06. Gara-gara Kebanyakan Pacar

Hari ini, semua anggota keluarga besar Alara dan Abir berkumpul di bungalow milik keluarga Abir. Mereka semua akan terus berada di sana sampai hari pernikahan tiba.

Bibi-bibi Alara yang julid juga ikut diundang ke sana bersama suami dan anak-anak mereka—yang sudah kembali dari pendidikan mereka di luar negeri dan tidak sedang sibuk.

Sesaat setelah tiba di sini sore tadi, semua orang langsung melakukan aktivitasnya masing-masing. Ketiga bibi Alara sibuk melihat-lihat bungalow yang besar ini; para orang tua dan kakek nenek yang sedang mengobrol sambil minum teh; Arshiya, Arshika, dan Rayya bermain ludo sambil lesehan di taman belakang bungalow; Abir yang tidak mau buang-buang waktu dan langsung tidur—lelah adalah alasannya; dan yang terakhir, Alara yang sibuk bermain ponsel sejak perjalanan ke sini—hingga tiba di tempat yang letaknya di tepi pantai ini.

Apa yang membuat Alara sesibuk itu? Oke, jangan berpikir itu adalah pekerjaan penting. Dia hanya chattingan dengan pacar-pacarnya yang berjumlah lima orang dan tidak ada niatan untuk putus dengan mereka semua.

[Kamu lagi di mana, sih?]

Pesan itu dikirim oleh kontak bernamakan 'Boyfriend no. 5'. Alara pun bergegas membalasnya.

[Lagi sibuk aku tuh.]

[Sibuk apa?] Kontak itu membalas lagi.

[Nikahan sahabatku.] Alara terkikik saat mengetikkan pesan itu. Tolong jangan sebut dia berbohong, karena apa yang Alara tuliskan adalah benar. Ya, Abir memang sahabatnya, bukan? Dan Abir juga mau menikah. Jadi, Alara tidak sepenuhnya berbohong.

[Jadi kamu kondangan sendiri?]

Alara semakin tertawa geli saat menerima balasan itu. Apa katanya? Kondangan? Hey, Alara adalah calon pengantinnya, bukan tamu!

Akan tetapi, dia tetap mengikuti permainan dari laki-laki yang dikenalnya karena tiba-tiba men-DM-nya di instagram itu. Pria yang terang-terangan menyatakan kekaguman, memujinya sangat cantik, idaman setiap pria, setiap ibu mertua, dan kemudian tanpa malu mengajaknya pacaran.

[Iya,] balas Alara.

[Seharusnya kamu ajak

aku, biar kelihatan punya

pasana dan nggak

ditanyain kapan nikah.]

Mulut Alara terbuka tak percaya. Andai laki-laki itu tahu, Alara hari ini sebagai siapa dan menikah karena apa.

[Nanti tinggal kutunjukin

fotomu.] Balasnya lagi.

"ASTAGA, ALARA, KAMU SELINGKUH!"

Ponsel di tangan Alara hampir terlempar saat mendengar teriakan itu. Dia menelan susah payah salivanya. Suara siapa itu? Kenapa mendadak ada pengintip? Oh, Tuhan, tolong Alara!

Dengan mengumpulkan seluruh serpihan keberanian, Alara menoleh. Muncullah wajah menyebalkan bibi keduanya, Amira, sambil berkacak pinggang. Melihat posisi wanita itu yang sangat dekat, Alara yakin 100 persen, wanita itu sedang mengintip chat-nya dengan si Boyfriend no. 5.

"Bibi ngapain di sini? Ngintip aku, ya!? Nggak sopan banget, udah kayak maling!" tuding Alara tanpa basa-basi.

"Eh, eh, enak aja kamu ngomongnya, ya? Yang nggak sopan tuh kamu! Pernikahan udah jelas di depan mata, bisa-bisanya malah selingkuh!" Amira tak mau kalah.

Alara berdecak. Menuruti wanita itu berdebat, yang ada orang-orang malah akan mendengar mereka dan datang ke sini.

"Ikut aku," Alara menyeret tangan wanita itu. Membawanya melewati melewati beberapa ruangan sebelum akhirnya sampai di ruangan paling pojok.

"Lepas, Alara! Lepas!" berontaknya, tapi jelas, Alara bukan gadis bodoh yang akan melepas wanita itu, lalu membiarkannya koar-koar dan menimbulkan masalah baginya.

"Duduk di sini!" Alara mendudukkan wanita yang lumayan gemuk itu di sebuah kursi.

"Apa maksudnya chat itu tadi, ha?! Kamu selingkuh sama laki-laki di chat itu?"

"Kalau iya, kenapa? Dan kalau enggak pun, apa masalahnya sama Bibi?" tantang Alara.

"Akan kuadukan ke keluarga calon suamimu. Mereka jelas akan menolak memiliki menantu yang bahkan sudah selingkuh sebelum menikahi putra mereka!" ancam Amira.

Alara bersedekap dada sambil tersenyum sinis. Sama sekali tak ada raut ketakutan di sana. "Mau ngadu? Silakan, itu pun kalau Bibi bisa keluar," katanya santai sambil beranjak ke arah pintu, menutup, kemudian menguncinya.

"ALARA! BUKA PINTUNYA! BUKA KATAKU, GADIS BODOH! ALARA!"

Teriakan itu lama-lama tak terdengar setelah Alara berada di luar. Jelas, karena ruangannya kedap suara. Dia menarik napas panjang dan mengembuskannya sampai beberapa kali, kemudian pergi dari situ. Tak lupa kunci ruangan yang tadinya menempel di pintu, ia bawa.

"Gue harus cari Abir," Alara bergumam sambil berjalan di lorong bungalow, mencari keberadaan pria bernama Abir yang sejak tadi tak terlihat batang hidungnya.

"Abir ...! Abir!" teriak Alara sambil berlarian membuka ruangan-ruangan yang ia lewati.

Bungalow ini berbentuk lima bangunan besar yang saling terhubung membentuk lingkaran, dengan tengah-tengahnya yang dikosongkan tanpa atap. Dibuat semacam taman di dalam rumah, dengan ditanami rumput hias. Lalu, satu bangunan letaknya di tengah—sedikit ke kiri—membagi taman tengah itu menjadi dua bagian: depan dan belakang. Dua ujung bangunan yang sengaja tak terhubung, membuat tempat ini langsung menghadap ke pantai yang tepat berada di sampingnya. Semua bangunan ini berlantai dua, hampir tak terlihat seperti bungalow. Tetapi, keluarga Abir menyebutnya bungalow.

Kembali lagi pada Alara yang sudah sampai di lantai dua. Mencari Abir di tempat seluas ini memang sangat susah, apalagi pria itu sama sekali tidak menyahut saat dipanggil. Benar-benar menyebalkan.

"Ab---" Ucapan Alara terpotong saat kedua matanya menangkap sesosok yang tengah teridur pulas di kamar ujung lantai dua.

Alara berkacak pinggang dan geleng-geleng. "Enak banget dia molor di sini," gumamnya.

Ia pun masuk dan mendekat hingga benar-benar dekat dengan Abir. Setelah itu, "KEBAKARAN! KEBAKARAN!" teriaknya heboh.

Abir gelagapan, langsung melompat dari tempat tidur. "Mana, mana, mana apinya?"

"Nggak tahu. Ada di kota lain, mungkin," jawab Alara enteng.

Abir menghembuskan napas kasar. "TERUS KENAPA LU TERIAK-TERIAK DI SINI, SYALAN?!" teriaknya sekencang-kencangnya.

"MAU BANGUNIN ELU YANG LAGI COSPLAY JADI KERBAU!" balas Alara tak mau kalah.

"Dasar cewek psycho!" umpat Abir terkesal-kesal.

"Nggak usah maki gue! Denger, ya, gue juga nggak mau repot-repot nyari elu kalau nggak ada yang mau gue sampaiin!"

"Ada apa?" Abir mengerling curiga. Firasatnya tidak enak. Alara pasti sudah membuat ulah yang jelas akan merepotkannya.

"Bibi Amira ngelihat chat gue sama si Dave!" teriak Alara menggebu-gebu dan sangat heboh.

"Dave siapa?" tanya Abir. 

"Pacar nomor lima gue," jawab Alara datar.

"Pacar?" Abir memastikan; Alara mengangguk. "Gila lo, ya!" tudingnya pada Alara.

"Siapa yang gila?"

"Nggak usah pura-pura polos, Alaraaa!" Abir menepuk kening berkali-kali. "Lu kenapa harus chattingan sama pacar lu sekarang, sih? Siapa yang repot kalau udah gini? Bibi lu pasti mau ngadu ke keluarga gue, pernikahan kita bisa terancam, Alaraaa!" Abir terduduk kembali sambil mengacak-acak rambutnya.

"Gue juga mana tau ada penyihir lagi ngintip," gerutu Alara. "Tapi ..., gue udah kunciin dia di salah satu ruangan."

"Sampai kapan? Pernikahan kita masih besok, Ra," sahut Abir.

"Ya setelah kita nikah, gue buka kuncinya. Sampai sebelum kita nikah, biarin aja dia di ruangan itu."

"Nggak bisa gitu!"

"Terus? Lu mau apa? Mohon-mohon sama dia biar mau diem? Mustahil!"

"Kita suap dia?" usul Abir.

Alara mengibaskan tangan. "Nggak!" serunya. "Sayang banget uang gue dipake nyuap Mak Lampir."

"Terus?"

Alara tediam sesaat. Bola matanya bergerak-gerak seperti tengah berpikir.

Lima belas detik kemudian, kedua mata abu-abunya berbinar-binar. Ditariknya Abir untuk lebih mendekat, kemudian membisikkan sesuatu pada pria itu.

"Gila lo, ya?! Bisa-bisanya kepikiran kayak gitu? Dia itu bibi lo, Ra! Astaga ..., lo dikasih makan apa, sih, waktu kecil sampe bisa jadi sekriminal ini, ha?" Abir geleng-geleng tak percaya dengan wajah putus asa.

"Kriminal dari mananya, sih? Ini tuh bukan kriminal. Tapi, ini satu-satunya cara biar pernikahan kita bisa dilanjutkan!" terang Alara.

"Tapi nggak gitu juga konsepnya," Abir masih tampak keberatan.

"Emang lo punya ide lain?"

Abir menggeleng. "Otak gue suci dan bersih, nggak kriminal kayak lo."

"Ya udah, mau apa enggak? Atau ... ya udah, gue lakuin sendiri aja nggak usah ngajak-ngajak laki-laki payah kayak lo. Diajak gini aja nggak berani. Cih, cemen banget," ejek Alara. Dia hafal, Abir biasanya akan merasa sakit hati, harga dirinya diinjak-injak, dan akhirnya mau diajak kompromi.

"Hey, gue nggak payah dan nggak cemen, ya!" peringat Abir. "Iya, gue setuju," pasrahnya.

"Nah, gitu, dong." Alara tersenyum penuh kemenangan. Dugaannya benar, kan? Lagi pula mengancam Abir adalah hal yang mudah, karena pria itu memang payah.

"Alara!"

Senyum di wajah Alara langsung menghilang, berganti ke wajah terkejut.

"Lihat Mami?" tanya seseorang yang berdiri di tengah-tengah pintu. Arka, putra pertama Amira.

"Bibi lagi gue seka---"

"Enggak tau!" sahut Abir sedikit berteriak sambil melompat ke depan Alara.

Menyadari dia hampir membongkar rahasianya sendiri, Alara menggigit kecil lidahnya. Dia menarik-hembuskan napasnya beberapa kali, kemudian berdiri di samping Abir.

"Iya, kami nggak tau. Gue sama Abir dari tadi berduaan di sini," jelas Alara.

Arka manggut-manggut. "Okelah. Kalau lihat nanti, kasih tau gue, ya."

"Iya, pasti," jawab Abir cepat.

"Mami udah kayak disekap penjahat aja menghilang tanpa jejak," keluh Arka sambil berbalik.

"Emang disekap," timpal Alara.

Seketika Arka berbalik. "Apa? Mami disekap?"

Abir menelotot selebar-lebarnya pada Alara yang ada di sampingnya, lalu mengalihkan pandangan pada Arka lagi.

"Enggak, nggak usah dipeduliin omongan Alara. Dia kan emang suka ngaco. Ngomong dulu, dipikir kemudian," tutur Abir.

Meski terlihat antara yakin dan tidak, Arka mengangguk, lalu benar-benar pergi dari hadapan pasangan aneh itu.

Setelah Arka tak lagi terlihat, Abir menatap sinis Alara. Hampir saja, rahasia yang mereka ciptakan dibongkar sendiri oleh perempuan itu.

"Nggak usah sok sinis gitu! Mending ayo kita jalanin rencana kita, cari bahan yang gue bisikin tadi," Alara menarik tangan Abir keluar dari situ.

***

Episodes
1 01. Kompromi Gila
2 02. Terganjal Restu?
3 03. Pasangan Kriminal
4 04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5 05. Perjanjian
6 06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7 07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8 08. Tendangan Super Alara
9 09. Abir Marah?
10 10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11 11. "Gue mau kita putus."
12 12. Dia Benar-benar Sakit?
13 13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14 14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15 15. Perempuan Gila
16 16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17 17. S untuk Siapa
18 18. Lelah Berdebat
19 19. Ada Kepala!
20 20. Teror?
21 21. Penyihir VS Penyihir
22 22. Kebenarannya, Sara....
23 23. Perjanjian Menyebalkan
24 24. Minta Maaf?
25 25. Gara-gara Pacar Ke-3
26 26. Alisha yang Manis
27 27. Pokoknya Selain Alisha
28 28. Kebenaran Sara (2)
29 29. Mewujudkan Impian
30 30. Hutan
31 31. Terjebak
32 32. Impian Alara
33 33. Abir: "Rasa apa ini?"
34 34. Ditangkap Polisi?
35 35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36 36. I Love You, Alara!
37 37. Berhasil Pulang
38 38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39 39. Salah Alara?
40 40. Kebetulan?
41 41. Bencana atau Berkah?
42 42. Abir pergi?
43 43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44 44. Usaha Mengesankan Alara
45 45. Alara Terkesan?
46 46. Bertengkar?
47 47. Kesalahan Terbesar Abir
48 48. Semuanya Berakhir
49 49. Solusi atau Bukan?
50 50. Saling Merindukan
51 51. Panggilan Sayang
52 52. Kecelakaan Bersama ....
53 53. Sebuah Pengkhianatan
54 54. Semakin Rumit
55 55. Sumpah
56 56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57 57. Misi Menculik Alisha
58 58. Terbongkar: Bukan Abir?
59 59. Mengaku
60 60. Bantuan
61 61. Menangkap atau Tertangkap?
62 62. Menyatukan Dua Cinta (End)
Episodes

Updated 62 Episodes

1
01. Kompromi Gila
2
02. Terganjal Restu?
3
03. Pasangan Kriminal
4
04. Alara dan Macan Tutul Himalaya
5
05. Perjanjian
6
06. Gara-gara Kebanyakan Pacar
7
07. Malam Pertama, bukan Malam Terakhir
8
08. Tendangan Super Alara
9
09. Abir Marah?
10
10. Honeymoon Sendiri-sendiri
11
11. "Gue mau kita putus."
12
12. Dia Benar-benar Sakit?
13
13. Sakit, tapi Bisa Jalan-jalan?
14
14. Alara yang Kejam, atau Abir yang Bodoh?
15
15. Perempuan Gila
16
16. Gara-gara Minuman Terkutuk
17
17. S untuk Siapa
18
18. Lelah Berdebat
19
19. Ada Kepala!
20
20. Teror?
21
21. Penyihir VS Penyihir
22
22. Kebenarannya, Sara....
23
23. Perjanjian Menyebalkan
24
24. Minta Maaf?
25
25. Gara-gara Pacar Ke-3
26
26. Alisha yang Manis
27
27. Pokoknya Selain Alisha
28
28. Kebenaran Sara (2)
29
29. Mewujudkan Impian
30
30. Hutan
31
31. Terjebak
32
32. Impian Alara
33
33. Abir: "Rasa apa ini?"
34
34. Ditangkap Polisi?
35
35. Abir: "Dia ... Alara Aarunaya."
36
36. I Love You, Alara!
37
37. Berhasil Pulang
38
38. Nasi Goreng Rasa Cinta
39
39. Salah Alara?
40
40. Kebetulan?
41
41. Bencana atau Berkah?
42
42. Abir pergi?
43
43. Tugas Membuat Alara Jatuh Cinta
44
44. Usaha Mengesankan Alara
45
45. Alara Terkesan?
46
46. Bertengkar?
47
47. Kesalahan Terbesar Abir
48
48. Semuanya Berakhir
49
49. Solusi atau Bukan?
50
50. Saling Merindukan
51
51. Panggilan Sayang
52
52. Kecelakaan Bersama ....
53
53. Sebuah Pengkhianatan
54
54. Semakin Rumit
55
55. Sumpah
56
56. Alara: "Abir hanya milikku!"
57
57. Misi Menculik Alisha
58
58. Terbongkar: Bukan Abir?
59
59. Mengaku
60
60. Bantuan
61
61. Menangkap atau Tertangkap?
62
62. Menyatukan Dua Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!