16. Gara-gara Minuman Terkutuk

Rasanya sulit sekali berkata-kata, setelah mendengar bagaimana aduan keluarga Abir soal jawaban 'sibuk selingkuh' Alara di telepon. Miray dan Adi hanya bisa saling tatap dengan satu pertanyaan yang sama: siapa yang selingkuh? Mereka malah yakin, kalau pelaku perselingkuhan itu bukanlah Abir, melainkan putri mereka sendiri, Alara.

"Bu Miray, kami sungguh minta maaf. Abir itu anaknya memang over-baik sama setiap perempuan. Dan … iya, sih, bisa dibilang playboy. Tapi beneran, kami nggak tahu kalau bakalan begini kejadiannya. Apalagi, katanya mereka nikah atas dasar saling cinta, kan? Kami semua sungguh nggak nyangka," tutur Afsana menjelaskan.

Sebenarnya Miray ingin membantah—karena kemungkinan yang selingkuh adalah Alara—, tapi bukankah itu sama saja menjelekkan putrinya sendiri? Lagi pula, mereka semua juga tahu kalau sifat Abir dan Alara sebelas-dua belas.

"Jadi, kita akan bagaimana?" Papa Alara itu malah lebih dulu menyahut.

"Nyusul ke sana!" sahut Arshia.

Sontak saja tatapan semua orang tertuju padanya.

"Kita bisa saja menyusul jika tempatnya dekat, tapi itu di Bali, dan … kita nggak bisa main pulang-pergi ke sana," Miray menyampaikan ketidaksetujuannya.

"Bu Miray benar, tapi Arshia juga nggak salah. Masalahnya, kita semua tahulah, Abir dan Alara itu sama-sama nggak dewasa. Gimana kalau mereka malah perang di sana?" respons Afsana khawatir.

"Tapi ya kali kita ke sana cuma dalam rangka ngecek mereka berdua? Mereka berdua itu udah gede, loh," balas Arshia. Sekali lagi kata-katanya itu menarik perhatian orang-orang. Bagaimana tidak? Dia yang usul untuk menyusul ke sana, tapi sekarang dia sendiri yang protes?

"Ya sudah, begini, sebagian dari kita menyusul ke sana, tapi sisanya tetap di sini, gimana?" usul Rajvans.

"Maaf, nih, Pak Besan, tapi hari-hari ini saya sibuk banget. Rasa-rasanya saya nggak bisa dateng," ujar Adi.

"Mendingan nggak usah disusul, besok mereka juga pulang. Mereka cuma pergi tiga hari, kan? Berarti besok juga balik," tutur Nenek Ashima.

"Ibu nggak khawatir sama cucu laki-laki Ibu satu-satunya gitu, Bu?" protes Afsana.

"Bukannya nggak khawatir, tapi … ya lebih ke biarin Abir berubah jadi dewasa. Kalau dia terus-terusan direcoki, yang ada dia nggak bisa jadi dewasa. Malah ketergantungan dibantu terus, dan terus bersifat kekanakan," jelas Nenek, "tapi … kalau kalian tetep mau ke sana, ya udah, terserah."

Mereka semua terdiam. Sebagai para orang tua, mereka inginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Lagipun, mereka juga bisa menyusul ke sana, kan? Lalu jika bisa, kenapa tidak dilakukan?

***

"Alara! Astaga, udah makan sebanyak itu, masih nggak mau balik? Ayo balik! Sebenernya minuman macam apa, sih, yang lo minum tadi? Berhenti!" teriak Abir di sepanjang jalan mengikuti jejak Alara.

Benar-benar gila. Gadis itu berjalan riang sambil sesekali melompat seperti anak kecil. Parahnya lagi, apa saja yang dia lihat, akan dia ambil begitu saja, tak peduli itu adalah barang dagangan sekalipun.

"ALARA! BERHENTI!" teriak Abir lebih kencang.

Bagai diberi semangat, perempuan itu malah berjalan semakin kencang. Ada apa saja di hadapannya, ia tendang. Syukurlah kekuatan tendangan supernya tidak ia keluarkan, hingga benda-benda itu tidak terbang dan mengenai orang-orang.

"Es krim!" seru Alara sambil menunjuk toko di sampingnya. Dengan kecepatan cahaya, dia melesat masuk ke dalam sana.

Melihat itu, Abir mencak-mencak tidak jelas di luar toko. "Lu mau meras gue bilang aja napa, sih, Ra? Jangan memeras gue dengan cara halus begini," keluhnya sembari menarik napas panjang.

Belum sempat napasnya dihembuskan, Alara sudah muncul lagi di matanya, berlari sambil menggendong sekeranjang penuh es krim. Tak lama dari itu, si pemilik kedai keluar meneriaki Alara, yang tentu saja tak digubris perempuan itu.

"Pak, Pak, saya yang datang sama cewek itu. Maafin dia, dia lupa minum obat, jadinya makin gila. Katakan saja berapa total es krim yang dibawa cewek itu?" ucap Abir pada si Pemilik Kedai.

"Enam ratus ribu plus keranjangnya, Pak," jawabnya.

Abir menarik-hembuskan napasnya, berusaha sesabar mungkin dengan semua tingkah Alara yang benar-benar mengujinya.

"Pak, bisa didiskon, nggak? Masalahnya uang yang saya bawa tinggal lima ratus lima puluh, sisanya habis gara-gara cewek itu lupa minum obat. Please lah, Pak, dia kan beli banyak, jadi bisalah didiskon," mohon Abir.

"Ya sudahlah, bayar 550.000 aja. Anggap keranjangnya gratis." Pria berkepala hampir botak itu mengalah.

"Makasih banyak, Pak, makasih," Abir menyalami tangan pria itu, kemudian mengambil dompetnya dan menyerahkan semua lembaran merah dan biru di dalam situ.

Sungguh, ini tidak bisa dibiarkan. Bisa keenakan Alara jika ini semua dibiarkan. Bagaimanapun juga, Abir harus bisa membawa perempuan itu kembali ke hotel mereka. Abir sudah tidak punya uang cash lagi untuk membayar kegilaan-kegilaan yang Alara lakukan. Dan, ya, Abir sangat mengutuk minuman apa pun yang Alara minum.

Alara terlihat duduk di trotoar sambil memakan satu per satu es krimnya. Perutnya yang seluas samudra, tidak membuatnya kenyang meski sudah menelan apa saja. Abir yakin, jika bisa ditelan, Alara akan menelan dunia ini juga.

"Alara cantik, Alara baik, Alara pintar, ayo kita pulang, ya? Ini udah malam, nggak baik di luar terus," bujuk Abir setelah mengambil tempat duduk di sisi Alara.

"Jam berapa?" tanya Alara sambil menjilat es krim cokelatnya.

"Jam 1. Ayo kita pulang, ya?" Terpaksa Abir berbohong, padahal sekarang baru pukul 11.

"Kenapa kalau jam 1? Bu Naina bilang nanti akan masuk angin, ya?"

Meski tak yakin Bu Naina pernah berkata begitu, Abir mengangguk saja mengiyakan.

"Oke, kalau gitu gendong," Alara mengulurkan kedua tangannya sambil merengek manja.

Mulut Abir terbuka otomatis. "Lu nggak sadar badan lu setinggi tiang listrik? Gue mana kuat!" tolaknya mentah-mentah.

Bibir Alara langsung melengkung ke bawah, membentuk emoji sedih bercampur memelas. "Katanya tadi kau orang baik, masa menggendongku saja tidak mau? Kepalaku sakit, bagaimana nanti kalau aku pingsan? Bu Naina bilang, kalau orang lain butuh bantuan, maka kau harus membantu, jangan malah menolak."

Abir menepuk dahinya. Bu Naina lagi, Bu Naina lagi. Entah Bu Naina mana yang Alara maksud. Sebagai murid Bu Naina yang sama, dia tidak ingat Bu Naina pernah bilang begitu.

"Bu Naina bilang kalau ada orang bicara didengarkan, jangan malah memukuli kepala sendiri."

Kan, gadis gila itu mulai mengoceh lagi. Dan Bu Naina, awas saja kau! Hitung mundur dari sekarang, Abir akan menemuimu!

"Ayo!" teriak Alara sambil mengulurkan tangan.

Terpaksa. Sangat terpaksa, Abir berjongkok agar Alara naik di punggungnya. Siapa yang kuat untuk menggendong Alara di depan ala pengantin? Bisa bungkuk mendadak Abir nanti.

Tubuh Alara yang tinggi sangat terasa di punggung Abir. Sekarang dia jadi teringat Sara, gadis itu tubuhnya sangat ringan, hampir tak terasa saat menggendongnya. Lain dengan Alara, Abir merasa beban seluruh dunia seperti menempel semua di punggung malangnya ini.

"Ayo jalan, My Little Pony!" seru Alara, lalu tangannya menepuk pundak Abir selayaknya Abir kuda sungguhan.

***

Abir menyerah di jarak ke seratus meter. Sumpah, punggungnya akan patah jika dia teruskan menggendong Alara. Maka, Abir meminjam ponsel gadis itu untuk menelpon pihak hotel, agar memberi mereka pertolongan jemputan untuk bisa pulang ke sana.

"Habis ini lo harus mandi pake air dingin, harus pake banget. Biar otak lo yang gila itu sembuh. Sumpah, gedeg banget gue lihatnya," oceh Abir sebal. Omong-omong, Alara saat ini menyandar di pundaknya dan hampir tertidur. "Oh, iya, dengan lo berubah jadi gila gini, bukan berarti masalah kita selesai, ya? Kita tetep marahan, nanti setelah lo sembuh, kita lanjut debat lagi."

"Lo juga harus gantiin ua---lah, malah tidur? Emang syalan lo tuh, Ra," dengus Abir.

Sekitar tiga menit kemudian, taksi pertolongan mereka datang. Langsung saja Abir angkat tubuh Alara dan masukkan ke dalam taksi. Dia sendiri lebih memilih duduk di sebelah sopir alih-alih menemani Alara di belakang. Biarkan saja, tidak ada hantu, atau penculik, atau monster, yang mau repot menculik Alara. Jikapun ada, dalam hitungan detik saja mereka akan pensiun dadakan; kena mental, frustrasi menghadapi Alara.

Ketika tiba di hotel, Abir dan Alara benar-benar terlihat romantis dengan posisi Abir menggendong Alara yang ketiduran. Tapi jujur, Abir malah merasa ini bukannya romantis, tapi lebih ke seorang ayah memindahkan putrinya yang ketiduran di ruang TV ke kamar. Sekarang tolong pastikan, Abir tak terlihat seperti ayah Alara, kan?

"Dasar ratu penyihir nyusahin! Kalau nggak kuat minum, mendingan nggak usah, daripada berubah gila dan ngerepotin gue. Dia kira badannya yang setiang listrik itu ringan apa? Berasa ngegendong anaknya Tuan Crab," dumel Abir di sepanjang jalan.

Ranjang besar yang berantakan itu sudah menunggu saat kaki Abir menapak di dalam. Tidak ingin gadis itu bangun dan kembali merepotkannya, Abir baringkan dia pelan-pelan.

Tapi … sial! Alara malah terbangun dan menatapnya sambil tersenyum. Perempuan itu kemudian mengalungkan kedua tangannya ke leher Abir sambil terus menatap pria itu.

"A-lara, apa-apaan ini? Lepas," Abir berusaha bangkit, tetapi lingkaran tangan Alara sangat erat.

"Kenapa kamu pucet begitu, Sayang? Nggak pernah berada di posisi sedekat ini sama cewek cantik sebelumnya, hm?" goda Alara sambil mengedip nakal.

Abir menelan susah payah salivanya. Minuman terkutuk itu membuatnya terjebak sekarang ini. Dia bisa merasa jantungnya berdetak tidak karuan. Bukan itu saja, di ruangan ber-AC ini, mendadak udara terasa panas.

Dalam keresahan Abir, Alara malah semakin menarik dirinya untuk mendekat. Oh, tidak! Tamatlah riwayat Abir kali ini. Siapa saja, tolong selamatkan Abir dari cengkeraman penyihir bernama Alara ini!

***

Episodes
1 01. Kompromi Gila
2 02. Terganjal Restu?
3 03. Pasangan Kriminal
4 04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5 05. Perjanjian
6 06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7 07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8 08. Tendangan Super Alara
9 09. Abir Marah?
10 10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11 11. "Gue mau kita putus."
12 12. Dia Benar-benar Sakit?
13 13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14 14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15 15. Perempuan Gila
16 16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17 17. S untuk Siapa
18 18. Lelah Berdebat
19 19. Ada Kepala!
20 20. Teror?
21 21. Penyihir VS Penyihir
22 22. Kebenarannya, Sara....
23 23. Perjanjian Menyebalkan
24 24. Minta Maaf?
25 25. Gara-gara Pacar Ke-3
26 26. Alisha yang Manis
27 27. Pokoknya Selain Alisha
28 28. Kebenaran Sara (2)
29 29. Mewujudkan Impian
30 30. Hutan
31 31. Terjebak
32 32. Impian Alara
33 33. Abir: "Rasa apa ini?"
34 34. Ditangkap Polisi?
35 35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36 36. I Love You, Alara!
37 37. Berhasil Pulang
38 38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39 39. Salah Alara?
40 40. Kebetulan?
41 41. Bencana atau Berkah?
42 42. Abir pergi?
43 43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44 44. Usaha Mengesankan Alara
45 45. Alara Terkesan?
46 46. Bertengkar?
47 47. Kesalahan Terbesar Abir
48 48. Semuanya Berakhir
49 49. Solusi atau Bukan?
50 50. Saling Merindukan
51 51. Panggilan Sayang
52 52. Kecelakaan Bersama ....
53 53. Sebuah Pengkhianatan
54 54. Semakin Rumit
55 55. Sumpah
56 56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57 57. Misi Menculik Alisha
58 58. Terbongkar: Bukan Abir?
59 59. Mengaku
60 60. Bantuan
61 61. Menangkap atau Tertangkap?
62 62. Menyatukan Dua Cinta (End)
Episodes

Updated 62 Episodes

1
01. Kompromi Gila
2
02. Terganjal Restu?
3
03. Pasangan Kriminal
4
04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5
05. Perjanjian
6
06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7
07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8
08. Tendangan Super Alara
9
09. Abir Marah?
10
10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11
11. "Gue mau kita putus."
12
12. Dia Benar-benar Sakit?
13
13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14
14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15
15. Perempuan Gila
16
16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17
17. S untuk Siapa
18
18. Lelah Berdebat
19
19. Ada Kepala!
20
20. Teror?
21
21. Penyihir VS Penyihir
22
22. Kebenarannya, Sara....
23
23. Perjanjian Menyebalkan
24
24. Minta Maaf?
25
25. Gara-gara Pacar Ke-3
26
26. Alisha yang Manis
27
27. Pokoknya Selain Alisha
28
28. Kebenaran Sara (2)
29
29. Mewujudkan Impian
30
30. Hutan
31
31. Terjebak
32
32. Impian Alara
33
33. Abir: "Rasa apa ini?"
34
34. Ditangkap Polisi?
35
35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36
36. I Love You, Alara!
37
37. Berhasil Pulang
38
38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39
39. Salah Alara?
40
40. Kebetulan?
41
41. Bencana atau Berkah?
42
42. Abir pergi?
43
43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44
44. Usaha Mengesankan Alara
45
45. Alara Terkesan?
46
46. Bertengkar?
47
47. Kesalahan Terbesar Abir
48
48. Semuanya Berakhir
49
49. Solusi atau Bukan?
50
50. Saling Merindukan
51
51. Panggilan Sayang
52
52. Kecelakaan Bersama ....
53
53. Sebuah Pengkhianatan
54
54. Semakin Rumit
55
55. Sumpah
56
56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57
57. Misi Menculik Alisha
58
58. Terbongkar: Bukan Abir?
59
59. Mengaku
60
60. Bantuan
61
61. Menangkap atau Tertangkap?
62
62. Menyatukan Dua Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!