Elgar menatap langit langit kamarnya. Sudah jam 8 lebih tapi dia belum juga beranjak dari atas ranjang. Kakinya terasa berat untuk melangkah sekedar turun dari atas ranjang. Bukan tanpa sebab, tapi karena pagi ini, dia tak ingin ke kantor. Devan, pria itu mulai bekerja pagi ini.
Semalam, mau tak mau dia harus pulang kerumah. Dia harus bertemu sang papa untuk membahas hal yang menurutnya sangat penting.
"Aku gak setuju kalau Dev kembali kerja di kantor pusat. Tempatkan dia di kantor lain, asal jangan dipusat. Aku gak bisa kerja bareng dia pah." Protes Elgar tadi malam saat sedang berada diruang kerja papanya.
"Kenapa, kamu takut kalah saing sama dia?" Cibir Pak Dirga sambil menutup buku bisnis yang sedang dia baca lalu menatap Elgar.
"Bukan takut pah, tapi tak nyaman. Semua orang selalu ngebanding bandingin aku sama dia. Aku gak nyaman pah."
Pak Dirga memijit keningnya lalu melepaskan kacamata. Menyimpan benda tersebut ke dalam kotaknya lalu kembali fokus pada Elgar. Putra satu satunya yang dia harap bisa menjadi penerusnya. Elgar adalah tipe pria ambisius. Dia sangat berbakat dalam dunia bisnis. Sayangnya, usianya yang masih muda membuat Elgar sering grusa grusu dalam bertindak. Sangat berbeda dengan Devan yang pembawaannya tenang dan dewasa.
"Harusnya kehadiran Dev bisa menjadi penyemangat kamu untuk bekerja lebih keras. Bukan malah menjadi suatu momok yang bikin kamu gak nyaman."
"Tapi tetep aja, aku gak suka sama dia."
"Suka tidak suka, keputusan papa sudah bulat."
Elgar membuang nafas kasar. Papanya tipe orang yang keras. Apa yang sudah menjadi keputusannya, akan sangat sulit dirubah. Dan sepertinya, keadaan memang sedang tak perpihak padanya.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuyarakan lamunan Elgar tantang kejadian semalam.
"Astaga El, jam berapa ini, kanapa masih belum ke kantor?" Tanya sang mama yang baru memasuki kamar putra bungsunya itu. Kamar yang jarang sekali ditempati karena Elgar lebih memilih tinggal sendiri di apartmen.
"Males mah." Jawab El sambil menaikkan kembali selimutnya.
"Bangun." Mamanya menarik selimut itu lalu melipatnya dengan rapi. "Bagaimana kamu bisa jadi CEO kalau malas malasan kayak gini. Devan sudah berangkat dari tadi. Harusnya kamu mencontoh dia."
Elgar mendengus kesal. Devan , Devan dan Devan. Kenapa harus nama itu yang disebut. Devan yang seolah olah adalah pria terhebat dimata semua orang. Menantu idaman, ayah yang baik, suami setia , dan bos panutan seluruh karyawan. Rasanya Elgar ingin meledak kalau sudah berhubungan dengan Devan.
"Oh iya, beberapa hari yang lalu, mama ketemu bu Rendra. Dia bilang, tiga bulan lagi Salsa wisuda. Keluarga mereka ingin kamu dan Salsa segera menikah setelah Salsa lulus. Dan kami berencana kalau aniversary perusahaan nanti, kamu dan Salsa sekalian tunangan. Gimana, kamu setuju gak?"
"Aku terserah mama dan Salsa aja."
"Ya sudah, kalau gitu, mama akan urus semuanya. Salsa bilang, kamu sering sibuk akhir akhir ini, sampai susah dihubungi."
"Gimana gak sibuk, orang aku ditekan terus sama papa." Geram Elgar. Jujur, kadang dia lelah juga. Saat teman temannya masih bisa hang out. Dia malah tak ada waktu sama sekali. Setiap hari dia harus lembur. Tak ada kesempatan pergi klub. Karena jika dia mabuk, bisa dipastikan besok pagi tak bisa kerja. Jadi, satu satunya tempat dia melepas lelah dan bersenang senang adalah Mila.
"Kamu calon penerus papa, jadi memang harus digembleng. Apalagi nanti jika kamu sudah menikah dengan Salsa, otomatis saham milik orang tua Salsa juga akan dibawah kendali kamu. Salsa itu anak tunggal. Dia yang akan mewarisi seluruh kekayaan orang tuanya. Salsa juga...." Mamanya terus saja berbicara panjang lebar hingga membuat Elgar makin bad mood saja.
Elgar meraih ponsel diatas nakas lalu menghidupkan dayanya. Baru saja ponselnya menyala, rentetan notif langsung masuk menyerbu. Puluhan panggilan tak terjawab dari Tari membuatnya langsung menghubungi wanita itu.
Elgar langsung melesat kedalam kamar mandi setelah menelepon Tari. Wanita itu mengingatkannya jika ada meeting penting pagi ini.
...*****...
Dion bersenandung di pantry sambil merebus air dan mengisi ulang toples gula dan kopi yang isinya hampir habis. Dia juga mengecek apa saja yang habis agar bisa dilaporkan pada Bu Ratna.
Dion mengutak atik coffe maker yang rusak sejak 2 hari yang lalu. Sudah laporan tapi belum juga diperbaiki atau diganti yang baru. Mungkin karena para ob kurang pandai menggunakan mesin itu, mereka lebih sering membuat kopi secara manual. Jadi rusaknya mesin itu tak seberapa berpengaruh.
"Lo kenapa Mil?" Tanya Dion yang melihat Mila datang dengan tertatih tatih. Dengan segera dia menarikkan kursi untuk Mila duduk.
"Aku tadi keserempet motor." Jawab Mila sambil mendesis menahan perih di siku dan lututnya.
"Astaghfirullah hal adzim." Dion mengecek luka luka Mila sambil sesekali ikut meringis saat Mila mendesis.
"Bentar, gue ambilin obat." Dion segera melesat menuju tempat penyimpanan p3k yang ada dipojok ruangan. Mengambil cairan pembersih luka serta obat antiseptik.
Dion meletakkan obat tersebut di atas meja lalu meraih lengan Mila.
"Gak usah Yon, biar aku sendiri aja." Tolak Mila saat Dion hendak membersihkan lukanya.
"Udah, lo diem aja. Duduk manis, biar gue yang obatin. Seperti inilah gunanya temen Mil."
Mila menghela nafas. Rasanya percuma melarang Dion. Cowok itu pasti akan terus memaksa mengobati. Semoga saja yang dilakukan Dion memang atas alasan pertemanan. Tak ada modus yang lain.
Mila mendesis saat Dion membersihkan lukanya. Rasanya memang dingin, tapi saat luka itu bersentuhan dengan kasa, terasa sedikit perih.
"Tahan ya Mil." Ujar Dion sambil meneteskan antiseptik. Tahu jika akan menimbulkan rasa perih, Dion meniup niup luka tersebut.
Tanpa mereka berdua sadari, seorang wanita berdiri diambang pintu sambil memperhatikan keduanya. Dadanya terasa sesak karena cemburu. Dia berusaha menahan air mata melihat Dion yang terlihat begitu perhatian pada Mila. Bahkan gerakan Dion yang meniup niup luka Mila tampak seperti adegan slow mo di film film.
"Ngapain bengong disini?" Suara Galang mengagetkan Reni. Begitu pula dengan Mila dan Dion, keduanya langsung menengok ke sumber suara dan mendapati Reni dan Galang disana.
Mila seketika menarik lengannya dari tangan Dion. Sejak kapan Reni ada disitu? Dan apakah dia melihat lalu cemburu. Mendadak Mila diliputi rasa bersalah.
Sepanjang hari Reni tampak menjauhi Mila. Tak banyak bicara seperti biasa hingga terkesan marah padanya.
"Ren, jangan salah paham ya. Aku gak ada apa apa kok sama Dion. Dia cuma bantu aku ngobatin luka, gak ada yang istimewa." Ujar Mila saat ada kesempatan mereka hanya berdua.
"Mungkin menurut kamu gak ada yang istimewa. Tapi yang aku lihat, Dion sangat mengistimewakan kamu." Sahut Reni sambil tersenyum getir.
"Mungkin sekarang kamu gak ada rasa sama Dion. Tapi jika diberi perhatian terus menerus, bisa jugakan akhirnya kamu ada rasa." Reni tersenyum miring lalu pergi meninggalkan Mila.
Mila menghela nafas. Dia tak ingin persahabatannya dengan Reni renggang gara gara pria. Cukup hubungannya dengan Elgar saja yang pelik. Jangan sampai, dia dan Reni juga demikian.
Benarkah jika seseorang diberi perhatian terua menerus, lama lama ada rasa? Jika benar, kenapa Elgar belum juga ada rasa padanya. Masih kurangkah perhatiannya selama ini? Atau mungkin hati Elgar sudah terisi penuh dengan Salsa, hingga tak ada celah sama sekali untuknya.
Mila bisa mengerti bagaimana perasaan Reni saat ini. Memang sakit rasanya, jika ada yang lain dihati orang yang kita cintai.
...*****...
Aroma khas rendang langsung menguar di apartemen saat Mila membuka tutup kualinya. Diincipinya beberapa kali lalu terseyum puas saat dirasa benar benar lezat. Semoga saja, Elgar menyukai rendang bikinannya.
Elgar datang saat Mila baru saja mematikan kompornya. Pria itu langsung menjatuhkan tubuhnya diatas sofa sambil menyenderkan punggung.
Dengan senyum merekah, Mila menghampiri Elgar lalu duduk disebelahnya. Membuka dasi El dan beberapa kancing bajunya.
"Aku masak spesial buat kamu." Ujar Mila sambil menyentuh rahang kokoh milik suami tercintanya itu.
"Pantesan bau nya enak banget." Jawab Elgar sambil merengkuh bahu Mila dan membawanya kedalam pelukan. Saat Elgar hendak menciumnya, Mila buru buru mendorong dada El.
"Aku mandi dulu." Ujar Mila sambil beranjak menuju kamar mandi.
"Mandi barengan." Elgar bangkit dan hendak menyusul tapi ponselnya mendadak berdering. Membuatnya tak jadi ikut mandi tapi lebih memilih mengangkat telepon dari Salsa.
Mila tampak kecewa, tapi ya sudahlah. Dia sudah terlalu terbiasa dinomor duakan. Kecuali saat mereka bercinta. Karena Elgar tak akan mempedulikan telepon dari siapapun saat mereka bercinta.
"Gak usah mikir apa apa lagi. Fokus aja sama pendidikan kamu. Biar mama yang urus semuanya. Kita cukup tahu beres saja pas hari H."
Mila yang baru keluar dari kamar mandi mendapati Elgar masih terhubung via telepon dengan Salsa. Apa yang mereka bicarakan hingga lama sekali mengobrol?
Hari H, hari apa yang dimaksud? Mila bertanya dalam hati.
"Udah dulu ya Beb, I miss you." Elgar segera mengakhiri panggilan saat melibat Mila sudah selesai mandi.
"Emmuuchh, love u too."
Mila berdecak, haruskah Elgar menunjukkan semua itu didepannya? Tak bisakah pria itu sedikit saja memikirkan perasaannya.
Elgar meletakkan ponselnya diatas meja lalu menghampiri Mila yang sedang memilih baju di almari.
"Kok udah selesai, padahal gue baru aja mau nyusulin." Ujar Elgar sambil memeluk Mila dari belakang. Aroma wangi sabun membuat hasrat El langsung tinggi. Dia menciumi bahu Mila yang terbuka karena wanita itu hanya mengenakan handuk sebatas dada.
"Mandi lagi yuk." Ajak El sambil berusaha menarik simpul handuk Mila. Tapi sayangnya, Mila menahan gerakan tangan El.
"Hari H apa yang kamu biacarakan dengan Salsa?" Tanya Mila sambil menoleh dan menatap tajam El.
Kening El mendadak mengkerut, belum pernah dia ditatap setajam ini oleh Mila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Kar Genjreng
jangan menggunakan hati mill abis dulu hanya butuh 10jt tapi harus mengorbankan harga diri,,,serba salah Mill,,, sekarang elgar akan bertunangan pas ada perayaan di perusahaan,,, siap siap pingsan mill,,,biar kamu yang memberikan vitamin tiap hari tapi
2025-02-19
0
Ning Suswati
kok mila jadi kepanasan y, ingat mila harga lho itu cuma 10 juta gk lebih, jgn halu deh, tapi kalau jodoh yg punya kuasa athor dong, sapa tau jodohnya mila benar2 elgar🤭🤭
2025-03-10
0
Ila Lee
jgn berharap terlalu jauh Mila nanti kau kecewa memang itu perjanjian nya nya kn setelah salsa lulus mereka akan menikah
2025-01-16
0