08. Tendangan Super Alara

"Hayo! Mau apa lo?!"

Abir gelagapan saat Alara tiba-tiba berbalik sambil berteriak. Perempuan itu ternyata punya sepasang mata lagi di belakang.

"Mau macem-macem, ya?!" tuduh Alara.

Abir geleng-geleng kuat. "Enggak. Siapa yang mau macem-macem? Nggak ada," jawabnya angkuh.

Alara masih menatap sengit laki-laki yang kini jadi suaminya itu. Selanjutnya, ia naik ke atas ranjang dan merebahkan diri di sana; menyelimuti seluruh tubuhnya hingga ke wajah.

Abir menghembuskan napas panjang. Lalu tentu saja, merangkak ke ranjang sebelah Alara. Pria itu pun berbaring. Sesekali menoleh ke samping, tapi tak mendapati perempuan di sampingnya memunculkan kepala dari balik selimut.

"Lara ...?" Abir coba memanggil.

"Hmm."

"Udah tidur?" tanya Abir.

"Kalau gue udah tidur mana bisa ngejawab!"

Abir terkekeh. "Lara, nanti kalau kita punya anak, lu maunya cewek apa cowok?" tanyanya dengan wajah antusias.

"Gue ga minat punya anak," jawab Alara dari balik selimut.

"Kenapa?"

"Karena gue nggak mau bikin anak sama lo!" seru Alara.

Abir menghela napas. "Selain itu?"

"Karena gue nggak siap, lah! Gue ngurus diri sendiri aja nggak becus, gimana mau ngurus anak? Lagian punya anak itu nggak mudah. Maksudnya, itu tanggung jawab seumur hidup, bukan sejam-dua jam. Gue belum sanggup, Abir," jelas Alara, yang kini sudah memunculkan wajahnya dari balik selimut.

"Enggak juga, sih. Ngurus bayi nggak serepot yang lu bayangin. Beneran, deh. Dulu, Arshiya sama Arshika lahir pas umur gue 6 tahun. Gue kesel banget karena pasti rumah bakalan bising gegara tangisan bayi, mana itu dua langsung. Gue dulu juga nggak suka anak bayi. Tapi, pas Arshiya sama Arshika dibawa pulang, kebencian gue langsung hilang lihat wajah lucu mereka. Apalagi pas senyum, beuh! Cantik banget, imut, lucu. Sampai-sampai, nih, ya, nyamuk aja nggak gue bolehin gigit mereka," cerita Abir mengenang masa lalunya.

Alara juga kelihatannya tertarik dengan cerita Abir itu. "Oh, ya? Terus, Dua A itu rewel, nggak?" tanyanya penasaran. Mau bagaimana lagi, dia tidak punya adik yang bisa dia lihat tumbuh kembangnya.

"Enggak juga. Ya ... yang namanya anak bayi, wajarlah sesekali nangis. Tapi itu nggak ngeganggu, kok, beneran," papar Abir.

"Tetep aja, gue nggak mau punya anak, Bir. Ya ... seenggaknya bukan untuk sekarang. Lagian kita juga masih muda. Punya anak nanti-nanti juga bisa. Itupun kalau hubungan kompromi kita ini bertahan sampai nanti," oceh Alara.

"Ke---"

"Pacar-pacar gue!" Alara tiba-tiba berteriak sambil melompat turun. Sial, sudah seharian dia tidak sempat mengecek ponselnya. Pasti pacar-pacarnya sudah mengirim spam chat, telpon, video call, dan lain-lainnya.

Benar, kan. Begitu dicek, beruntun pesan dan panggilan tak terjawab langsung menyambut.

"Gimana?" tanya Abir datar.

"Mereka pada nyariin gue," jawab Alara yang jarinya sibuk mengetikkan pesan balasan satu per satu ke mereka semua.

"Putusin aja, deh," celetuk Abir jengah.

"Putusin-putusin, lo nggak inget apa perjanjian kita sebelum menikah? Gue bebas pacaran sama siapa pun, selingkuh sama siapa pun, lo nggak akan pernah ngelarang, begitu juga sebaliknya. Inget itu!"

Abir mendengus. Sungguh perjanjian kurang ajar yang tak menguntungkan. Bertahun-tahun bersahabat dengan Alara, Abir nyaris tak pernah mendapat perlakuan ramah dari gadis itu, lalu mereka para lelaki bodoh pacar-pacar Alara, mendapat perlakuan yang baik dan ramah. Cih, menyebalkan!

"Woy, kenapa lo komat-kamit kayak dukun baca mantra gitu?" tegur Alara saat melihat Abir memasang wajah sinis dan mulutnya terus berkomat-kamit.

"Nggak ada." Abir kembali berbaring, menghadap ke kanan agar tak bisa melihat Alara.

Alara beranjak naik ke tempat tidur. "Jadi ceritanya lo marah gara-gara gue nolak bikin anak sama lo?"

"Ga," jawab Abir singkat.

"Ya udah. Lanjutin aja marahnya, tapi jangan sampai ngelewati batas. Guling ini, di tengah sebagai batas, anggota tubuh lo termasuk sehelai rambut pun, nggak boleh ngelewatin itu kalau lo masih mau berumur panjang. Inget itu baik-baik!" jelas Alara, galak seperti biasa tentunya.

"Hm," balas Abir masih pura-pura merajuk.

Meski sedikit aneh, tapi Alara tak peduli. Sudah lewat pukul 1 dini hari, jadi dia harus tidur.

Sekitar lima menit kemudian, Abir membalikkan badan ke arah Alara. Sepertinya si Kejam itu sudah tidur. Abir tidak bisa melihat karena Alara menutup seluruh tubuhnya hingga wajah dengan selimut tebal.

Dengan gerakan sangat pelan, Abir mendekati istrinya itu. Dia singkap selimut tebal yang menutupi wajah Alara.

"Selimut itu seharusnya cuma sampai di dada atau leher, bukan nutupin wajah. Nah, gini kan enak, biar nggak sesek juga napasnya," tutur Abir hampir berbisik.

Pria itu mendekat lagi. Niatnya memberi ciuman selamat malam. Namun, sepuluh senti dari wajah Alara, dia urungkan niatnya itu. Mendadak Abir membayangkan Alara akan meninjunya jika perempuan itu tahu. Abir tidak ingin juga hidungnya patah di malam pertama. Jadi, demi perdamaian dunia dan segala isinya, Abir membatalkan niat tersebut.

"Asal lo tahu, Ra. Meski dunia nyebut lo buruk, bar-bar, kejam, atau apa pun itu, lo tetep Alara yang sama. Alara yang istimewa bagi gue," gumam Abir tersenyum. "Good night, My Wife. Sweet dreams."

Selesai dengan kata-katanya, Abir berbalik lagi miring ke kanan. Matanya memejam, lalu pergi ke alam mimpi.

Di belakangnya, Alara yang setengah bangun terheran-heran dengan tingkah pria itu. Dia sebenarnya tidak tidur, bahkan nyaris tadi menendang Abir keras-keras andai tak mendengar kata-kata lembut yang keluar dari bibir sahabat sekaligus suaminya itu.

'Si Abir mabok apaan dah? Gue? Istimewa? Dia habis kepentok tembok atau keracunan lem tikus?' batin Alara terheran-heran.

***

Ayam berkokok bersahut-sahutan sudah dua jam lalu. Matahari yang tadinya mengintip malu-malu pun, kini sudah tidak lagi; menempati singgasana timurnya, mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Meski begitu, dua anak manusia dalam kamar ini seolah tak terganggu dengan ulah si matahari. Mereka tidur berpelukan erat tanpa adanya pembatas. Lalu guling semalam? Entahlah. Benda bulat panjang itu tak terlihat lagi wujudnya. Mungkin guling itu tidak ingin menjadi obat nyamuk, jadi dia memutuskan untuk kabur saja.

Sekitar setengah jam kemudian, keusilan sang mentari baru menganggu salah satu dari mereka. Salah satu tangannya mengucek kelopak mata yang sesungguhnya masih berat untuk dibuka. Dia kemudian mengerjap beberapa kali, dan, ya, mata yang semula enggan terbuka, langsung melotot lebar kala melihat sosok yang masih nyenyak tidur di hadapannya.

"AAAAA!" Alara berteriak keras-keras, dan refleks, menendang manusia yang meringkuk di depannya kuat-kuat.

BUGH!

Manusia yang sudah pasti adalah Abir itu mendarat sempurna di lantai yang dingin. Dia pun gelagapan. Rasa ngilu di tubuhnya itu baru terasa beberapa detik kemudian—ketika dia sudah menyadari apa yang terjadi.

"Alara!" jeritnya sambil mengusap-usap bagian tubuh yang terasa ngilu. Sakit memang tidak—karena tempat tidur itu tidak tinggi—tapi terkejut jelas iya.

"Siapa yang nyuruh lo peluk-peluk gue, ha?!" omel Alara.

"Namanya juga orang tidur, ya wajarlah! Lagian bukan cuma gue, tapi lo juga meluk gue," balas Abir terkesal-kesal.

Sekarang Alara yang gelagapan sendiri. "Ya ..., kembali ke jawaban lo yang pertama, namanya juga orang tidur, mana sadar lagi meluk buaya darat atau kadal air! Dan, ya, gue yakin yang pertama meluk-meluk itu elu, bukan gue!"

"Terserah!" Abir bangkit dan langsung ke kamar mandi. Daripada berdebat terus dengan Alara, itu tidak akan ada habisnya.

Di waktu yang sama di sebuah kamar, Amira sudah tidak lagi tertawa-tawa tidak jelas. Pengaruh dinitrogen monoksida alias gas tertawa itu sudah hilang. Setelah hampir dua hari tertawa-tawa tidak jelas, kini wanita itu tengah merengut kesal. Namun, ya, dia masih tidak tahu apa penyebab dirinya tertawa tidak jelas.

"Pasti anak kurang ajar itu yang kasih aku sesuatu," duganya, yang langsung diiyakan kedua saudarinya.

"Kok bisa, ya, Abir sahabat si Alara itu ternyata anak orang kaya? Kirain ... mereka sama-sama kere," ucap Amara, adik termuda mereka.

"Ya nggak tahu juga aku. Tahu-tahu jelas langsung kaget. Seriusan anak kurang ajar itu mau nikah? Sama orang kaya pula. Kirain siapa, ternyata sahabatnya sendiri," timpal Amrita, adik Amira dan kakak Amara.

"Mereka aslinya nikah cuma pura-pura," ungkap Amira.

Amrita dan Amara langsung menatap tak percaya pada kakak mereka itu. "Serius?" tanya keduanya bersamaan.

Amira mengangguk yakin. "Makanya, aku diracun sama sesuatu yang bikin ketawa-ketawa kayak orang gila, penyebabnya karena aku tahu rahasia mereka," urainya.

"Kenapa kamu nggak bilang ke siapa-siapa, sih, Kak Mira?" protes Amara.

"Ya gimana mau bilang? Akunya ngakak terus, kamu juga tahu sendiri, kan?" balas Amira.

"Iya juga, sih ...." Amara garuk-garuk tak gatal rambutnya.

"Makanya, pengin banget aku laporin ke orang tua mereka, tapi udah nggak guna sekarang. Secara mereka udah sah, siapa yang mau percaya?"

"Ya udah, sih. Biarin aja. Itu kan urusan mereka," tutur Amrita.

"Nggak bisa gitu!" sungut Amira. "Pokoknya mereka harus dapat balesan yang setimpal."

...****************...

Terpopuler

Comments

Bunda Nian

Bunda Nian

Koc manggil nya paman?

2022-08-15

1

qolifatul

qolifatul

karna cinta belum hadir di antara mereka

2022-05-30

1

lihat semua
Episodes
1 01. Kompromi Gila
2 02. Terganjal Restu?
3 03. Pasangan Kriminal
4 04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5 05. Perjanjian
6 06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7 07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8 08. Tendangan Super Alara
9 09. Abir Marah?
10 10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11 11. "Gue mau kita putus."
12 12. Dia Benar-benar Sakit?
13 13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14 14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15 15. Perempuan Gila
16 16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17 17. S untuk Siapa
18 18. Lelah Berdebat
19 19. Ada Kepala!
20 20. Teror?
21 21. Penyihir VS Penyihir
22 22. Kebenarannya, Sara....
23 23. Perjanjian Menyebalkan
24 24. Minta Maaf?
25 25. Gara-gara Pacar Ke-3
26 26. Alisha yang Manis
27 27. Pokoknya Selain Alisha
28 28. Kebenaran Sara (2)
29 29. Mewujudkan Impian
30 30. Hutan
31 31. Terjebak
32 32. Impian Alara
33 33. Abir: "Rasa apa ini?"
34 34. Ditangkap Polisi?
35 35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36 36. I Love You, Alara!
37 37. Berhasil Pulang
38 38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39 39. Salah Alara?
40 40. Kebetulan?
41 41. Bencana atau Berkah?
42 42. Abir pergi?
43 43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44 44. Usaha Mengesankan Alara
45 45. Alara Terkesan?
46 46. Bertengkar?
47 47. Kesalahan Terbesar Abir
48 48. Semuanya Berakhir
49 49. Solusi atau Bukan?
50 50. Saling Merindukan
51 51. Panggilan Sayang
52 52. Kecelakaan Bersama ....
53 53. Sebuah Pengkhianatan
54 54. Semakin Rumit
55 55. Sumpah
56 56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57 57. Misi Menculik Alisha
58 58. Terbongkar: Bukan Abir?
59 59. Mengaku
60 60. Bantuan
61 61. Menangkap atau Tertangkap?
62 62. Menyatukan Dua Cinta (End)
Episodes

Updated 62 Episodes

1
01. Kompromi Gila
2
02. Terganjal Restu?
3
03. Pasangan Kriminal
4
04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5
05. Perjanjian
6
06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7
07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8
08. Tendangan Super Alara
9
09. Abir Marah?
10
10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11
11. "Gue mau kita putus."
12
12. Dia Benar-benar Sakit?
13
13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14
14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15
15. Perempuan Gila
16
16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17
17. S untuk Siapa
18
18. Lelah Berdebat
19
19. Ada Kepala!
20
20. Teror?
21
21. Penyihir VS Penyihir
22
22. Kebenarannya, Sara....
23
23. Perjanjian Menyebalkan
24
24. Minta Maaf?
25
25. Gara-gara Pacar Ke-3
26
26. Alisha yang Manis
27
27. Pokoknya Selain Alisha
28
28. Kebenaran Sara (2)
29
29. Mewujudkan Impian
30
30. Hutan
31
31. Terjebak
32
32. Impian Alara
33
33. Abir: "Rasa apa ini?"
34
34. Ditangkap Polisi?
35
35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36
36. I Love You, Alara!
37
37. Berhasil Pulang
38
38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39
39. Salah Alara?
40
40. Kebetulan?
41
41. Bencana atau Berkah?
42
42. Abir pergi?
43
43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44
44. Usaha Mengesankan Alara
45
45. Alara Terkesan?
46
46. Bertengkar?
47
47. Kesalahan Terbesar Abir
48
48. Semuanya Berakhir
49
49. Solusi atau Bukan?
50
50. Saling Merindukan
51
51. Panggilan Sayang
52
52. Kecelakaan Bersama ....
53
53. Sebuah Pengkhianatan
54
54. Semakin Rumit
55
55. Sumpah
56
56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57
57. Misi Menculik Alisha
58
58. Terbongkar: Bukan Abir?
59
59. Mengaku
60
60. Bantuan
61
61. Menangkap atau Tertangkap?
62
62. Menyatukan Dua Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!