~MEMILIH JUJUR.
****
Sementara di tempat lain, Vanila dan Erik tengah beradu mulut di ruangan kantor management yang menaungi model terkenal itu selama ini. Keduanya langsung dipanggil pihak management untuk memberikan penjelasan tentang foto-foto yang beredar di Internet. Kabar yang berembus membawa dampak buruk bagi yang lainnya. Hingga ada beberapa perusahaan ternama, membatalkan kontrak dengan Vanila lantaran tak ingin ikut terseret dalam kasus perselingkuhan mereka.
Sanksi yang diberikan pun tak main-main. Vanila kehilangan job pemotretan dan beberapa iklan. Para endorsmen sebagian ada yang menuntut ganti rugi karena merasa ditipu olehnya. Erik selaku manager diberi peringatan dan diliburkan dengan waktu yang ditentukan.
Vanila marah dan geram. Kenapa dia bisa kecolongan seperti itu. Dia pikir semuanya akan berjalan baik-baik saja seperti selama ini. Namun, ternyata semua di luar dugaannya. Kebersamaannya dengan Erik ternyata terekam diam-diam oleh pihak yang dia sendiri tidak tahu siapa.
"Padahal selama ini kita aman-aman aja. Enggak ada orang yang tahu tentang hubungan gelap kita. Tapi, kenapa bisa foto-foto kita beredar di internet? Argh!" Vanila berteriak histeris. Melempar apa pun yang ada di depan matanya; tas, buku, cangkir kopi, dan peralatan lainnya yang ada di meja.
Dadanya naik turun dengan napas memburu. Kilatan amarah tersorot dari matanya yang menatap tajam Erik. Pria selingkuhannya yang sedari tadi hanya bungkam dan menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
"Erik! Gimana nasib kita? Hah? Gimana?" teriak Vanila yang berdiri di samping Erik. "Aku enggak mau karir aku hancur. Enggak! Enggak mau!" Perempuan itu berjalan mondar-mandir sambil tak henti menghubungi suaminya.
Vanila berharap Galang mau membantunya dan tidak mempercayai gosip yang beredar. Ketakutannya akan kemurkaan dan kemarahan Galang lebih mendominasi. Jelas dia tidak ingin kehilangan semuanya sekaligus. Karir, popularitas, ketenaran, dan kemewahan dari Galang.
"Ayo Mas angkat." Vanila gusar lantaran Galang tak menjawab panggilannya.
Erik yang mendengar Vanila menyebut nama Galang langsung memandangnya tak suka.
"Kamu telepon suami kamu?" tanyanya dengan nada sumbang.
Vanila berdecak kencang. "Ya iyalah! Mau telepon siapa lagi? Cuma dia yang bisa aku andelin sekarang," sahutnya sinis, masih bolak-balik dengan gelisah.
Namun karena tak ada jawaban dari suaminya, Vanila kesal dan langsung melempar ponselnya ke meja. "Argh! Ke mana, sih? Di telepon enggak diangkat. Jangan-jangan Galang marah sama aku?" duganya kemudian.
Erik hanya mencebik seraya menatap remeh Vanila.
"Kita udah hancur, Van. Gara-gara orang sialan yang udah nyebarin foto sama video kita," serunya dengan rahang yang mengeras.
Nasib rumah tangga Erik pun berada di ujung tanduk. Istrinya pasti sudah tahu tentang berita itu. Dan, akan meminta cerai darinya.
Vanila terdiam, pikirannya bercabang dengan kekalutan.
"Erik, jangan-jangan ini semua ulah Mas Galang?" ucapnya menduga sebab dia baru menyadari sesuatu. Perubahan sikap Galang padanya yang tak acuh sejak kemarin.
Erik menatap Vanila dengan kerutan di dahi. "Maksudnya?"
"Sejak aku pulang kemarin, Mas Galang itu kayak menghindar dari aku. Semalem pun dia nolak aku ajak bercinta. Dia kayak orang yang lagi marah." Vanila kembali mengingat perubahan sikap Galang kepada dirinya.
Sebelum ini, Galang sama sekali tidak pernah bersikap dingin maupun tak acuh. Apabila sedang marah, itu pun akan berakhir di ranjang. Suaminya itu tidak pernah bisa marah padanya dengan waktu yang lama.
Akan tetapi, Vanila merasa ada yang janggal dari sikap dan nada bicara dari lelaki yang telah menikahinya selama empat tahun itu.
Erik memijat pangkal hidungnya guna meredam rasa pusing yang mendera seraya berkata,
"Kalo memang ulah suami kamu itu artinya nasib kita akan benar-benar hancur, Van. Galang bukan orang sembarangan. Dia pengacara." Menghirup udara sebanyak-banyaknya agar dadanya tidak semakin bertambah sesak. Lelaki berkulit putih itu tengah meratapi nasibnya yang entah akan seperti apa ke depannya.
Vanila secepat kilat mengambil tas yang dia lempar tadi, lalu membukanya. Kaca mata hitam, topi dan masker yang ada di dalamnya dia pakai untuk menutupi wajahnya.
"Mau ke mana, Van? Jangan keluar. Di luar masih banyak wartawan." Erik berdiri dan menghalangi Vanila yang hendak pergi.
"Aku akan lewat pintu belakang. Mobilku tadi aku parkir di sana. Aku mau ke kantornya Mas Galang." Dia tidak menghiraukan Erik dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
*
*
Amara pun demikian. Perempuan satu ini tengah gusar dan cemas. Galang akan mengajaknya ke Rumah Sakit untuk dites kecocokan.
"Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan?" monolog Amara seraya meremat rambutnya dengan kedua tangan yang bertumpu di meja kerjanya. Pikirannya mendadak buntu.
Kemudian sudut matanya melirik ponsel di sampingnya. Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh, itu artinya masih ada waktu satu jam untuk memikirkan cara supaya Galang menunda mengajaknya ke Rumah Sakit.
"Kasih ... kamu anak ibu, Nak. Kasih anak ibu."
Bayangan masa lalu itu pun kembali hadir dalam ingatan Amara. Ketika di mana dirinya yang sedang berjalan sendirian pulang ke rumah tiba-tiba ada seorang perempuan menghampirinya. Amara terkejut sebab perempuan dengan penampilan berantakan itu menyodorkan seorang bayi ke hadapannya.
"Ambillah anakku. Ambil! Ini! Silakan! Aku enggak mau bayi ini. Aku enggak mau! Gara-gara dia suamiku pergi. Gara-gara dia suamiku mati.'
Perempuan itu berkata dengan setengah tertawa dan setengah menangis. Seperti orang yang sedang mengalami gangguan mental.
Sore itu hanya ada Amara dan perempuan tersebut. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya membuat Amara merasa iba sekaligus takut. Awalnya Amara tidak mau dan hendak meninggalkan perempuan itu. Lalu perempuan itu kembali berkata dan mengancam akan melenyapkan bayinya saja.
"Kalo enggak mau, mending aku buang saja bayi ini ke jalan tol atau ke tong sampah yang ada di sana. Ya sudah kalo enggak mau. Aku juga enggak mau dia. Aku benci dia. Aku benci!" Perempuan itu berteriak dan mengagetkan bayinya yang sedang tertidur.
Amara berbalik ketika telinganya mendengar suara tangisan bayi mungil itu. Hatinya tersentuh dengan tangisan bayi yang tak memiliki dosa apa pun. Apa jadinya jika perempuan tidak waras itu benar-benar melakukan itu? Membuang bayinya di sungai atau di jalan tol. Nyawanya pasti tidak akan tertolong.
Lama Amara berpikir. Di sisi lain dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Dia seorang gadis sebatang kara yang hidup sendirian tanpa siapa-siapa. Apakah tidak aneh bila tiba-tiba dirinya mempunyai bayi? Apa kata orang-orang nanti? Sementara batinnya berkata lain. Seakan nalurinya sebagai seorang perempuan mendorongnya untuk agar menerima bayi itu saja. Asalkan bayi itu selamat dan bisa melanjutkan hidup.
Sang ibu yang mengalami gangguan mental itu justru semakin marah dan membentak bayinya yang sedang menangis.
"Diem! Diem enggak! Berisik! Berisik!" Perempuan itu sangat marah lantaran bayinya tidak mau diam dan malah semakin kencang menangis.
Lalu karena kesal dia mengangkat bayinya tinggi-tinggi ke udara. Amara yang melihatnya sontak membelalakkan mata. Dia tahu apa yang akan dilakukan perempuan itu kepada bayinya. Maka secepat kilat Amara merebutnya dari tangan perempuan itu.
Setelah bayinya diambil orang lain, perempuan itu tertawa dan pergi begitu saja dari hadapan Amara. Dan mulai sejak itu Amara memutuskan untuk merawat bayi tak berdosa yang bernasib malang dengan penuh cinta. Meski banyak sekali yang menentangnya. Cibiran dari para tetangga menjadi makanannya hampir setiap hari.
Amara berzinahlah. Amara wanita kotorlah. Amara hamil di luar nikahlah. Amara inilah. Amara itulah. Cacian demi cacian Amara terima, namun tak menyurutkan semangatnya untuk membesarkan Kasih.
Dan, nampaknya Tuhan masih ingin menguji cintanya terhadap Kasih dengan memberikan cobaan ini. Kasih sakit dan harus segera mendapatkan pendonor. Jika tidak nyawanya akan terancam. Amara hanya takut Kasih pergi meninggalkannya.
Tujuh tahun hidup bersama Kasih. Suka dan duka Amara lewati dengan ikhlas. Kasih adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan padanya. Tanpa Kasih, Amara tidak akan bisa hidup. Kasih separuh jiwanya. Berkat Kasih pula, Amara selalu mempunyai semangat dan motivasi untuk berjuang.
"Apa pun akan aku lakukan demi Kasih. Meski aku harus bicara jujur kepada Pak Galang dan menceritakan semuanya. Jika aku sebenarnya bukan ibu kandung Kasih."
###
tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Ersa
kak Maya, di tinggal suaminya meninggalkah, kemudian deperessi?
2023-10-21
1
Hany Surya
Aku suka ceritanya, Lanjut Thor Semangat💪💪💪
2023-10-18
1
Mamah Kekey
kasihan kasih...
2023-10-17
1