“MashaAllah cucu Oma, Oma kangen banget sama kamu nak.” Mama Laras langsung menggendong dan menciumi wajah Aileen. Betapa rindunya Mama Laras kepada cucu tunggalnya ini. Terakhir mereka bertemu adalah 2 bulan yang lalu saat Mama Laras pergi ke Singapura bersama Daddy Dani.
Daven hanya diam melihat Mama Laras yang seperti mengabaikan dirinya. Karena Daven sadar dia sudah melakukan kesalahan.
“Mama masih marah sama lo tuh Dave.” Ujar Davian menyenggol lengan Daven pelan.
“Gue tau.” Jawab Daven singkat.
“Sus, ini Aileen tolong di tidurin di kamar saja ya, kasian dia pasti capek abis perjalanan jauh.” Mama Laras kembali memberikan Aileen kepada Suster Ati. Aileen memang memiliki kamar sendiri di rumah keluarga Persada. Sengaja Mama Laras membuatkan kamar untuk Aileen di samping kamar Daven. Sebenarnya Daven sudah memiliki rumah sendiri, hanya saja sampai detik itu belum pernah Daven tempati.
Awalnya Daven akan tinggal di rumah itu begitu dia menikah dengan Larisa, tapi tidak jadi karena setelah menikah Daven dan Larisa langsung tinggal di Singapura. Dan sampai kematian Larisa pun rumah itu belum sempat di tempati. Jadilah selama ini rumah itu di biarkan kosong dan hanya di jaga oleh asisten rumah tangga saja.
“Baik Bu.” Jawab Suster Ati seraya mengambil alih Aileen ke dalam gendongannya.
Setelah Suster Ati membawa Aileen naik ke kamarnya, Mama Laras mengalihkan pandangannya menatap putra sulungnya yang sejak tadi hanya diam duduk di sofa.
“Kamu akan menetap di Jakarta kan Dave?” Tanya Mama Laras tiba-tiba.
Daven menatap Mama Laras.
“Enggak Ma, aku harus balik lagi ke Singapura.” Jawab Daven datar.
Mama Laras menghela nafas panjang.
“Apa yang buat kamu lebih milih tinggal di Singapura dari pada disini sama anak kamu? Apa pekerjaan disana lebih penting dari pada Aileen?” Mama Laras benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Daven saat ini.
“Aileen jelas lebih penting dari pada pekerjaan aku. Hanya saja aku belum siap meninggalkan Singapura Ma.” Jawab Daven lirih.
Davian menatap Daven dengan pandangan kasihan, jangan lupakan kalau mereka kembar. Meskipun sedikit, Davian bisa merasakan apa yang Daven rasakan. Dan meskipun mereka cenderung jarang akur, tapi tetap Daven dan Davian sering curhat satu sama lain. Berbeda dengan Della, meskipun gadis itu juga kembaran mereka tapi tetap Daven dan Davian tidak bisa terlalu terbuka dengannya. Disamping karena jenis kelamin mereka yang berbeda, itu karena Daven dan Davian lebih mengganggap Della sebagai adik kecil mereka.
“Lalu kenapa? Alasan kamu belum bisa meninggalkan Singapura karena Larisa kan? Bang, dengerin Mama. Meskipun kamu ada di Indonesia, kenangan kamu bersama Larisa di Singapura tidak akan hilang. Kenangan itu akan tetap di hati kamu. Kamu tidak boleh terlalu terikat dengan masa lalu, ingat ada Aileen yang membutuhkan kasih sayang daddy nya. Mama yakin Larisa pun akan sangat sedih melihat kamu yang seringkali mengabaikan anak kalian. Mama juga sayang Larisa nak, jadi tolong jangan membuat Larisa sedih disana. Kamu juga harus melanjutkan hidup sebagaimana mestinya. Mama tidak meminta kamu untuk melupakan Larisa, sama sekali tidak.” Mama Laras tau benar apa yang dirasakan oleh putranya. Sebagai seorang ibu, Mama Laras berusaha sebaik mungkin untuk bisa mengerti apa yang dirasakan anak-anaknya.
Daven hanya diam mendengar ucapan Mama Laras. Karena apa yang di ucapkan Mama Laras memang benar semua. Daven berat meninggalkan Singapura karena kenangannya bersama Larisa di sana.
“Nanti aku pikirin lagi Ma, sekarang aku mau istirahat.” Jawab Daven kemudian beranjak dari tempat duduknya dan langsung naik menuju kamarnya meninggalkan Davian dan Mama Laras.
Mama Laras menatap sedih punggung Daven yang berjalan naik ke lantai 2.
“Mama jangan sedih, nanti aku coba ngomong sama Daven biar dia mau tinggal disini.” Ujar Davian kepada Mama Laras.
Mama Laras menatap Davian lembut.
“Tolong bujuk Abang kamu ya Kak, Mama bener-bener nggak tega melihat kondisi Daven yang seperti ini.” Jawab Mama Laras.
Davian menganggukkan kepalanya.
“Ya udah kalau gitu aku balik ke kantor lagi ya.” Davian berpamitan kepada Mama Laras.
“Mama… Ponakan adek dimana? Ihhh kangen banget sama si gembul” Della yang baru saja pulang dari butiknya langsung heboh sendiri.
Mama Laras yang mendengar suara Della hanya menggelengkan kepalanya.
“Di kamar dek…” Jawab Mama Laras.
Mama Laras baru saja memandikan Aileen. Bayi berusia satu tahun itu saat ini terlihat lebih segar dengan aroma wangi minyak telon dan baby cologne yang menguar dari tubuhnya. Tubuh gembulnya saat ini sudah berbalut baju panjang yang membuatnya tetap hangat.
“Aaa… Aileen si embulnya Aunty… Apa kabar sayang? Tambah embul aja ini pipi.” Della langsung menggendong dan menciumi wajah Aileen.
Aileen yang mendapat ciuman bertubi dari aunty nya itu justru tertawa lebar. Padahal mereka sudah lama tidak bertemu, tapi sepertinya Aileen tidak lupa kalau Della adalah aunty nya.
“Naa...tiiii..tiii…” Aileen hanya bisa mengoceh dengan bahasa bayinya yang belum jelas. Secara Aileen baru berusia 1 tahun, dan bayi itu pun baru bisa merangkak. Di usia 1 tahun ini Aileen belum bisa berjalan, tapi kata dokter pribadinya itu bukan masalah. Karena ini masih normal.
“Adek, mandi dulu jangan langsung gendong Aileen. Kamu dari luar banyak kumannya.” Mama Laras langsung mengambil alih Aileen dan menjauhkan bayi gembul itu dari jangkauan Della.
“Mama…” Della langsung cemberut karena apa yang Mama Laras lakukan itu.
Sedangkan Aileen justru semakin tertawa karena mengira dia sedang di ajak bermain oleh Oma dan Aunty nya.
“No, mandi dulu baru boleh gendong Aileen.” Jawab Mama Laras.
“Ya udah iya iya.. Bye bayi embul, aunty mandi dulu ya nanti kita main bareng lagi oke.”
Della langsung pergi dari kamar Aileen untuk mandi di kamarnya.
Sedangkan Aileen yang melihat Della tiba-tiba saja pergi meninggalkannya langsung menatap Mama Laras dengan pandangan sedih seolah bertanya kenapa Aunty Della meninggalkannya.
“Aunty Della mandi dulu sayang biar bebas dari kuman. Sekarang Aileen main sama Oma dulu ya? Kita jalan-jalan ke taman mau?”
Seolah mengerti dengan ajakan sang Oma, Aileen kembali tersenyum bahkan berteriak kegirangan.
“Aaaa.. "
Di dalam kamarnya, Daven menatap keluar jendela yang memperlihatkan Aileen bersama Mama Laras sedang berjalan-jalan di taman bunga sang Mama.
Sejak masuk ke dalam kamarnya tadi, Daven sama sekali belum keluar dari kamarnya. Daven terus memikirkan ucapan Mama Laras.
Sanggupkah Daven meninggalkan Aileen di sini tanpa adanya dia disampingnya? Selama ini mereka tidak pernah berjauhan sama sekali. Apa hanya karena keegoisannya sendiri, Aileen yang tidak tau apa-apa harus menjadi menjadi korbannya.
“Larisa, apa kamu akan marah kalau aku mengambil keputusan untuk meninggalkan Aileen disini?” Daven menatap langit sore dan bergumam seolah dia sedang berbicara dengan mendiang istrinya. “Aku belum siap meninggalkan kenangan kita di Singapura.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Vera Wilda
move on Daven ...
2024-01-06
0
ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐
Jangan egois ,harus move on..Dari diri sendiri berusaha
2022-11-08
3
Fiera
tidak mudah melupakan orang yang benar-benar kita cintai
2022-11-07
0