mulai menyiapkan makanan untuk mereka berlima. Membagi rata rendang yang tak seberapa itu untuk lima porsi.
Mila tersenyum memperhatikan cara Pink makan. Bocah itu tampak sangat menikmati makanannya. Saking lahapnya, bumbu rendang sampai belepotan disekitar bibirnya. Mila mengambil tisu yang ada dimeja lalu mengelap bibir Pink.
"Terimakasih tante."
"Sama sama sayang."
Santun sekali anak ini, batin Mila. Sangat berbeda dengan Elgar, yang bahkan sekalipun tak pernah mau mengucapkan terimakasih padanya.
"Sumpah, ini rendang paling enak yang pernah gue makan. Lo emang paket lengkap Mil. Udah cantik, pinter masak pula. Tipe istri idaman gue banget." Celoteh Dion disela sela makan.
Mila langsung menghentikan kunyahannya. Dia melirik pada Reni. Gara gara tahu perasaan Reni pada Dion, Mila jadi suka gak enak hati saat Dion mulai nyepik. Padahal dulu biasa saja.
Tapi sepertinya Reni tak menggubris. Dia tampak tetap fokus pada makannya. Tapi hati orang siapa yang tahu. Mungkin diluar tampak baik baik saja. Tapi didalam, mungkin hatinya bagai disayat sayat.
"Mila tipe lo. Tapi sayangnya, lo bukan tipe Mila. hahaha...." Cibir Galang sambil tertawa. "Huk huk huk." Galang tiba tiba tersedak.
"Mampos." Desis Dion sambil nyengir ke arah Galang yang tampak tergesa gesa meraih gelas dan mengambil air di dispenser.
"Pink mau lagi?" Tawar Mila.
"Kan sudah habis tante." Jawab Pink sambil menunjuk dagu ke arah kotak rendang yang sudah kosong.
"Punya tante buat kamu aja. Belum tante makan sama sekali kok. Tadi tante makan kentangnya aja."
Pink segera mengangguk. Wajahnya sumringah melihat rendang jatah Mila beralih ke piringnya.
"Tante yang masak rendangnya?" Tanya Pink
"Iya."
"Enak tante." Pujinya sambil mengacungkan kedua jempol pada Mila.
"Makasih sayang." Sahut Mila sambil menyentuh puncak kepala Pink.
Setelah makan, Mila menemani Pink mengerjakan PR menggambar. Anak itu tak mau ditemani Reni, dia lebih memilih bersama Mila.
Untuk ukuran anak TK, gambar serta teknik mewarnai Pink sangat bagus. Anak itu sepertinya memang berbakat dalam seni. Atau mungkin memang sudah ikut kelas menggambar sejak kecil. Biasalah, orang kaya suka ikut macam macam les.
Hari ini, sepulang sekolah Pink minta diantar supir ke tempat papanya. Maklumlah, selama ini Pink tinggal bersama kakek neneknya karena papanya bekerja di Luar negeri. Jadi saat papanya aja di Jakarta, dia ingin selalu bersama sang papa.
"Tante, Pink mau pipis." Ujar Pink disela sela menggambarnya.
"Ya udah, yuk tante temenin."
Mila meraih tangan Pink lalu menggandeng gadis kecil itu ke toilet.
Didalam toilet, ternyata ada Tari dan Siska yang sedang touch up didepan cermin wastafel.
"Eh....ada Pink. Apa kabar sayang?" Sapa Tari sambil menunduk dihadapan Pink. Sebagai pegawai lama, Tari tentu saja sudah beberapa kali bertemu Pink.
"Baik tante." Jawab Pink sambil buru buru masuk ke bilik toilet. Sepertinya, bocah itu sudah sangat kebelet.
Mila hendak ikut masuk kedalam bilik dan membantu cebok, tapi Pink menolak. Bocah itu berkata jika sudah pandai membersihkan setelah pipis maupun pup.
Mila makin kagum pada Pink. Biarpun dari keluarga kaya raya, anak itu tidak manja. Tidak banyak meminta ini itu. Tidak mau merepotkan orang lain dan pastinya sangat sopan. Sangat berbanding terbalik dengan Om nya, Elgar.
"Kalah set lo sama dia." Ujar Tari wanita pada siska yang sedang berdiri disampingnya.
"Gue kan gak kayak dia. Ganjen, suka carmuk ke bos. Maklumlah miskin. Jadi pengen banget kayaknya dapat suami orang kaya."
"Lo ganjen dikit dong. Jangan malu maluin. Masak sekretaris kalah sama ob." Sahut Siska sambil menatap sinis pantulan Mila dicermin.
Mila yang awalnya tak menggubris obrolan mereka jadi penasara. Mila pikir mereka sedang membicarakan teman mereka. Tapi kenapa pakai sebut sebut ob. Office girl di area ini hanya dia dan Reni. Jadi siapakah yang mereka bicarakan?
"Kali ini, gue acungin jempol modus dia. Mau dapet bapaknya, pepet terus anaknya." Ujar Siska sambil menatap Mila dari cermin. Dan disaat bersamaan, Mila juga menatapnya.
"Siapa yang mbak maksud?" Tanya Mila sambil berjalan mendekati Siska dan Tari.
"Kenapa, lo ngerasa?" Siska tersenyum miring dengan kedua lengan dilipat didada.
"Saya gak pernah ya mepet siapa siapa atau modus." Sahut Mila.
"Eh Mila, serakah banget sih lo jadi orang." Salak Tari sambil mendorong bahu Mila. "Dulu Pak Bas, terus Pak Elgar, dan sekarang, mau nyabet Pak Devan juga."
"Hah." Mila melongo. Dia bingung dengan dua wanita dihadapannya itu. Bisa bisanya berpikir demikian hanya karena dia mengantar Pink ke toilet. Lagipula dia bukan pelakor yang mau sama suami orang.
"Jangan samakan aku dengan kalian berdua."Mila menunjuk dua orang didepannya. "Saya kesini untuk kerja, bukan kayak kalian yang hanya sibuk make up buat menjerat bos." Cibir Mila.
"Kurang aja lo ya." Tari hendak menarik rambut Mila tapi batal karena Pink tiba tiba keluar dari bilik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ning Suswati
emangnya devan itu duda apa y,
2025-03-10
0
Ila Lee
wahdu si Devan duda ya
2025-01-16
0
Ahmad Zaenuri
persaingan yg panas...
🔥🔥🔥
2025-03-13
0