02. Terganjal Restu?

"Menikah? Sama ... sama Abir? Abir yang itu?"

Alara mengangguk pelan beberapa kali, sedang Miray menggaruk tak gatal dagunya. Heran. Wanita berusia pertengahan empat puluhan itu benar-benar keheranan. Apa yang membuat putrinya itu secara mendadak minta izin mau menikah? Dengan Abir pula. Miray bukan hanya kenal dengan pemuda sahabat Alara itu, tapi sudah sangat kenal karena lamanya persahabatan antara Alara dan Abir.

Ini bukan soal Abir yang kurang cocok atau apa, tetapi ... menikahi sahabat sendiri? Yang benar saja? Ditambah, Alara dan Abir juga lebih sering ribut saat bersama. Bagaimana jadinya jika mereka menikah? Oh, tunggu, Alara bahkan belum siap menjadi istri yang baik. Lupakan soal mengerjakan pekerjaan rumah, memegang sapu pun tidak pernah. Apalagi memasak, gadis itu bahkan tak tahu air mendidih yang bagaimana.

"Maa, kok diem? Mama nggak setuju, ya? Tapi kenapa? Mama kan udah kenal sama Abir, kenal akrab malah. Apa iya Mama nggak ngerestuin Alara sama Abir?"

Suara Alara membuyarkan lamunan sesaat Miray. Wanita itu tersenyum kaku; tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

"Mama, ihh!" rengek Alara. Sangat tidak biasa, karena biasanya gadis itu teriak-teriak.

"Bukan begitu, Sayang. Mama cuma ... kenapa kamu mendadak mau nikah? Ini kamu nggak lagi dipaksa, kan? Diancem? Atau ... terlibat masalah apa mungkin?

Kayak di novel-novel gitu, enggak, kan?" tanya Miray beruntun.

Alara menatap datar Mamanya itu. "Memang siapa, sih, Ma, yang bisa ngancem Alara? Dan ... masalah kayak novel? Ayolah, Ma, sejak kapan Mama baca novel? Novel itu cuma karangan penulisnya, mana ada kejadiannya di dunia nyata. Mama ngada-ngada aja, deh."

"Jadi ... kenapa kamu mau nikah sama Abir?"

"Karena ... ya, pokoknya mau nikah. Mama nggak usah tanya-tanya, deh. Cukup izinin aja, ya ...?" Alara menyatukan tangannya dengan tatapan memelas di hadapan Miray.

"Kita bicarakan ini dengan papamu dulu, oke?"

Alara mengembuskan napas panjang, bibirnya melengkung ke bawah dengan menyedihkan.

***

Seharusnya tidak seperti ini. Abir tidak pulang ke rumah dalam rangka meminta restu pada orang tuanya untuk menikahi Alara. Akibatnya, satu rumah jadi bingung, kecuali Arshiya—adiknya—yang langsung jingkrak-jingkrak karena akhirnya Abir mau menikah.

"Alara sahabatmu? Yang jadi model itu, kan? Tapi kenapa, Abir? Apa nggak ada perempuan lain selain dia?" Afsana, ibunya, masih tidak percaya dengan yang Abir katakan.

"Udahlah, Mom, biarin Kakak nikah sama siapa pun. Yang penting dia mau nikah, dan nikahnya sama perempuan," sahut Arshiya santai.

"Arshiya ...," desis Abir sambil melirik adiknya itu. Perkataan Arshiya seperti menghinanya yang begini-begini pun playboy juga.

"Apa Kakak se-nggak laku itu sampai nikahin sahabat Kakak sendiri?" Sekarang Arshika, adik Abir yang satunya protes.

"Bukan nggak laku, lebih tepatnya takdir," jawab Abir asal.

"Dari mana kamu tahu itu takdir?" Kini gantian neneknya yang mengutarakan pendapat.

"Emang apa salahnya nikah sama sahabat sendiri? Apa sekarang ada undang-undang yang ngelarang itu? Dan, emang itu ngerugiin satu negara? Menimbulkan perang dunia ketiga? Enggak, kan?" Lama-lama Abir jengah. Tidak seharusnya dia berjuang sampai seperti ini untuk Alara, dalam keadaan dia yang sama sekali tak mencintai gadis itu. Apa perlunya?

"Kami nggak bisa langsung mengiyakan, Abir. Pertama, kami harus bertemu dulu dengan keluarga Alara. Kita semua bicarakan semua ini baik-baik, termasuk apa alasan kuat yang membuatmu menikahi sahabatmu itu," tutur Afsana.

Abir mengacak rambut frustrasi. Sungguh, dia tak pernah menyangka minta restu untuk menikah akan sesulit ini. Seharusnya, ya, diizinkan saja. Bukankah sejak dulu ini yang mereka semua mau?

Tahu akan serumit ini, dia kawin lari saja dengan Alara. Pasti sekarang mereka sudah sah sebagai suami istri, dan tidak ada yang akan protes. Paling-paling, akan ada omelan yang tidak seberapa, sandal terbang—jika mungkin—dan ... ya, sudah, mereka direstui dan selesai.

Jadi, oke. Setelah ini, Abir harus mengatakan niatnya soal menikah lari dengan Alara. Perempuan kejam itu pasti setuju. Lagi pula, Alara juga tidak suka hal-hal yang rumit.

***

"Payah! Bodoh! Gobl*k! Nggak pinter-pinter! Cemen! Pake rok sama lipstik aja sana, gitu aja nggak bisa!"

Teriakan tak berperikemanusiaan itu menyambut Abir, usai ia melaporkan 'hasil' dari minta restu tadi. Jangan tanya lagi itu kelakuan siapa, karena satu-satunya orang yang bisa memakinya seperti itu hanya Alara.

"Ya gue harus gimana, Lara? Gue bingung!"

"Kebodohan yang hakiki! Lo tinggal ngomong kalau kita itu selain sahabatan, juga punya hubungan! Kita saling mencintai! Gitu aja repot bener!" amuk Alara dari seberang sana.

"Gue nggak kepikiran bilang gitu, Alara Aarunaya!"

"Ya makanya mikir! Punya otak itu dipake, jangan dijadiin pajangan aja terus-terusan! Ntar tuh otak karatan, mampus lu! Pokoknya, gue nggak mau tau, lo harus bisa dapetin restu dari keluarga lo! Kita harus nikah secepetnya. Sumpah, ya, gue udah pusing banget ini. Gue pengin semua ini cepet kelar gimanapun caranya! Titik, nggak pake koma!"

Tutt.

Sambungan telepon diputus Alara sebelah pihak. Memang, membicarakan sesuatu dengan perempuan itu tidak akan membuahkan hasil. Bukannya hasil, malah tingkat kepusingan Abir akan meningkat berkali-kali lipat. Sekarang, Abir harus bagaimana? Siapa manusia normal yang bisa Abir ajak bicara?

"Rayya," cetusnya tiba-tiba.

Ya, dia hampir lupa masih memiliki satu sahabat dengan kadar kenormalan lebih banyak daripada Alara, Rayyasha a.k.a Rayya. Perempuan itu harus ia ajak bicara, karena siapa tahu bisa menemukan solusi untuk masalah ini. Masalah memintakan restu untuk dia dan Alara.

Tapi ... tidak. Sudah pukul 1 dini hari. Laki-laki mana yang mengajak perempuan bertemu di jam itu? Meski sahabat sendiri, tetap saja rasanya tidak enak.

Jalan satu-satunya, besok dia harus mengajak Alara bertemu dengan Rayya. Sahabatnya yang satu itu memiliki kadar sifat bijak lebih dari lima puluh persen—lima kali lipat lebih banyak dari Alara. Jadi, bisalah Rayya memberi mereka berdua cara yang tepat, cepat, ampuh, dan pastinya tersertifikasi halal.

***

Rayya masih memulihkan dirinya yang sempat terbatuk-batuk karena kaget. Tidak usah dijelaskan, kau pasti sudah tahu apa yang membuatnya seterkejut itu.

"Kenapa?" Kata pertama yang keluar dari mulut Rayya, mewakili segala ketidakpercayaannya dengan omongan Abir dan Alara.

"Apanya yang kenapa?" Dan Alara masih berpura-pura bodoh. Oh, tidak. Dia itu kan memang bodoh.

"Ya kenapa kalian mendadak mau nikah? Apa penyebabnya?" tanya Rayya lebih jelas.

"Hal yang mendasari terbentuknya ASEAN," jawab Abir.

"Deklarasi Bangkok?" Rayya menjawab sekaligus menebak dengan polos.

Abir dan Alara saling tatap, selanjutnya terbahak bersamaan. Membuat Rayya semakin tidak mengerti apa yang sudah terjadi.

"Kalau salah satu hal yang mendasari terbentuknya ASEAN adalah latar belakang negara-negara Asia Tenggara yang hampir sama, maka di sini, latar belakang gue dan Abir yang sama, Ray," jelas Alara, yang membuat Rayya berdecak gemas.

"Langsung aja ngomong kenapa, nggak usah bawa-bawa ASEAN segala!" seru Rayya.

Sekarang Alara yang berdecak. "Kayak nggak tau aja. Gue punya keluarga besar yang bermasalah sama segalanya, sedang Abir punya adek yang lagi kebelet nikah. Nah, karena kesamaan latar belakang itulah, kami memutuskan untuk menikah," terangnya.

"Jadi ini perjanjian?" Rayya memastikan.

Keduanya mengangguk serempak dengan semangat, ekspresinya sama-sama menyebalkan di mata Rayya.

"Sialan, ya, lo berdua?! Bisa-bisanya kompromi kawin biar bisa bebas," Rayya geleng-geleng tak percaya.

Keduanya menyengir tak berguna.

"Jadi, kenapa malah nemuin gue? Mau sembah sujud minta restu? Tenang, udah gue restuin. Jadi, nikah aja sono, nggak usah ribet mikirin restu," kata Rayya santai.

"Nggak segampang itu, Ray. Keluarga gue sama Alara nggak ngerestuin semudah itu. Suruh inilah, itulah, ribet!" adu Abir.

"Aslinya bukan keluarganya yang ribet, sih, tapi Abirnya aja yang payah! Masa tinggal bilang gue sama dia saling cinta aja nggak bisa? Kalau aja dia bilang gitu, pasti kami berdua udah dinikahin," sahut Alara menyindir Abir, padahal dia juga tidak mengatakan mencintai Abir di depan Miray.

"Oh," Rayya tertawa. "Jadi, kalian ke sini mau nyuruh gue mintain restu sama keluarga kalian?"

"Betul!" seru Alara dan Abir bersamaan.

"Lu pinter banget, sih, Ray? Bisa langsung ngerti niat gue sama Alara. Sebagai sahabat lo, gue bangga," oceh Abir, membujuk sekaligus memuji—biar Rayya mau membantu mereka.

"Nggak usah muji-muji. Gue tau gue pinter. Kenapa gue langsung ngerti sama niat kalian? Jawabannya adalah karena muka-muka kalian itu udah jelasin semuanya," beber Rayya.

Alara dan Abir saling menunjukkan cengiran payah masing-masing.

"Jadi, lo mau, kan? Maulah, masa enggak. Sama sahabat sendiri juga," cerocos Alara.

"Berani bayar berapa kalian, nyuruh gue mintain restu ke ortu kalian?" tanya Rayya sambil meniup kuku-kukunya, sok sombong ceritanya.

Alara dan Abir ternganga dan saling pandang. Apa minta bantuan sahabat sendiri di zaman ini memerlukan biaya berlangganan juga?

*****

Terpopuler

Comments

Bunda Aliefyaku

Bunda Aliefyaku

aku mampir Thor..

2022-06-11

1

lihat semua
Episodes
1 01. Kompromi Gila
2 02. Terganjal Restu?
3 03. Pasangan Kriminal
4 04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5 05. Perjanjian
6 06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7 07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8 08. Tendangan Super Alara
9 09. Abir Marah?
10 10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11 11. "Gue mau kita putus."
12 12. Dia Benar-benar Sakit?
13 13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14 14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15 15. Perempuan Gila
16 16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17 17. S untuk Siapa
18 18. Lelah Berdebat
19 19. Ada Kepala!
20 20. Teror?
21 21. Penyihir VS Penyihir
22 22. Kebenarannya, Sara....
23 23. Perjanjian Menyebalkan
24 24. Minta Maaf?
25 25. Gara-gara Pacar Ke-3
26 26. Alisha yang Manis
27 27. Pokoknya Selain Alisha
28 28. Kebenaran Sara (2)
29 29. Mewujudkan Impian
30 30. Hutan
31 31. Terjebak
32 32. Impian Alara
33 33. Abir: "Rasa apa ini?"
34 34. Ditangkap Polisi?
35 35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36 36. I Love You, Alara!
37 37. Berhasil Pulang
38 38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39 39. Salah Alara?
40 40. Kebetulan?
41 41. Bencana atau Berkah?
42 42. Abir pergi?
43 43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44 44. Usaha Mengesankan Alara
45 45. Alara Terkesan?
46 46. Bertengkar?
47 47. Kesalahan Terbesar Abir
48 48. Semuanya Berakhir
49 49. Solusi atau Bukan?
50 50. Saling Merindukan
51 51. Panggilan Sayang
52 52. Kecelakaan Bersama ....
53 53. Sebuah Pengkhianatan
54 54. Semakin Rumit
55 55. Sumpah
56 56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57 57. Misi Menculik Alisha
58 58. Terbongkar: Bukan Abir?
59 59. Mengaku
60 60. Bantuan
61 61. Menangkap atau Tertangkap?
62 62. Menyatukan Dua Cinta (End)
Episodes

Updated 62 Episodes

1
01. Kompromi Gila
2
02. Terganjal Restu?
3
03. Pasangan Kriminal
4
04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5
05. Perjanjian
6
06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7
07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8
08. Tendangan Super Alara
9
09. Abir Marah?
10
10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11
11. "Gue mau kita putus."
12
12. Dia Benar-benar Sakit?
13
13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14
14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15
15. Perempuan Gila
16
16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17
17. S untuk Siapa
18
18. Lelah Berdebat
19
19. Ada Kepala!
20
20. Teror?
21
21. Penyihir VS Penyihir
22
22. Kebenarannya, Sara....
23
23. Perjanjian Menyebalkan
24
24. Minta Maaf?
25
25. Gara-gara Pacar Ke-3
26
26. Alisha yang Manis
27
27. Pokoknya Selain Alisha
28
28. Kebenaran Sara (2)
29
29. Mewujudkan Impian
30
30. Hutan
31
31. Terjebak
32
32. Impian Alara
33
33. Abir: "Rasa apa ini?"
34
34. Ditangkap Polisi?
35
35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36
36. I Love You, Alara!
37
37. Berhasil Pulang
38
38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39
39. Salah Alara?
40
40. Kebetulan?
41
41. Bencana atau Berkah?
42
42. Abir pergi?
43
43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44
44. Usaha Mengesankan Alara
45
45. Alara Terkesan?
46
46. Bertengkar?
47
47. Kesalahan Terbesar Abir
48
48. Semuanya Berakhir
49
49. Solusi atau Bukan?
50
50. Saling Merindukan
51
51. Panggilan Sayang
52
52. Kecelakaan Bersama ....
53
53. Sebuah Pengkhianatan
54
54. Semakin Rumit
55
55. Sumpah
56
56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57
57. Misi Menculik Alisha
58
58. Terbongkar: Bukan Abir?
59
59. Mengaku
60
60. Bantuan
61
61. Menangkap atau Tertangkap?
62
62. Menyatukan Dua Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!