"Terimakasih." Ucap Mila sebelum turun dari mobil Devan. Yang dijawab Devan dengan anggukan sambil tersenyum. Akhirnya, kecanggungungan itu berakhir. Setidaknya, itu yang dirasakan Mila.
Mila berjalan masuk kepintu pasar. Sesekali dia menoleh, dan yang dia lihat tetap sama. Mobil Devan belum berpindah tempat, masih ditempat yang tadi.
Devan, pria itu masih menatap Mila. Rasanya dia tak ingin beranjak sebelum Mila lepas dari pandangannya. Entahlah perasaan apa ini, yang pasti, dia marasa bahagia saat melihat Mila.
Dan saat Mila menoleh kearahnya, senyumnya seketika itu terbit.
"Apakah dia menoleh untuk melihatku?"
Astaga, buru buru Devan mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya. Dia tak mau GR.
Setelah Mila hilang dari pandangannya, Devan berniat untuk segera pergi. Tapi tanpa sengaja, dia melihat dompet Mila tertinggal dikursi mobil yang tadi dia duduki.
Didalam pasar, Mila segera menuju ke penjual ikan. Ada Elgar dirumah, seengaknya dia harus masak enak. Dilihatnya ikan gurame tampak segar segar. Ya, bikin gurame asam manis seperti enak. Segera dia memilih gurame dan memberikannya pada si penjual.
"Tolong dibersihkan sekalian ya Pak."
"Siap neng." Setelah ditimbang, penjual itu langsung membersihkan kotoran dan sisiknya.
"Berapa pak?"
"70 ribu Neng."
Saat hendak mengambil uang, Mila baru sadar jika dia tak sedang memakai tas slempang. Dia menepuk jidatnya sendiri karena telah teledor. Dia hanya membawa dompet tadi. Dan sepertinya, tertinggal di mobil Devan.
"Maaf pak, kayaknya gak jadi. Uang sa___"
"Jadi Pak Sapto."
Sebuah suara dari belakang mengagetkan Mila.
"Nyari ini?" Devan menunjukkan dompet Mila yang tadi tertinggal dimobilnya. Seketika Mila bernafas lega, setidaknya dia bisa belanja dan ada ongkos pulang. Devan mengasurkan dompet tersebut dan segera diterima Mila sambil mengucap terimakasih.
"Devan, kamu Devan kan?" Tanya penjual ikan yang yang dipanggil Pak Sapto itu sambil menatap Devan.
"Alhamdulilah, bapak masih ingat saya." Devan mengulurkan tangan hendak menyalami Pak Sapto.
"Tangan bapak kotor, bau amis." Pak Sapto mengangkat tangannya.
Devan tersenyum seraya menarik kembali tangannya.
"Masyaallah, bapak hampir tak mengenali kamu. Kamu benar benar sudah sukses. Bapak yakin, alm ibu dan bapak kamu pasti bangga sama kamu." Pak Sapto mendadak berkaca kaca lalu cairan bening keluar dari sudut matanya.
"Terimakasih pak."
Mereka berdua lalu mengobrol layaknya orang yang sudah sangat kenal lama. Mila yang merasa tak ada hubungan dengan mereka segera mengeluarkan uang dari dompetnya. Dan menyodorkan pada Pak Sapto.
"Ini pak uangnya."
"Neng ini teman kamu?" Bukannya menerima uang dari Mila, Kak Sapto malah bertanya pada Devan.
"Iya Pak." Jawab Devan sambil tersenyum kearah Mila.
"Bawa aja uangnya neng. Hari ini bapak kasih gratis. Ini sekalian." Pak Sabto mengambil lagi beberapa ikan lalu dimasukkan kedalam keresek bersamaan dengan gurame milik Mila.
"Tapi pak." Mila merasa keberatan. Ikan itu terlalu banyak untuk diberikan secara cuma cuma.
"Gak papa, bawa saja."
Mila menoleh pada Devan. Seakan tahu maksud Mila, Devan langsung mengangguk. Membuat Mila akhirnya menerima ikan tersebut.
"Terimakasih banyak Pak." Ujar Mila pada Pak Sapto.
"Sama sama neng."
Devan mengeluarkan beberapa lembar seratus ribuan lalu dia letakkan diatas dagangan Pak Sapto.
"Nitip buat Ridho. Buat uang saku."
Pak Sapto jelas tak mau terima. Dia buru buru mengambil uang tersebut dan hendak mengembalikan pada Devan.
"Bukan buat bapak, buat Ridho." Tolak Devan.
"Terimakasih banyak Dev. Kamu tak pernah berubah. Biarpun sudah sukses, tapi kamu tetap seperti dulu. Bapak doakan, semoga rejeki kamu makin lancar." Pak Sapto kembali meneteskan air mata. Membuat Mila yang melihat bisa menyimpulkan jika dulu hubungan mereka sangat dekat.
"Amin.."
"Saya pergi dulu pak." Pamit Mila.
"Mau cari apa lagi?"
"Sayur."
"Saya tahu tempat penjual sayur yang murah dan kualitasnya bagus. Ayo saya antar."
"Eng, enggak usah pak." Tolak Mila yang merasa segan. Ke pasar bersama atasan yang berstatus duda, jelas membuatnya tak nyaman.
"Tidak apa apa, ayo. Saya juga kangen sama orang itu. Siapa tahu dia masih ingat sama saya."
Mila akhirnya mengangguk.
"Biar saya saja yang bawa." Devan hendak mengambil keresek ditangan Mila tapi buru buru Mila menariknya.
"Tidak usah pak."
"Tidak apa apa." Devan mengambil alih keresek dari tangan Mila. Dan mau tak mau, Mila membiarkan Devan membawa belanjaannya. Setelah berpamitan pada Pak Sapto, Mereka lalu berjalan beriringan dengan menuju ke tempat yang dimaksud Devan.
Sampailah mereka disebuah lapak sayuran yang terlihat segar segar dan lengkap. Pembelinya tampak lumayan ramai. Sehingga Mila harus menyisip diantara ibu ibu agar bisa memilih sayuran.
Si penjual yang tampak sudah berumur itu sibuk menghitung barang barang pembeli. Sampai dia tak menyadari kedatangan Devan.
"Ini bu." Mila menyerahkan wotel dan sawi putih untuk ditimbang. Dan disaat bersamaan, penjual itu mengernyit melihat pria yang berdiri dibelakang Mila.
"Devan, kamu Devankan?"
"Apa kabar Bu Jum."
Pedangan yang disapa Bu Jum itu langsung keluar dari lapak dan memeluk Devan. Yang lebih menarik perhatian, Bu jum malah menangis tersedu sedu.
"Yang sabar ya nak, yang sabar." Ujarnya sambil menepuk lengan Devan. "Kamu harus ikhlas. Ibu yakin, Allah akan segera menggantikan jodoh kamu. Ibu mendengar kabar itu dari tv."
"Iya Bu, tidak apa apa."
Mila kian heran, kenapa hampir semua orang dipasar ini mengenal Devan. Tadi saat berjalan menuju lapak sayur, Devan juga menyapa beberapa orang.
"Bu, buruan dong." Teriak seorang pembeli yang tampak tak sabar.
"Iya, iya." Dengan terpaksa bu Jum kembali ke tempatnya untuk melayani pembeli. Disela sela melayani pembeli, dia memyempatkan mengobrol dengan Devan. Dari obrolan itu, Mila bisa mengetahui jika Bu Jum kenal baik dengan orang tua Devan.
"Udah itu aja? Bayamnya juga bagus bagus loh." Devan memlilih bayam yang ada didepannya lalu mengambil 2 ikat dan dia taruh di atas tumpukan belanjaan Mila.
"Dia siapa Dev?" Tanya Bu Jum.
"Teman Bu." Jawan Devan sambil tersenyum kearah Mila. Mila benar benar tak habis pikir. Bisa bisanya pria itu mengenalkannya sebagai teman pada semua orang. Apakah bos sepertinya tak malu berteman dengan ob?
"Teman , apa teman? Jangan jangan, calon mama barunya Pink."
Mata Mila seketika melotot. Apa apaan ini, calon mama baru? Astaga, bisa bisanya dia malah terjebak dipasar bersama Devan seperti ini.
Devan hanya tersenyum, tidak mengiyakan tapi juga tidak menyangkal.
"Kalau memang sudah ada calonnya, lebih baik disegerakan. Tidak baik lama lama menduda." Ujar Bu Jum sambil memasukkan belanjaan Mila ke dalam kantong keresek.
"Berapa Bu?"
"Bawa aja Neng."
Lagi lagi Mila melihat ke arah Devan untuk bertanya. Dan lagi lagi, pria itu mengangguk. Membuat Mila untuk kedua kalinya dapat belanjaan secara cuma cuma.
"Terimakasih Bu."
"Sama sama Neng."
" Tidak perlu Dev." Ujar Bu Jum yang melihat Devan membuka dompet. "Bayarnya pakai undangan saja. Ibu tunggu loh."
"Hahaha..." Devan tergelak mendengarnya. "Undangan apaan Bu? Kami tidak seperti yang ibu pikirkan. Kami hanya teman."
"Sekarang teman, besok, tak ada yang tahu. Jodoh ada ditangan Tuhan. Tapi kalau ibu lihat lihat, wajah kalian mirip. Sepertinya jodoh."
Mila dan Devan saling menatap. Keduanya seakan ingin memastikan apakah benar yang dikatakan Bu Jum jika mereka mirip. Tapi beberapa saat kemudian, Devan tergelak. Bisa bisanya dia percaya dengan omongan Bu Jum jika mereka mirip.
Sedangkan Mila, buru buru dia mengalihkan pandangannya. Dia seorang istri, mana boleh menatap pria lain.
"Kami pamit dulu Bu." Ujar Devan.
"Ya udah. Tapi jangan lupa, ibu tunggu undangannya."
Wajah Mila bersemu merah. Dia sungguh malu karena dikira calonnya Dev.
"Sudah sarapan?" Tanya Devan sambil menoleh kearah Mila yang berjalan disampingnya.
Mila menggeleng. Dia ingin berbohong dengan berkata sudah, sayangnya perutnya tak bisa berbohong.
"Saya tahu soto yang enak di pasar ini. Kayaknya pas banget buat sarapan."
Devan mengajak Mila menyusuri pasar yang ramai hingga mereka sampai di pojokan pasar. Selama ini, Mila belum pernah keliling pasar sampai ke tempat ini. Dia hanya biasa membeli dilapak lapak yang ada dibagian depan atau tengah pasar.
"PANAS, PANAS , PANAS."
Devan segera menarik Mila kearahnya. Perempuan itu sedikit terkejut saat tubuhnya mendadak menempel didada Devan dengan posisi saling berhadapan.
Satu detik, dua detik, hingga tiga detik, Devan masih menatapnya. Tangan pria itu juga masih memegang erah pinggangnya. Hingga Mila yang merasa sirih berusaha melepaskan diri.
"Sorry." Ujar Devan yang baru menyadari jika dia memeluk Mila. Pria itu tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya untuk mengurangi kecanggungan.
"Tadi itu ada __"
"Iya, saya tahu." Potong Mila. Tadi dia sempat melihat seorang pria berjalan sambil membawa nampan berisi beberapa mangkok soto yang mengepulkan asap panas. Dia tahu jika Devan hanya menolongnya, bukan sengaja memeluknya.
"Disini biasa seperti itu. Jadi kalau ada yang teriak teriak panas, harus buru buru minggir."
Mila mengangguk mengerti. Andai saja, Elgar bersikap seperti ini padanya. Astaga, Mila buru buru menggeleng untuk mengenyahkan pikiran itu. Mana mungkin dia membandingkan suaminya dengan Devan.
Mereka berdua memasuki warung soto yang cukup ramai. Devan memesan 2 porsi untuk mereka berdua.
"Hoe bos, apa kabar? Kirain udah gak mau kesini lagi?" Ujar salah satu pelayan kedai.
"Alhamdulilah baik. Makin ramai aja warungnya?"
"Yah kalau minggu sih gini. Tapi kalau hari biasa, sepi." Keluh orang tersebut. Kemudian dia pergi karena masih banyak pekerjaan yang menunggunya.
Dalam hati, dia makin bertanya tanya, bagaimana bisa, Devan sangat paham tentang pasar ini. Bahkan banyak sekali yang mengenalnya disini.
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Dan ternyata, apa yang dibilang Devan benar, soto ditempat ini sangat enak.
"Kamu emang pendiem gini ya?" Tanya Devan sambil menoleh kearah Mila. "Perasaan sejak tadi kamu diam saja. Kalau saja tanyapun, jawabnya sangat singkat."
"Saya, saya hanya merasa canggung."
"Kenapa? karena saya atasan kamu, atau karena saya ganteng?"
Huk huk huk
Mila seketika tersedak dan segera meraih teh hangat didepannya.
"Saya gak ganteng ya? Sampai sampai kamu kesedak waktu saya bilang saya ganteng." Tanya Devan dengan ekspresi kecewa.
"Enggak kok pak."
"Enggak apa? Enggak ganteng, apa enggak bener ucapan saya barusan?" Tanyanya lagi
sambil mengaduk aduk teh lalu menyeruputnya.
"Ba, bapak ganteng kok." Mila seketika menggigit bibir bawahnya. Pipinya mendadak merah karena malu. Dia bukan wanita penggoda yang hobi berbicara manis. Tapi untuk bilang Devan tidak tampan, itu jelas kebohongan besar.
"Kayak terpaksa gitu ngomongnya. Takut dipecat ya kalau bilang saya jelek? Atau takut kena sanksi kayak kemarin?"
Mila makin menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Posisinya benar benar tak menguntungkan saat ini.
"Maaf soal kemarin, sebenarnya saya hanya becanda memberi kamu sanksi. Saya bukan orang yang suka memanfaatkan kedudukan untuk kepentingan pribadi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ning Suswati
gimana kabar dan reaksinya si elgar kalau tau devan belanja berduaan dan jalan bareng, yg tadinya mila pengin jalan sama paksu elgar malah ditolak, eh malah jalan dan belanja bareng sama kk ipar, biar elgar jenggotnya kebakar sekalian deh, tau rasa tuh laki pelit dan perhitungan
2025-03-10
0
Ahmad Zaenuri
setelah bercerai dgn Elgar apa Mila dgn Devan atau Mila tdk di lepas oleh Elgar 🤔🤔🤔
2025-03-13
0
Ila Lee
bagus kalau Elgar nampak Mila Sam Devan biar kepanasan dia😂😂😂🤣
2025-01-16
0