10. Honeymoon Sendiri-sendiri

Begitu sampai di unit apartemennya, Alara langsung mengusir sopir yang mengantar dirinya dan Abir. Dia kali ini tidak bermaksud menjadi orang kejam, hanya saja ia sudah tak tahan untuk menyampaikan ide yang sejak tadi menggumpal di kepalanya. Kalau dibiarkan lebih lama lagi, yang ada dia bisa lupa.

Sementara Abir, pria itu menjatuhkan diri di sofa panjang yang ada di ruang tamu. Sebenarnya, ruang tamu yang langsung menyatu dengan ruang makan dan dapur.

"Abir, gue punya ide," ucap Alara semangat.

"Ide apaan?" sambut Abir malas. Entahlah, dia juga tidak tahu kenapa hari ini bawaannya uring-uringan terus.

"Lo nggak mau honeymoon, kan? Dan gue juga nggak mau. Jadi, gimana kalau sesampainya kita di Bali nanti, kita pisah?"

Abir mengernyit, kemudian mengubah posisinya menjadi duduk. "Pisah gimana?"

"Ya kita pisah! Lo mau ke mana aja terserah, begitupun gue. Keluarga kita nggak akan tahu, kan?" jelas Alara.

Sekarang kedua mata Abir berbinar-binar. "Gue kok nggak kepikiran, ya?"

"Karena lo payah," sahut Alara tanpa dosa.

Abir merubah ekspresinya menjadi datar. Baru saja dia mendapatkan kembali 'semangat hidupnya', tapi si Kejam Alara sudah menghancurkannya lagi.

"Eh," Abir mengerjap beberapa kali, "tapi ... semua kan udah diatur sama ortu kita, termasuk hotel. Kalau kita langsung pisah sejak di bandara, terus nggak ada yang ke hotel, bisa-bisa pihak hotel ngadu ke orang rumah," katanya setelah beberapa saat.

"Ya elah, gitu aja dibikin ribet," cibir Alara. "Caranya, kita check-in bareng-bareng, salah satu dari kita tinggal di hotel. Jadi, kalau salah satu dari kita pergi, pihak hotel nggak bakalan curiga."

"Pinter juga lo, ya," puji Abir.

"Sejak lahir. Udah, sekarang ayo kita siap-siap. Habis itu baru pergi." Alara bangkit, berjalan ke arah koper-kopernya ditumpuk. Namun, baru dua langkah, dia berhenti. "Eh, Abir, maksud lo semalam apaan?"

Abir berkedip-kedip bingung. "Maksud gue? Emang gue ngapain?"

"Pas gue tidur. Gue nutup muka pake selimut, kan. Nah, lo buka selimutnya sambil ngomong kalau gue istimewa. Itu apaan maksudnya?" Alara sangat ingin menanyakan ini sejak tadi, tapi karena Abir yang pakai acara marah-marah segala, dia yang pelupa malah jadi lupa.

"Oh, itu," balas Abir santai. "Lo memang istimewa. Lebih tepatnya unik. Kayak yang lo lakuin sekarang; lo pengin tahu, pasti langsung ngungkapin, nanya ke yang bersangkutan, bukannya nebak-nebak atau malah tanya orang lain. Intinya, lo itu apa adanya, nggak kebanyakan topeng kayak cewek kebanyakan. Jadi, itu maksud gue kalau lo istimewa."

Sejak kata-kata itu meluncur dari mulut Abir, sejak itu juga senyum terbit di bibir Alara. Jika itu terlihat istimewa di mata Abir, maka di mata orang lain, itu adalah 'sebuah penyakit'. Orang-orang justru tidak menyukai sifat Alara yang apa adanya itu. Sering sekali, dia malah dituntut untuk bersikap seolah semua baik-baik saja—sedang kenyataannya malah berkebalikan; dia dituntut untuk 'tidak' mengungkapkan apa saja yang ia rasakan.

"Makasih, ya, Abir. Baru kali ini, ada yang muji sifat gue yang satu ini," ucap Alara dengan senyum dan tatapan tulus pada Abir.

"Lo bisa bilang makasih, kalau itu sama orang lain. Inget, gue tetep sahabat lo, meski kita punya status lain sekarang."

Lihat, Abir bahkan ingat perkataan Alara yang melarang ucapan maaf atau terima kasih antarsahabat. Diam-diam pria itu keren juga, ya.

"Iya, deh, iya. Habisnya gue baper, sih, jadinya refleks aja ngucap makasih," aku Alara.

"Oke, nggak apa-apa. Sekarang lo siap-siap, gih. Abis itu gantian gue."

"Siap, Tuan Sahabat dan Suami gue!" seru Alara dengan tangan menghormat, membuat Abir seketika tertawa.

***

Sebenarnya, pepatah 'lebih cepat lebih baik' itu tidak bisa diterapkan dalam semua hal. Dunia ini berubah menjadi sangat terburu-buru jika begitu konsepnya. Dan, yang buru-buru itu kurang baik. Karena sebagai akibat, Alara dan Abir harus kebut-kebutan di jalanan yang lumayan ramai supaya tidak tertinggal pesawat.

Andai, andai berangkatnya besok atau lusa, mereka akan punya sedikit lebih banyak waktu untuk bersiap, bukannya seperti maling sendal masjid yang dikejar massa begini.

"Nggak usah manyun terus, habis ini kita sampai di hotel. Bisa heran stafnya pas lihat pengantin baru mukanya ditekuk-tekuk gitu," sindir Abir.

"Diem!" gertak Alara.

Mereka tadi berangkat pukul 3 dari ibu kota, perjalanan selama 1 jam 45 menit—dengan perbedaan waktu 1 jam dengan Bali—ditambah lagi perjalanan ke hotel dari bandara selama 26 menit. Jadi, mereka akan tiba di sana pukul 6 lebih. Berangkat lumayan siang, tapi sampai di hari yang sudah malam.

Yang membuat Alara kesal bukan main, di hari yang sudah malam itu, dia akan mengusir Abir ke mana? Yang ada pria itu menolak pergi seperti kemarin, dan berakhir mereka bersama-sama lagi seperti semalam.

"Sudah sampai. Silakan dinikmati bulan madunya, Nona dan Tuan~" Sopir yang menjemput mereka dari bandara dan mengantar ke hotel ini, menyambut dengan sangat ramah.

"Terima kasih." Alara dan Abir membalas bersamaan, tentu dengan ramah juga.

Selanjutnya, mereka dibantu dua staf untuk menuju ke kamar yang sudah di-booking khusus untuk mereka selama tiga hari kedepan.

Alara dengar dari Papanya, resor bintang lima ini termasuk yang termewah di Bali. Berlokasi di Jalan Raya Nusa Dua Selatan, Benoa, Kuta Selatan. Letaknya di samping pantai Samudra Hindia. Alara belum pernah ke sini, tapi entah kalau Abir.

Setelah beberapa kata sambutan dari kedua staf yang teramat ramah itu, mereka pun pergi, meninggalkan Abir dan Alara berdua di sini.

Pertama kali menginjakkan kaki ke dalam, pemandangan laut yang luas langsung terlihat dan memanjakan mata. Ruangannya juga sangat nyaman dan berfasilitas lengkap.

"Gue mau pergi dulu, Ra," pamit Abir sambil mengambil tas ranselnya, setelah memakai jaket hitam dan topi kesayangannya.

"Lah, buru-buru banget? Ini udah malem juga," protes Alara. Eh, kenapa dia malah protes?

"Malem apanya? Masih jam setengah tujuh juga. Lagian ini sesuai perjanjian kita; setelah sampai sini, kita bebas," tutur Abir.

"Terus, lo tidur di mana, dong?"

"Gue tidur di mana aja bisa. Lo tinggal nikmatin hotel ini sendiri. Mau ngajak pacar-pacar lo juga nggak apa-apa, asalkan jangan melewati batas," kata Abir.

"Pacar gue nggak ada yang dari Bali," kata Alara sambil merengut tak semangat. 

"Ya udah, panggil salah satu staf tadi, trus pacarin dia. Beres. Oke, gue pergi." Abir geloyor tanpa dosa sambil bersenandung kecil, meninggalkan Alara yang ternganga di tempat—memandang tak percaya pada pria itu.

"Dasar cowok sialan! Bisa-bisanya gue disuruh honeymoon sendiri?" Alara menggerutu tidak jelas, lalu merebahkan diri di bed super-king size itu. Ranjang yang jelas saja kebesaran untuk dia tempati seorang diri. Dia bisa berguling-guling sampai puas di situ, dan mungkin tidak akan terjatuh saking luasnya—tapi tolong jangan percayai Alara soal ini, karena itu dia saja yang lebai.

Jika begini caranya, dalam dua menit saja Alara bisa mati kebosanan. Akan melakukan apa dia di dalam sini seorang diri? Menonton? Malas juga, meski televisi layar datar yang besar sudah terpampang di hadapannya.

Ah, ya, Rayya. Daripada sekarat karena kebosanan, lebih baik Alara memvideo call Rayya. Sahabatnya itu pasti tidak sibuk di jam ini.

"Rayyaaaa," rengek Alara sambil menampakkan wajah super murungnya itu ke layar, yang langsung bisa dilihat dengan jelas oleh Rayya di seberang sana.

"Apaan? Katanya lagi honeymoon, tapi mukanya kok kusut gitu? Mana Abir?" oceh Rayya dari ujung telepon.

Dengan terlebih dahulu menarik napas panjang-panjang, Alara menceritakan kepergian Abir beberapa menit lalu.

"Jadi, kalian honeymoon sendiri-sendiri? Gila, sih," Rayya tertawa terpingkal-pingkal di seberang sana, membuat Alara semakin kesal saja.

"Udah puas ketawanya?"

"Belom," Rayya tertawa lagi sampai puas, baru kemudian berkata, "jauh-jauh ke Bali, endingnya honeymoon sendiri-sendiri." Gadis itu kembali tertawa puas-puas. "Btw, itu di mana?"

"The Apurva Kempinski."

"Serius?!"  seru Rayya di seberang sana menggebrak meja. Terlihat sangat kaget.

Alara mengernyit saat raut Rayya berubah serius. "Iyalah, serius. Emangnya kenapa?"

"Tiga hari, kan?"

Alara mengangguk.

"Lu tahu harga nginep di sana selama tiga hari?" tanya Rayya.

Alara menggeleng.

"Coba googling, deh," perintah Rayya.

"Kenapa?" Alara tak mengerti.

"Udah, googling aja. Gue maksa. Cepetann!"

"Ya udah, iya." Alara pun mematikan sambungan videonya, karena ia juga ingin fokus googling seperti perintah Raisha.

Setelah sepuluh menit, benar saja. Mata Alara dibuat hampir melompat melihat harga sewa dalam 3 hari. Semahal itukah? Mungkin bagi orang tua Abir yang kaya raya dan ayahnya yang selalu memanjakannya, sama sekali bukan masalah. Tapi buat Alara, jelas sangat mahal jika tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Maksudnya, tahu sendirilah, mereka honeymoon sendiri-sendiri.

Tidak, tidak, tidak. Alara harus mencari Abir, lalu dengan cara apa pun, membuat laki-laki itu mau kembali ke sini. Alara paling anti mubazir uang, jiwa pelit bin meditnya meronta-ronta sekarang ini, meksipun ini tidak memakai uang pribadinya juga. Tapi bagaimanapun, uang tetaplah uang. Ia tidak mau menumpang tidur saja harus jauh-jauh ke sini. Setidaknya jika bukan melakukan apa yang para pasangan honeymoon seharusnya lakukan, mereka bisa menghabiskan waktu bersama—bukan bulan madu sendiri-sendiri begini.

"Enggak, Abir, nggak. Pokoknya gue akan cari lo sampai dapet, nggak peduli kalau itu di ujung dunia sekalipun," putusnya.

***

Episodes
1 01. Kompromi Gila
2 02. Terganjal Restu?
3 03. Pasangan Kriminal
4 04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5 05. Perjanjian
6 06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7 07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8 08. Tendangan Super Alara
9 09. Abir Marah?
10 10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11 11. "Gue mau kita putus."
12 12. Dia Benar-benar Sakit?
13 13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14 14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15 15. Perempuan Gila
16 16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17 17. S untuk Siapa
18 18. Lelah Berdebat
19 19. Ada Kepala!
20 20. Teror?
21 21. Penyihir VS Penyihir
22 22. Kebenarannya, Sara....
23 23. Perjanjian Menyebalkan
24 24. Minta Maaf?
25 25. Gara-gara Pacar Ke-3
26 26. Alisha yang Manis
27 27. Pokoknya Selain Alisha
28 28. Kebenaran Sara (2)
29 29. Mewujudkan Impian
30 30. Hutan
31 31. Terjebak
32 32. Impian Alara
33 33. Abir: "Rasa apa ini?"
34 34. Ditangkap Polisi?
35 35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36 36. I Love You, Alara!
37 37. Berhasil Pulang
38 38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39 39. Salah Alara?
40 40. Kebetulan?
41 41. Bencana atau Berkah?
42 42. Abir pergi?
43 43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44 44. Usaha Mengesankan Alara
45 45. Alara Terkesan?
46 46. Bertengkar?
47 47. Kesalahan Terbesar Abir
48 48. Semuanya Berakhir
49 49. Solusi atau Bukan?
50 50. Saling Merindukan
51 51. Panggilan Sayang
52 52. Kecelakaan Bersama ....
53 53. Sebuah Pengkhianatan
54 54. Semakin Rumit
55 55. Sumpah
56 56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57 57. Misi Menculik Alisha
58 58. Terbongkar: Bukan Abir?
59 59. Mengaku
60 60. Bantuan
61 61. Menangkap atau Tertangkap?
62 62. Menyatukan Dua Cinta (End)
Episodes

Updated 62 Episodes

1
01. Kompromi Gila
2
02. Terganjal Restu?
3
03. Pasangan Kriminal
4
04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5
05. Perjanjian
6
06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7
07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8
08. Tendangan Super Alara
9
09. Abir Marah?
10
10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11
11. "Gue mau kita putus."
12
12. Dia Benar-benar Sakit?
13
13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14
14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15
15. Perempuan Gila
16
16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17
17. S untuk Siapa
18
18. Lelah Berdebat
19
19. Ada Kepala!
20
20. Teror?
21
21. Penyihir VS Penyihir
22
22. Kebenarannya, Sara....
23
23. Perjanjian Menyebalkan
24
24. Minta Maaf?
25
25. Gara-gara Pacar Ke-3
26
26. Alisha yang Manis
27
27. Pokoknya Selain Alisha
28
28. Kebenaran Sara (2)
29
29. Mewujudkan Impian
30
30. Hutan
31
31. Terjebak
32
32. Impian Alara
33
33. Abir: "Rasa apa ini?"
34
34. Ditangkap Polisi?
35
35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36
36. I Love You, Alara!
37
37. Berhasil Pulang
38
38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39
39. Salah Alara?
40
40. Kebetulan?
41
41. Bencana atau Berkah?
42
42. Abir pergi?
43
43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44
44. Usaha Mengesankan Alara
45
45. Alara Terkesan?
46
46. Bertengkar?
47
47. Kesalahan Terbesar Abir
48
48. Semuanya Berakhir
49
49. Solusi atau Bukan?
50
50. Saling Merindukan
51
51. Panggilan Sayang
52
52. Kecelakaan Bersama ....
53
53. Sebuah Pengkhianatan
54
54. Semakin Rumit
55
55. Sumpah
56
56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57
57. Misi Menculik Alisha
58
58. Terbongkar: Bukan Abir?
59
59. Mengaku
60
60. Bantuan
61
61. Menangkap atau Tertangkap?
62
62. Menyatukan Dua Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!